Minggu, 19 Oktober 2014

MESIN TIK YANG MATI



MESIN TIK YANG MATI

seting ]
Sebuah ruangan sempit yang hanya berukuran tidak lebih dari 2×2 meter dengan penerangan lampu pijar bekekuatan 15 watt yang tergantung di tengah-tengah ruangan dan jendela kecil yang tampaknya dipaksakan ada mengingat ruangan sempit ini memerlukan sirkulasi udara dan cahaya, sehingga menampakkan bayangan samar diatas lantai semen yang sudah gempur dibeberapa tempat sehingga terlihat tanah yang berada dibawah lapisan semennya. Di sudut ruangan disebrang sisi jendela terdapat meja kayu yang salah satu kakinya harus diganjal dengan batu bata dan tak lupa pula lengkap dengan bangku reotnya yang tampak sedikit mempermanis suasana diruangan dengan tekstur kayunya yang berwarna coklat tua yang tampak mulai memudar, di atas meja terdapat sebuah mesin tik tua berhiaskan ornamen-ornamen dari karat yang dari penampilannya saja rasanya layak mesin tik itu mendapatkan penghargaan “lifetime achievement typewriter Award” atas jasanya yang sudah menerbitkan ratusan juta lembar naskah demi naskah. Sekilas pemandangan ini rasanya hanya bisa dijumpai di museum-museum yang menampilkan diorama tentang kehidupan dan suasana jaman perang, tapi ruangan sempit ini memang ada dan bahkan teramat nyata untuk kita sadari.
 
Adegan
Sore hari menghantarkan sinarnya yang berwarna kemerahan saat seorang lelaki tua yang kira-kira berumur tidak kurang dari 70 tahun tampak memasuki ruangan sempit, terdengar derit saat pintu ruangan tersebut dibuka yang terdengar seolah tak rela siapapun memasuki ruangan sempit tersebut. Sesaat lelaki tua itu tampak diam sejenak memperhatikan keadaan sekitar seolah ingin benar-benar memastikan ruangan ini memang siap untuknya. Setelah yakin dengan sigap ia menarik bangku dan duduk disinggasana kebesarannya seperti halnya raja-raja tempo dulu pada masa kejayaan mereka. Ya di ruangan inilah dia menjadi raja bagi dirinya dan rakyatnya yang terdiri dari perabot seadanya turut tunduk kepada dirinya. Sebagaimana raja yang berdaulat maka lelaki tua itu memutuskan untuk mengeluarkan titahnya, perlahan jari tangannya mulai memainkan tuts-tuts mesin tiknya [ctak..ctek…ctak…ctek…ctak..ta..tak….tikkk..tikktakkk tak..ctak….ctik…kreeeeeekkkk…ctek…ctak…tek… tekkk…takk…tikk..tek…takkk…ctakk…kreeekkkkkk].
Tiba tiba terdengar suara yang sangat mengejutkan lelaki tua itu, ia mendapati mesin tik tuanya bergetar tak karuan seakan-akan hilang kendali dan terus menerus seperti itu, ia bingung atas kelakuan mesin tik miliknya yang  seolah hendak berbuat maker atas dirinya.

[Dialog]
“Hentikan !!!! sudah cukup, sudah muak aku meladeni kau dan kelakuan konyolmu tiap hari. Sudah cukup aku biarkan diriku mendengarkan celotehan konyolmu, bahkan jarimu saja sudah tak kuasa lagi mengikuti kemauan otakmu yang sudah seharusnya kau kubur puluhan tahun yang lalu. Aku lelah !!!!” jerit suara yang berasal dari mesin tik itu.
“Apa yang kau bicarakan sudah bosankah kau bersenda gurau denganku, bermain kata aksara demi aksara, melihat betapa anggunnya pita karbon yang selalu berputar mengusap lembut setiap helai demi helai kertas yang menjadi buah cinta kita bersama, mengapa kini kau berkata seperti itu kepadaku?” Tanya lelaki tua  itu.
“Aku sudah muak denganmu, tidakkah kau sadar dengan dirimu sekarang? “, jawab mesin tik yang dibalas juga dengan tanyanya.
“Memangnya kenapa aku sekarang?” Tanya     lelaki          tua   itu     lagi.
“Hah… ternyata kau pun tak sadar, dulu kau memang seorang yang gagah dan berkuasa, setiap orang mendengarkanmu bahkan akupun merasa senang bisa menemanimu, tapi sekarang… lihatlah dirimu, kau ini sekarang hanyalah seorang raja tua yang sudah kehilangan segalanya, ocehanmu sekarang tak lebih dari sekedar omong kosong belaka, kau tak lagi berguna!” Jawab          mesin                   tik.
“ Apa katamu ? kau pikir hanya karena usiaku yang menua dan keriput sudah memenuhi sekujur badanku, aku tak lagi dapat memberikan arti dari keberadaanku, apakah arti dari keberadaanku ini hanyalah sia-sia belaka… jangan kau pikir aku akan berhenti memberikan makna hidupku ini kepada dunia!”, kata si lelaki tua dengan emosi yang teratahan.
“Dunia? kau katakan makna hidupmu pada dunia ha… ha….ha…ha…ha…” Tawa  mesin          tik itu.
“Apa yang kau tertawakan?” Tanya lelaki tua dengan perasaan yang terluka.
“Dunia mana yang kau maksud ? dunia mana yang mau menerimamu, menerima seorang lelaki tua yang tak ada artinya” jawab mesin tik.
“Dunia yang mau menerima dan menghargai setiap hikmah dan nilai-nilai kehidupan mereka yang telah membangunnya, dunia yang menghargai setiap kisah dari seorang tua yang ingin membagi apa yang ia rasakan dan apa yang ia alami, dunia yang memandang seorang bukan dari siapa orang itu, melainkan apa yang telah ia itu perbuat, dunia yang akan selalu belajar dari masa lalunya. Dunia itulah yang akan selalu mengakui keberadaan seorang lelaki tua sepertiku.” jawab lelaki tua itu dengan pancaran       mata  penuh dengan harapan      dan    keyakinan.
“Dunia itu telah lama mati terkubur bersama tulang-belulang orang-orang sepertimu!. Kau terlalu lama hidup dalam kerajaan sempitmu sehingga kau tak lagi menyadari apa yang telah berubah. Duniamu sudah berubah menjadi dunia yang penuh dengan penyakit-penyakit yang membuat setiap orang lupa akan makna dirinya dan darimana ia berasal. Duniamu sudah berubah dimana sekarang kepalsuanlah yang menjadi rajanya, kemunafikan yang menjadi singgasananya dan bahkan sang raja pun sudah mengeluarkan titahnya sehingga kebencian hinggap disetiap hati, tanpa menyisakan sedikitpun nurani dan rasa keadilan dari warisan duniamu, duniamu hanya utopis belaka hanya impian bagi kerajaan konyolmu!.”   Balas mesin          tik     dengan        ketus.
“ya.. duniaku sekarang memang hanya utopis bagi jiwa yang telah kehilangan akarnya          sepertimu.  Tapi  di luar sana impianku akan tetap hidup bagi setiap orang yang tahu darimana ia berasal. Dan mimpiku
kan menjadi jawaban dari setiap jiwa yang terus menggantungkan harapnnya pada          matahari.”
“Ha…ha…ha… betapa naifnya dirimu, bahkan mataharipun ada kalanya tenggelam dan berhenti tuk menerangi dunia, dan orang tua sepertimu sudah saatnya hilang dan punah bersama kenaifanmu.” Jawab kembali mesin tik         yang  disertai tawanya.
“Berhenti? Bagiku hanya ada 2 titik dalam kehidupanku, yakni saat kelahiranku dan akhir kehidupanku dan selama waktuku belum tiba aku tidak    akan  pernah berhenti.” Kembali lelaki tua itu berkata
“kau  sudah         tamat…KAU         SUDAH       TAMAT!!!!.”
“Tidak….Tidak    akan  pernah!!!”  bantah        lelaki tua    itu.
“Seribu kalipun kau mengatakan tidak keadaan akan tetap berubah. Lihatlah keluar jendela, lihatlah bagaimana mataharipun perlahan tenggelam dan hilang ditelan malam.” Kembali mesin tik itu berkata.
“hentikan !!!.” kemarahan lelaki tua itupun memuncak dan dengan kemarahan yang teramat sangat dilemparkannya mesin tik itu sehingga jatuh kelantai yang keras, mesin tik itu pun terkapar tiada daya dan mati menjemput ajalnya, meninggalkan segala kepicikan dan kebodohannya yang membunuhnya sendiri.
Lelaki tua itu bingung, tersentak ia dalam pikiran nanarnya, yang ia pikir selama ini bahwa sahabat setianya adalah mesin tik itu, disaat anak dan istrinya perlahan meninggalkannya, tapi sekarang ia mendapati sahabat setianya kinipun telah meninggalkannya, menghianatinya. Kini dalam kesedihan dan kemarahannya yang bercampur menjadi satu, ia bagaikan partikel kecil yang terhempas ke kanan dan ke kiri, ke atas dan ke bawah, ke depan dan ke belakang dalam dunia yang kini tak lagi menerima keberadaan dirinya. Ia merasa perlahan dirinya terhisap ke dalam pusaran lubang hitam dimana setiap materi tak lagi terukur dalam satuan massa-nya lagi, dan tak lagi       menjadi       milik  konstelasi   dunia.
Hening sesaat mewarnai suasana sore itu, bahkan lelaki tua itupun masih duduk termangu tanpa tahu apalagi yang harus ia lakukan. Kesedihan masih mewarnai langit senjanya. Perlahan ia bangkit dari lamunannya, berdiri dan menatap sesaat ke arah jendela kecil ruangan itu, memandangi langit senja di cakrawala. Yah matahari kini mulai meninggalkan dunianya dan melepaskan dirinya ke dalam pelukan malam dan membiarkan bulan menuntunya sebagaimana      bulan kan memberikan setitik harapan bagi jiwa lelah yang menantikan sinar matahari. Kini sudah saatnya bagi dirinya pikir lelaki tua itu, ia membalikkan tubuhnya dan melangkahkan langkah kakinya yang mulai gontai menuju sisi lantai dimana mesin tik-nya yang tak lain sudah menjadi seonggok besi tua yang tak lagi berguna. Perlahan ia mengangkat mesin tik itu, sangat pelan sekali, dengan lembut ia letakkan mesin tik itu dalam pelukannya, ingatan demi ingatan terlintas dalam benaknya, terbayang ia saat ia menggendong anaknya saat masih bayi dulu, dan seperti halnya anaknya ia tahu bahwa ia juga harus berpisah dengan mesin tik miliknya. Dalam keharuan dan air mata yang bergulir diatas pipi keriputnya ia letakkan kembali mesin tik itu keatas meja kayunya dan memandang untuk terakhir kalinya. Perlahan lelaki tua itu membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar ruangan sempit itu dan pergi tanpa pernah kembali lagi, meninggalkan kerajaannya,    meninggalkan      semuanya.
Ruangan sempit itu tak lagi sama, sekarang ruangan itu hanyalah kerajaan tanpa raja yang duduk di singgasana kebesarannya, tanpa ada lagi titah yang dulu mewarnai hari-hari dalam ruangan itu. Sang raja kini sudah menemukan kerajaannya sendiri, di dalam kerajaan hatinya yang takkan pernah meninggalkannya bersama kebijaksanaannya dan dalam pelukan malam yang menjadi singgasananya serta angin malam yang kan selalu meniupkan dan membawa titahnya mengarungi angkasa, memasuki mimpi-mimpi malam setiap insan yang terlelap dalam mimpi hari esok mereka hingga mereka terbangun dan menjadi raja bagi diri mereka sendiri, raja bagi setiap harapan mereka sendiri. Tamat.

Sabtu, 07 Juni 2014

B I O L A


B A B  1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan kehidupan musik dan dunia pendidikan musik Indonesia akhir-akhir ini  menunjukan kemajuan yang sangat pesat. Hal ini bisa dipahami karena musik nampaknya telah menjadi kebutuhan umum sehari-hari. Keadaan demikian harus diimbangi dengan berusaha yang dapat mengarahkan pertumbuhan tersebut ke suatu tujuan yang lebih baik. Musik pada hakikatnya adalah bagian dari seni yang menggunakan bunyi sebagai media penciptaannya. Walaupun dari waktu ke waktu beraneka ragam bunyi, seperti klakson maupun mesin sepeda motor dan mobil, handphone, radio, televise, tape rekorder, dan sebagainya senantiasa mengerumuni kita, tidak semuanya dapat dianggap sebagai musik karena sebuah karya musik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Walaupun banyak dari para ahli musik telah memcoba memberika defenisi tentang musik, namun hingga kini belum ada satupun yang diyakini merupakan satu-satunya pengertian yang paling lengkap. Tampaknya ada yang memahami musik sebagai kesan terhadap sesuatu yang ditangkap  oleh indra pendengarannya. Di samping itu ada juga pemahamannya bertolak dari asumsi bahwa musik adalah suatu karya seni dengan segenap unsur pokok dan pendukungannya. Jamalus ( 1988, 1 ) berpendapat bahwa musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi music yang mengungkapkan pikiran dan perasaan  penciptanya melalui unsure-unsur music yaitu  irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Rina ( 2003, 9 ) setuju dengan pendapat bahwa musik merupakan salah satu cabang kesenian yang pengungkapannya dilakukan melalui suara atau bunyi-bunyian. Prier ( 1991, 9 ) setuju dengan pendapat Aristoteles bahwa musik merupakan curahan kekuatan tenaga penggambaran yang berasal dari gerakan rasa dalam suatu rentetan suara ( melodi ) yang berirama.
Sebagai bagian dari kesenian yang merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal, musik memiliki fungsi sosial yang secara universal umumnya dapat ditemukan di setiap kebudayaan suku bangsa manapun di seluruh dunia. Pada berbagai kebudayaan, musik memiliki fungsi sebagai kendaraan dalam mengekspresikan ide-ide dan emosi. Di Barat musik digunakan untuk menstimulasi perilaku sehingga dalam masyarakat mereka ada lagu-lagu untuk menghadirkan ketenangan. Para pencipta musik dari waktu ke waktu telah menunjukkan kebebasannya mengungkapkan ekspresi emosinya yang dikaitkan dengan berbagai objek cerapan seperti alam, cinta, suka-duka, amarah, pikiran, dan bahkan mereka telah mulai dengan cara-cara mengotak-atik nada-nada sesuai dengan suasana hatinya. Pada dasarnya setiap orang telah dikaruniai oleh Tuhan Allah dengan berbagai kemampuan belajar (ability to learn) dan bakat (talent) tentang apa saja. Selain bisa belajar dari lingkungan alam dan sosialnya, orang juga bisa belajar dari pengalamannya sendiri. Setiap orang memiliki kemampuan dan kecepatan berbeda-beda dalam hal mencerap atau memahami keindahan tentang apa saja termasuk pula keindahan musik. Untuk menikmati rasa indah (estetis), maka orang perlu belajar dengan cara membiasakan diri mendengarkan musik-musik kesukaannya sendiri. Kemudian ia bisa mulai mencoba mendengarkan musik-musik jenis lain yang baru didengarnya dan kemudian akan menyukainya. Setiap jenis musik memiliki keunikan melodis, ritmis, dan harmonis; maupun terkait dengan komposisi dan instrumentasinya.
Hiburan (entertainment) adalah suatu kegiatan yang menyenangkan hati bagi seseorang atau publik. Musik sebagai salah satu cabang seni juga memiliki fungsi menyenangkan hati, membuat rasa puas akan irama, bahasa melodi, atau keteraturan dari harmoninya. Seseorang bisa saja tidak memahami teks musik, tetapi ia cukup terpuaskan atau terhibur hatinya dengan pola-pola melodi, atau pola-pola ritme dalam irama musik tertentu.
Jika para penikmat musik klasik sangat senang dengan kompleksitas bangun musik dan orkestrasinya, maka pencinta musik pop lebih terhibur dengan teks syair, melodi yang menyentuh kalbu, atraksi panggung, atau bahkan hanya popularitas penyanyinya saja. Kini musik bahkan ditengarai lebih berfungsi hiburan karena industri musik berkembang dengan sangat cepat.
Musik sudah sejak dahulu digunakan untuk alat komunikasi baik dalam keadaan damai maupun perang. Komunikasi bunyi yang menggunakan sangkakala (sejenis trumpet), trumpet kerang juga digunakan dalam suku-suku bangsa pesisir pantai, kentongan juga digunakan sebagai alat komunikasi keamanan di Jawa, dan teriakanteriakan pun dikenal dalam suku-suku asli yang hidup baik di pegunungan maupun di hutan-hutan. Bunyi-bunyi teratur, berpola-pola ritmik, dan menggunakan aluralur melodi itu menandakan adanya fungsi komunikasi dalam musik. Komunikasi elektronik yang menggunakan telepon semakin hari semakin banyak menggunakan bunyi-bunyi musikal.
Dalam berbagai budaya bangsa, suku-suku, atau daerah-daerah yang masih mempertahankan tradisi nenek-moyang mereka; musik digunakan sebagai sarana mewujudkan simbol-simbol dari nilai-nilai tradisi dan budaya setempat. Kesenangan, kesedihan, kesetiaan, kepatuhan, penghormatan, rasa bangga, dan rasa memiliki, atau perasaan-perasaan khas mereka disimbolkan melalui musik baik secara sendiri maupun menjadi bagian dari tarian, syair-syair, dan upacaraupacara.
Para pencipta lagu nasional Indonesia sangat peka terhadap adanya kondisi sosial, tingkat kesejahteraan rakyat, dan kegelisahan masyarakat. Mereka menciptakan lagu-lagu populer yang menggunakan syair-syair menyentuh perhatian publik seperti yang dilakukan oleh Bimbo, Ebiet G. Ade, Iwan Fals, Harry Roesli, Gombloh, Ully Sigar Rusady, dan masih banyak lagi. Pada umumnya para pencipta lagu itu melakukan kritik sosial dan bahkan protes keras terutama ditujukan kepada pemerintah. Para pengamen jalanan juga tak kalah seru mengumandangkan lagu-lagu protes sosialnya, misalnya lagu yang bertema PNS, penderitaan anak jalanan, generasi muda yang tanpa arah, dan lain sebagainya.
Musik banyak pula digunakan sebagai media untuk mengajarkan norma-norma, aturan-aturan yang sekalipun tidak tertulis namun berlaku di tengah masyarakat. Para pencipta lagu anak seperti Bu Kasur, Pak Kasur, Pak Daljono, AT Mahmud, Ibu Sud—semua berupaya mengajarkan anak-anak berperilaku sopan, halus, hormat kepada orangtua, cinta keindahan, sayangi tanaman dan binatang, patuh pada guru, dan lain sebagainya. Keindahan alam, kesejahteraan sosial, kenyamanan hidup, dan semua norma-norma kehidupan bermasyarakat telah mendapatkan perhatian yang sangat penting dari para pencipta lagu tersebut.
Lagu-lagu daerah banyak sekali berfungsi sebagai pelestari budayanya, karena tema-tema dan cerita di dalam syair menggambarkan budaya secara jelas. Syair-syair lagu sering juga berasal dari pantunpantun yang biasa dilantunkan oleh masyarakat adat dan daerah-daerah di Indonesia. Budaya Minangkabau dapat dipertahankan keberadaannya dengan berbagai cara, tetapi musik Minang sangat jelas karakteristiknya yang mudah mewakili daya tarik terhadap tempat berkembangnya budaya itu ialah Propinsi Sumatera Barat dan sekitarnya. Lagu-lagu Jawa, mulai dari yang klasik hingga kini yang berwarna populer seperti
musik campursari, digemari masyarakat Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melengkapi musik kroncong yang lebih dahulu berkembang. Ada budaya Jawa yang dilestarikan melalui syair-syair berbasa Jawa, melodi-melodi yang bernuansa Jawa dari karawitan. Musik Sunda dan sekitarnya di Propinsi Jawa Barat memiliki rasa yang sangat khas adalah bagian dari upacara-upacara sosial dan keagamaan masyarakatnya. Indonesia memiliki kekayaan budaya dan terutama musiknya seperti termasuk yang paling dikenal dunia seperti Jawa Timur, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan bahkan Papua.
Setiap bangsa memiliki lagu kebangsaan (national anthem) yang mewakili citarasa estetik, semangat kebangsaan, dan watak dari budaya masing-masing. Lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Soepratman adalah lagu atau musik yang diciptakan untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang mendiami daerah-daerah di wilayah Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil. Keaneka-ragaman budaya yang sangat banyak jumlahnya harus dirangkum dalam satu kesatuan budaya nasional tanpa meninggalkan budaya-budaya lokal. Dalam kesatuan tanah-air, bangsa, dan bahasa; Indonesia diperkenalkan kepada dunia melalui Indonesia Raya. Tetapi, lagu-lagu nasional Indonesia juga tidak sedikit yang bisa berfungsi sebagai pemersatu bangsa sekalipun bukan sebagai lagu kebangsaan, contohnya antara lain Berkibarlah Benderaku, Bangun Pemudi-Pemuda, Bagimu Negeri, Satu Nusa Satu Bangsa, Indonesia Pusaka, Hari Merdeka, Rayuan Pulau Kelapa, Mars Pancasila, Halo-Halo Bandung, dan Syukur.
Musik yang dikreasi untuk kepentingan promosi dagang kini banyak berkembang seiring dengan laju pertumbuhan iklan yang disiarkan melalui radio-radio siaran dan televisi-televisi swasta terutama di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Musik-musik iklan bisa saja dirancang oleh penciptanya secara baru, tetapi juga ada yang berbentuk penggalan lagu yang sudah ada, sudah populer, dan digemari segmen pasar yang dituju.
      Pada karya Ilmiah ini yang akan saya bahas yaitu mengenai alat gesek. Seperti yang kita ketahui bahwa alat gesek terdiri dari biola, biola alto, cello, dan kontra bass. Yang menjadi pembahasan saya dari sekian alat gesek di atas adalah Biola.



1.2.Rumusan masalah
Rumusan masalah pada karya ilmiah ini adalah sebagai berikut;
1.      Seperti apakah tinjauan Sejarah Biola?
2.      Seperti apa konstruksi dari Biola itu?
3.      Bagaimana Karakter Suara dan Register Biola?
4.      Bagaimana cara memegang,menyetem, dan menggesek Biola?

1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut;
1.      Sebagai persyaratan untuk mendapat nilai pada mata kuliah Wawasan Musik Nusantara..
2.      Sebagai penambah wawasan dalam Ilmu Musik terutama teori-teori Biola.
3.      Sebagai bahan bacaan bagi siapa saja yang membutuhkannya.

1.4. Rumusan Masalah
Makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu bab I yang berjudul Pendahuluan disini dijelaskan mulai dari latar belakang penulisan, manfaat penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika Penulisan. Kemudian bab II yang berjudul pembahasan, disini merupakan inti dari keseluruhan pembahasan. Semua pembahasan ditutup dengan bab III yang berjudul Penutup, yang mencantumkan kesimpulan dan saran.












B A B  II
PEMBAHASAN
‘BIOLA’

1.1.            Tinjauan sejarah Biola
Pada mulanya biola digunakan bersama instrumen musik lain untuk mengiringi tarian. Saat itu biola dianggap sebagai alat musik dari kalangan bawah namun kemudian menjadi instrumen solo selama abad ke-17. Biola berasal dari Italy pada sekitar tahun 1500-an. Instrumen gesek mungkin berasal dari instrumen-instrumen seperti Viele, fiedel, rebec, dan dari Lira da braccio pada masa Renaissans. Walaupun demikian tampaknya ada instrumen lain bernama Viol dengan enam dawai di Eropa, yang telah ada sebelum biola dan keberadaanya berdampingan dengan rebec dan keluarganya selama sekitar 200 tahun. Pada tahun 1600 an biola memperoleh penghargaan yang lebih baik setelah digunakan sebagai instrumen pengiring opera-opera Italia seperti Orfeo (1607) karya Claudio Monteverdi, dan melalui Raja Louis Perancis ke XIII yang membentuk kelompok pemusik, 24 violos du rei (‘’raja 24 biola’’) pada tahun 1626. Biola bekembang baik sepanjang jaman Barok (1600-1750) dalam karya-karya dari para pencipta seperti Arcangelo Corelli, Antonio Vivaldi, dan Giuseppe Tartini di Itali, Heinrich Biber, serta Georg Philipp Telemann dan Johann Sebastian bach di Jerman. Biola menjadi dasar dari alat musik solo concerto, concerto grosso, sonata, trio sonata, dan cocok sebagus yang digunakan dalam opera.
Biola.
Para pembuat biola pertama yang berasal dari Italia Utara di antaranya ialah Gasparo da Salo (1540-1609) dan Giovanni Maggini (1579-1630) dari Brescia, dan Andrea Amati dari Cremona. Pada abad ke-17 dan ke-18 telah ada bengkel pembuat biola di Italia, yaitu dari Antonio Stradivari dan Giuseppe Guarneri dari Cremona dan seorang orang Austria Jacob Stainer. Biola terdahulu berukuran lebih pendek; lehernya lebih tebal dan kurang membelok kebelakang dari permukaan biola; papan jari yang lebih pendek; kam-nya lebih datar; dan dawainya terbuat murni dari usus binatang. Busur biola yang pertama juga memiliki desain berbed dengan biola sekarang. Perubahan konstruktif yang mendasar, yang menghasilkan bunyi lebih keras, nyaring, dan nada yang lebih bagus, terjadi pada abad ke 18 dan 19. Pada pertengahan abad ke-18 biola adalah instrumen solo terpopuler di Eropa. Biola juga dijadikan alat musik pada orkestra, alat yang paling penting dimainkan era Barok dan Klasik(1750-1820); dan pada orkestra modern juga masih menjadi alat yang paling penting untuk dimainkan. Kelompok biola berkembang dengan jumlah lebih dari pemainnya yang dimainkan di ruang kecil terdiri dari dua biola, viola dan cello.

Yehudi Menuhin
Selama abad ke-19 pemain biola yang melegenda di seluruh Eropa, di antaranya ialah Giovanni Viotti dan Nicolo Paganini, Louis Sphor dan Joseph Joachim dari Jerman, Pablo de Sarasate dari Spanyol, dan Henri Vieuxtemps dan Eugene Ysaye dari Belgia. Pada abad ke 20 biola mencapai nilai artistik yang baru dan teknik yang tinggi di tangan para pemain biola Amerika, Isaac Stern dan Yehudi Menuhin, keturunan Austria Fritz Kreisler, keturunan Rusia Jascha Heifetz, Mischa Elman dan Nathan Milstein yang menjadi penduduk Amerika, biolis Hongaria Joseph Szigeti, dan David Oitsrakh dari Rusia. Di antara para pencipta tunggal dan para pencipta karya-karya untuk biola adalah Bach, Wolfgang Amadeus Mozart, dan Ludwig van Beethoven; di Austria ada Franz Schubert, Jerman diwakili oleh Johannes Brahms, Felix Mendelssohn, dan Robert Schumann, dan dari Rusia ialah Peter llyich Tchaikovsky di era yang penuh dengan keromantisan; Claude Debussy meakili Perancis, sedangkan untuk Austria ialah Arnold Schoenberg, dari Hungaria ialah Bela Bartok, dan Rusia diwakili oleh Igor Stravinsky pada abad ke 20.

2.2 Konstruksi Biola
Panjang biola normal (berukuran 4/4) mencapai 60 cm. Walaupun demikian ada juga yang lebih kecil, yaitu berukuran 3/4 dan 1/2 yang dapat dimainkan oleh pelajar yang masih muda. Biola adalah salah satu dari keluarga instrumen gesek yang lain yaitu, biola alto, cello dan kontrra bas. Di antara instrumen musik gesek, biola termasuk instrument yang memiliki titinada tertinggi. Busur penggesek (bow) biola terdiri dari tongkat, kurang lebih sepanjang 75 cm, dengan bulu-bulu kuda yang direntangkan di antara kedua ujung tongkat penggesek. Konstruksi yang terdapat pada seluruh keluarga instrument gesek pada dasarnya tidak berbeda dengan konstruksi biola. Walaupun demikian cello dan kontra bas memiliki tongkat penyanggah di bagian bawahnya (akan dijelaskan kemudian). Secara detail bagian-bagian biola meliputi: (lihat gambar )
a.      Table/ Belly (perut).
b.      Ribs, atau papan samping yang memisahkan di antara papan depan (table) dengan papan belakang.
c.       Neck, yaitu leher di antara bagian kepala (peg box) dan badan (table) biola. Peg box, kotak penala yang berada di bagian kepala.
d.       Scroll, hiasan ukir di ujung bagian kepala yang menyerupai gulungan kain.
e.       Tail, yaitu penambat ujung dawai-dawai di bagian bawah perut (table).
f.       Bridge, yaitu keping pembatas tegangan dawai-dawai yang berada di antara tail dan nut atau batas pada pangkal peg box.
g.      Fingerboard, yaitu bidang yang terdapat di bagian depan leher yang terbentang hingga kira-kira pertengahan belly.
h.      Lobang suara.

Pada bagian belly terdapat dua buah lubang suara berbentuk tanda dinamik Forte (¦ ). Biola mempunyai 4 dawai dengan diameter yang berbeda. Pada mulanya, dawai biola terbuat dari usus binatang, namun pada masa kini telah diganti oleh helaian kawat tipis dari baja. Untuk dawai-dawai berdiameter besar dilapisi oleh gulungan semacam perak. Dawai dengan diameter terbesar ditala untuk nada G (jarak interval 4 di bawah C).

Nada-nada Biola pada Posisi Dawai Lepas

Penomoran dawai biola mulai dari yang terbawah sehingga dawai ini biasa dawai ke-4 atau  G. Dawai ke-3 di bawahnya, ditala satu kwint lebih tinggi sehingga berbunyi D. Demikian selanjutnya, dua dawai lain di bawahnya ditala satu kwint ke atas yaitu nada A untuk dawai kedua dan nada E untuk dawai pertama. Dawai biola pada mulanya dibuat dari usus binatang. Guna menghasilkan bunyi yang nyaring dan kuat maka di jaman modern ini dawai dibuat dari baja dengan proses pembuatannya menggunakan teknologi canggih.
Bagian-bagian biola
Anatomi Biola.

2.3.             Karakter Suara dan Register Biola

Di antara karakteristik terbaik biola adalah bunyi yang mendesing dan bisa dimainkan dengan cepat, bisa dimainkan dengan baik sepertimelodi-melodi yang ada pada lirik lagu. Para pemain biola juga bisa menciptakan efek yang bagus dengan tekhnik berikut ini: dengan menggunakan jari tanpa stik, dengan memetik senar-senarnya; dengan mengulang satu nada yang sama atau dua nada yang sama dengan cepat, menggesek stik pada senar-senarnya dengan cepat;sul panticello, bermain dengan stik yang didekatkan dengan kamnya untuk menghasilkan bunyi yang ringan, suara seperti kaca; col legno, bermain dengan stik yang dari kayu; harmoni, dengan meletakkan jari-jari dari tangan kanan pada bagian-bagian tertentu dari senarnya untuk menghasilkan bunyi yang ringan, seperti bunyi seruling; dan glissando, gerakan luwes yang teratur dari jari tangan kiri ke atas dan kebawah senar untuk menghasilkan nada naik turun. Register biola adalah yang tertinggi di antara instrumen gesek, yaitu dari nada G (baca: g kecil) sampai C3 (baca: c tiga).

Wilayah nada instrumen Biola

2.4.             Cara Memainkan Biola
Biola dipegang secara horizontal, di bagian kiri bagian ujung belakang biola, di antara tulang selangkaan rahang bawah. Lengan kiri agak ditekan kearah leher, di antara ibu jari dan ruas jari yang panjang. Biola depegang dengan cara tersebut sehingga bagian badan biola menghadap ke arah penonton, dan secara khusus untuk mempermudah penggesekan. Jari-jari tangan kiri harus menekan senar dengan bentuk sedikit ke depan. Kecepatan jari-jari menekan dan melepaskan senar akan membedakan keselarasan suara (berhubungan dengan kejelasan vibrasi). Gerakan jari-jari tersebut tidak hanya secara vertikal tetapi juga secara menyeluruh sehingga saat memainkannya,baik dengan semua jari atau jari-jari yang berbeda, nada penuh atau separuh nada dapat dihasilkan. Untuk mengahsilkan akor didapat dengan menekan dua senar bersama-sama dan menggeseknya. Jari-jari tangan kiri diberi lambang nomor 1 sampai 4.Nomor. Nomor satu untuk jari telunjuk, 2 untuk jari tengah, 3 untuk jari manis,dan 4 untuk jari kelingking. Mengubah posisi penjarian dengan cepat dan halus merupakan kesulitan utama dalam bermain biola. Penguasaan teknik ini bergantung pada kekuatan dagu dan pundak, karena keduanya menekan bebas alat ini dan tangan dapat memindahkannya dengan mudah di sepanjang leher biola. Otot juga harus dapat digerakkan dengan mudah untuk menghindari permasalahan dalam gerakan-gerakan tubuh. Untuk nada-nada yang lebih tinggi kita juga harus mengubah letak tangan dan jari. Sela jari-jari untuk menghasilkan suara yang tergolong rendah-dalam hubungannya dengan bagian-bagian tubuh – berkaitan dengan posisi pertama (posisi permulaan, dekat nut) Perubahan posisi bermain pada suatu sisi untuk memperlua rentang suara dan karenanya membutuhkan teknik permainan yang murni; di sisi lain perubahan posisi bermain juga berperan penting dala pengungkapan ekspresi dan pada akhinya dapat diapresiasikan dari sudut pandang estetika. Nada-nada dalam satu frekuensi yang sama menghasilkan suara yang berbeda pada beracam-macam senar. Perubahan posisi berpengaruh pada warna suara. Pilihan penjarian dibutuhkan sebagai dasar dalam ekspresi teknik bermain bilola untuk menyajikan berbagai macam gambaran musikal. Sedikit gerakan yang berkesinambugan dengan perasaan, vibrato, memperkaya musik dengan sedikit modifikasi pada tinggi rendahnya nada; hal ini merupakan jenis ekspresi permainan biola.

2.5. Biola Alto
Hingga pada akhir tahun 1700an, biola alto atau viola, mempunyai sejarah yang sama dengan biola. Secara material viola sama dengan biola, tapi ukurannya lebih besar dan proposi-proporsinya lebih bervariasi. Rata-rata ukuran utuh panjang viola adalah di antara satu hingga empat inci lebih panjang dari biola, yaitu 16 inci atau 14 cm. Viola kecil untuk anak-anak, panjangnya hingga 12 inci atau 30 cm Titi nadanya berada satu kwint lebih rendah dari biola dan biasanya digunakan sebagai instrument harmoni, baik dalam ensemble gesek maupun orkes simponi. Biasanya ada 10 biola alto dalam orkestra. Biola alto umumnya memberikan kesan suram dan nada yang dalam sebagai efek yang membingkai kesedihan pada karakter lagu melankolis.
        Biola Alto
2.6. Wilayah nada biola alto
Seperti biola, viola dipegang dengan cara meletakan bagian belakang table di bawah dagu, dan bersandar di bahu. Biola alto berukuran sedikit lebih besar dan ditala juga ditala satu kwint dari satu dawai ke dawai secara menurun. Viola mempunyai kualitas nada yang lebih hangat dan gelap dibanding biola. Jangkauan wilayah nada Viola adalah dari nada C (baca: c kecil) sampai D2 (baca: d dua).
Wilayah Nada Instrumen Biola Alto

Dalam perjalanan sejarah pembuatannya penetapan ukuran viola melalui perjalanan yang tidak mudah. Berbagai eksperimen telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas suaranya. Di antara pembuat viola ialah Hermann Rutter’s dengan “viola alta”-nya. Pada saat itu ukuran viola buatannya adalah 18,9 inci atau 48 cm. Instrumen tersebut dirancang untuk opera-opera Richard Wagner. Viola model Tetis yang lebih lebar dengan ribs yang lebih dalam, yang dirancang untuk mencapai bunyi yang lebih baik, merupakan ukuran non standar. Eksperim enakustik viola memberikan kontribusi terhadap kualitas suara yang mendekati cello. Cara bermain viola ialah sama seperti bermain biola, namun ukuran fisik viola yang lebih besar dan berat dari biola memberikan konsekuensi teknis yang lebih sulit atau menantang. Terdapat bukti bahwa pemain biola yang bermain viola beberapa bulan, mengalami peningkatan teknis ketika kembali pada biola. Keempat dawai viola ditala dalam kwint. Penalaan ini benar-benar berada satu kwin di bawah biola, dan satu oktaf di atas cello. Dawai keempat ditala menjadi nada C, satu oktaf di bawah C tengah, sedangkan ketiga dawai berikutnya yang lebih rendah ditala lebih tinggi menjadi G, D, dan A. Ketiga nada selain C tersebut juga terdapat dalam biola. Walaupun ada tiga nada yang ditala sama dengan biola namun kualitas nada dan warna bunyinya berbeda


Peg Biola Alto
Sebagaimana halnya biola, viola juga ditala dengan 4 pasak (pegs) penala dalam pegs box dekat scroll, tempat melilitkan dawaidawai. Dengan mengencangkannya maka akan menaikkan nada dan dengan mengendorkannya maka akan menurunkan nada. Dawai A ditala pada 440 Hz sementara dawai-dawai lain ditala dalam interval fith murni. Penalaan dilakukan dengan menggesekkan bow atau biasa juga disebut bowing, pada dua dawai yang berurutan dalam interval kwint. Penalaan dapat juga dilakukan dengan mencocokkannya pada piano. Sebelum pertunjukan orkestra dimulai para pemain menala dengan metode bowing. Penalaan dipimpin oleh CM, dilakukan sebelum kondaktor masuk ke panggung. Kebanyakan viola maupun instrument gesek lainnya memiliki adjuster atau biasa juga disebut fine tuner, yang digunakan untuk memantapkan talaan. Alat ini dapat mengatur ketegangan dawai dengan memutar kenop kecil pada alat tersebut yasng terletak pada penambat ujung dawai-dawai yang lain di bagian bawah table, tepatnya pada tail piece. Penalaan dengan adjuster jauh lebih mudah daripada dengan tuning peg. Walaupun dapat digunakan pada keempat dawai viola, namun umumnya hanya digunakan untuk menala dawai A Walaupun talaan standar viola adalah C-G-D-A, kadang-kadang viola ditala secara berbeda baik dalam musik klasik maupun dalam musik rakyat. Cara seperti ini disebut scordatura. Mozart dalam Sinfonia Concertante for Violin, Viola and Orchestra dalam Es mayor, menulis part viola dalam D mayor dan meminta agar dawai-dawai viola dinaikkan satu semi tone. Tujuannya untuk untuk menghasilkan bunyi viola yang lebih cemerlang sehingga tidak tenggelam oleh instrument lain dalam ensambel. Lionel Tertis dalam transkripsi karya Elgar, Cello Concerto, menulis bagian lambatnya dengan menurunkan talaan Lionel Tertis, in his transcription of the Elgar cello dawai C menjadi Bes, agar viola dapat memainkan nada-nada dalam jarak satu oktaf lebih rendah. Dalam keadaan tertentu, dawai C dapat ditala hingga nada D. Pada orkestra-orkestra masa awal, bagian viola seringkali terbatas pada permainan harmoni dengan sedikit materi melodis. Ketika viola diberi bagian melodis dalam musik masa itu, seringkali disusun dalam unisono atau oktaf, pada dawai yang mana saja. Sebagai perkecualian adalah pada Brandenburg Concerto No. 6 dari J.S. Bach, yang menempatkan dua viola dalam peran melodic. Dalam naskahnya disebutkan bahwa karya tersebut adalah untuk 2 violas, 1 cello, 2 violas de gamba, dan continuo. Sebuah contoh karya sebelum abad ke-20 yang menampilkan part solo viola ialah Harold in Italy karya Hector Berlioz. Walaupun demikian peranan viola juga terdapat pada beberapa karya Barok dan Concerti Klasik, seperti dari Telemann yang menulis salah satu concerto viola paling awal, Franz Anton Hoffmeister dan Carl Stamitz. Viola memainkan peranan penting dalam musik kamar. Mozart berhasil membebaskan instrument ini dari perananan pada umumnya, dalam keenam karya kuintet geseknya yang merupakan beberapa di antara karya-karya adiluhungnya. Kuintet-kuintet tersebut menggunakan dua viola, yang membebaskan viola, khususnya yang pertama, untuk bagian-bagian solo dan meningkatkan berbagai variasi dan kekayaan suatu ensambel. Mozart jujga menulis viola untuk karya Simfonia Concertante yang melibatkan dua solois, viola mendapatkan peranan yang seimbang dengan biola. Dari karya-karya awal Johannes Brahms viola banyak ditampilkan. Publikasi karya musik kamarnya yang pertama yaitu sextet untuk instrument gesek, opus 18 berisi sejumlah bagian solo untuk biola pertama. Brahms juga menulis Two Song for Alto with Viola and Piano (Zwei Gesänge für eine Altstimme mit Bratsche und Pianoforte), Op. 91, "Gestillte Sehnsucht" atau "Satisfied Longing" atau "Geistliches Wiegenlied" atau "Spiritual Lullaby," sebagai hadiah untuk pemain biola terkenal Joseph Joachim dan istrinya, Amalie. Antonin Dvoák bermain viola, dan ia mengatakan bahwa instrument tersebut adalah favoritnya. Karya musik kamarnya kaya dengan bagian-bagian penting untuk viola. Komposer Czech yang lain, Bedrich Smetana, melibatkan part viola yang signifikan dalam kuartetnya, "From My Life"; kuartet tersebut mulai dengan suatu pernyataan impassioned yang dibawakan oleh viola. Felix Mendelssohn muda menulis sebuah sonata untuk viola dalam C minor yang sangat terkenal (tanpa nomor opus, tahun 1824). Karya ini memiliki keindahan melodi di antara karya-karya awalnya, namun cukup mengherankan bahwa karya ini sangat jarang dimainkan di gedung-gedung konser. Kadang-kadang viola memiliki peranan yang besar dalam musik orkestra, sebagaimana terdapat dalam Enigma Variations karya Edward Elgar, yang sering juga disebut “Ysobel”. Sementara repertoar viola cukup luas, jumlah karya yang ditulis oleh komposer abad ke-20 secara relatif masih sangat kecil. Dalam pengembangan instrumen ini tampaknya para pemain viola perlu membuat transktipsi dari instrumen lain. Terdorong oleh tuntutan spesialis sebagai pemain solo, misalnya Lionel Tertis, pada masa awal abad ke-20, lebih banyak komposer yang menulis untuk viola. Para komponis Inggris seperti Englishmen Arthur Bliss, York Bowen, Benjamin Dale, dan Ralph Vaughan Williams, menulis karya-karya musik kamar dan karya-karya konser untuk Tertis. William Walton, Bohuslav Martin dan Béla Bartók menulis karya-karya konserto untuk viola yang kemudian menjadi terkenal. Satu di antara beberapa komponis menulis cukup banyak musik untuk viola ialah Paul Hindemith. Ia sendiri adalah pemain viola yang sering tampil membawakan komposisi-komposisi premier karyanya sendiri. Sonata Debussy untuk Flute, Viola dan Harp, terinspirasi oleh banyaknya komposer yang menulis untuk kombinasi tersebut. Elliot Carter juga menulis cukup banyak karya untuk viola. Elegy, adalah salah satu karya terbaiknya untuk viola, kemudian ditranskrip untuk klarinet. Ernst Toch menulis sebuah Impromptu (opus 90b) untuk viola solo. Ernest Bloch, komposer America, kelahiran Swiss sangat terkenal dengan karyanya yang terinspirasi oleh musik Yahudi, menulis dua karya terkenal untuk viola yaitu Suite 1919 dan Suite Hebraique untuk viola solo dan orkestra. Rebecca Clarke adalah komposer abad ke-20 menulis cukup banyak karya untuk viola. Lionel Tertis mencatat bahwa Edward Elgar (yang salah satu konsertonya ditranskrip Tertis) dengan bagian lambat dalam scordatura), Alexander Glazunov (yang menulis Elegy, op. 44, untuk viola dan piano), dan Maurice Ravel, semuanya menjanjikan konserto untuk viola. Pada bagian akhir abad ke-20 sejumlah repertoar telah diproduksi untuk viola; Banyak komposer, termasuk Alfred Schnittke dan Krzysztof Penderecki, telah menulis konserto untuk viola.
Viola kadang-kadang digunakan dalam musik popular kontemporer, sering kali dalam aliran avant-garde. Kelompok musik yang sangat berpengaruh, Velvet Underground, terkenal dengan penggunaan viola, demikian juga pernah dilakukan oleh beberapa kelompok modern
seperti 10.000 Maniacs, Defiance, Ohio, The Funetics, dan sebagainya. Musik jazz tampaknya juga tertarik bekerjasama dengan violis, muslai dari penggunaan seksi gesek pada awal 1900an hingga sebuah kuartet penuh dan solois, terjadi dari tahun 1960an hingga kini Walaupun penggunaan biola dalam musik rakyat cukup sering, viola jarang digunakan oleh kebanyakan musisi folk di seluruh dunia. Penelitian mendalam tentang penggunaan viola dalam musik rakyat pernah dilakukan oleh Dr. Lindsay Aitkenhead. Para pemain dalam jenis musik ini ialah Cath James, David Lasserson, Eliza Carthy, Mary Ramsey, Ben Ivitsky, Gina Le Faux, Helen Bell, Jayne Coyle, Jim O'Neill, Jim Wainwright, Lindsay Aitkenhead, Mark Emerson, Miranda Rutter, Nancy Kerr, Pete Cooper dan Susan Heeley. Clarence "Gatemouth" Brown adalah eksponen viola yang paling prominen dalam genre blues.
Viola adalah instrumen pengiring yang populer dalam musik band folk berdawai Hinggaria Romania. Dalam musik tersebut tiga dawai viola ditala G-D’-A (nada A ditala stuy oktaf lebih rendah dari talaan standar). Bagian bridge diturunkan untuk menimbulkan efek khusus ketika memainkan akor dengan motif ritmik yang khas. Penggunaan semacam
ini biasa disebut kontra atau brácsa









B A B  III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ketika dilihat dari sejarah Biola itu sendiri, biola merupakan salah satu alat musik yang sejarahnya luar biasa. Karena alat musik yang sebenarnya berada pada kalangan bawa, kini menjadi alat musik yang sangat-sangat dibutuhkan terutama dalam pertunjukan orkestra. Biola mendapat penghargaan yang baik Pada tahun 1600 setelah  digunakan sebagai instrumen pengiring opera-opera Italia seperti Orfeo (1607) karya Claudio Monteverdi, dan melalui Raja Louis Perancis ke XIII yang membentuk kelompok pemusik, 24 violos du rei (‘’raja 24 biola’’) pada tahun 1626 dan bekembang baik sepanjang jaman Barok (1600-1750) dalam karya-karya dari beberapa pencipta di Jerman. Biolapun  menjadi dasar dari alat musik solo concerto, concerto grosso, sonata, trio sonata, dan cocok sebagus yang digunakan dalam opera. Ada begitu banyak intrumen gesek, tetapi dari semua alat gesek yang titinada tertinggi adalah Biola. Ukurannya pun ada bermacam-macam tergantung usia. Ini sangat membantu kepada siapa saja yang mau belajar, baik mulai dari anak-anak sampai pada tingkat dewasa. Dari pembuatannya Biola memiliki perubahan dari setiap masanya hingga bentuk yang sekarang ini dengan menggunakan teknologi canggih.
       Ada beberapa karakter bunyi dari biola tergantung teknik dari kita yang memainkannya.  Cara memainkannya pun harus melalui dari proses yang paling dasar yaitu; dari cara menjepit, menggesek, dan penempatan jari yang tepat. Intinya posisi tubuh juga saat berpengaruh saat memainkan. Otot harus dapat digerakkan dengan mudah untuk menghindari permasalahan dalam gerakan-gerakan tubuh.
Selain Biola, kita kenal juga yang namanya Biola Alto atau Viola. Biola Alto hamper memiliki sejarah,cara permainan yang sama dengan Biola, hanya saja dia lebih ke nuansa kesedihan. Serta ukurannya yang lebih besar dari Biola. Viola mempunyai kualitas nada yang lebih hangat dan gelap dibanding biola. Jangkauan wilayah nada Viola adalah dari nada C sampai D2. Terdapat bukti bahwa pemain biola yang bermain viola beberapa bulan, mengalami peningkatan teknis ketika kembali pada biola. Sebagaimana halnya biola, viola juga ditala dengan 4 pasak (pegs) penala dalam pegs box dekat scroll, tempat melilitkan dawaidawai. Dengan mengencangkannya maka akan menaikkan nada dan dengan mengendorkannya maka akan menurunkan nada. Dawai A ditala pada 440 Hz sementara dawai-dawai lain ditala dalam interval fith murni. Penalaan dilakukan dengan menggesekkan bow atau biasa juga disebut bowing, pada dua dawai yang berurutan dalam interval kwint. Untuk mencocokannya juga dapat dicocokan dengan piano.
Penggemar biola Alto ini pun begitu banyak, komposer-komposer yang selain pemain juga sebagai penulis. Mereka mengkaji Biola Alto ini dari yang tingkat sederhananya sampai ke tingkatanya yang cukup rumit. Salah satu penulis yang saya maksud disini adalah Mozart dalam Sinfonia Concertante for Violin, Viola and Orchestra dalam Es mayor, menulis part viola dalam D mayor dan meminta agar dawai-dawai viola dinaikkan satu semi tone. Tujuannya untuk untuk menghasilkan bunyi viola yang lebih cemerlang sehingga tidak tenggelam oleh instrument lain dalam ensambel. Lionel Tertis dalam transkripsi karya Elgar, Cello Concerto, menulis bagian lambatnya dengan menurunkan talaan Lionel Tertis, in his transcription of the Elgar cello dawai C menjadi Bes, agar viola dapat memainkan nada-nada dalam jarak satu oktaf lebih rendah. Dalam keadaan tertentu, dawai C dapat ditala hingga nada D. Pada orkestra-orkestra masa awal, bagian viola seringkali terbatas pada permainan harmoni dengan sedikit materi melodis. Ketika viola diberi bagian melodis dalam musik masa itu, seringkali disusun dalam unisono atau oktaf, pada dawai yang mana saja. Sebagai perkecualian adalah pada Brandenburg Concerto No. 6 dari J.S. Bach, yang menempatkan dua viola dalam peran melodic. Dalam naskahnya disebutkan bahwa karya tersebut adalah untuk 2 violas, 1 cello, 2 violas de gamba, dan continuo. Sebuah contoh karya sebelum abad ke-20 yang menampilkan part solo viola ialah Harold in Italy karya Hector Berlioz. Walaupun demikian peranan viola juga terdapat pada beberapa karya Barok dan Concerti Klasik, seperti dari Telemann yang menulis salah satu concerto viola paling awal, Franz Anton Hoffmeister dan Carl Stamitz.

 3.2. Saran
            Karya Ilmiah pada umumnya memiliki sasaran utamanya. Sasaran yang saya maksud disini yaitu kita sebagai pembaca. Karya Ilmiah akan sia-sia begitu saja jika dia hanya ada tanpa kita membacanya. Isi pembahasannya tentu memiliki atau telah menyampaikan gagasan-gagasan yang sangat berguna baik untuk saya sebagai penulis maupun bagi siapa saja yang membacanya. Maka dengan itu melalui karya Ilmiah ini saya perlu menyampaikan  beberapa saran;

*       Jadikan Musik sebagai bagian dari hidup kita, karena bagaimanapun musik sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia.
*       Jadikan karya Ilmiah ini sebagai penambah wawasan Musik kita terutama dalam wawasan alat musik Biola.
*       Kepada pembaca yang sudah membaca karya ilmiah ini untuk teruslah membaca dan mencari wawasan yang lainnya baik yang berkaitan dengan isi dari karya ilmiah ini maupun yang berkaitan dengan pengetahuan lainnya, karena Ilmu itu luas. Luasnya tanpa batas.























DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin Moh., dkk., 2008. Seni Musik Klasik jilid 1.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejurusan.