Kamis, 03 April 2014

DRAMATURGI 15-18


BAB 15
TATA BUNYI


Eksistensi seni teater bersifat aditif visual, yaitu bisa didengar dan bisa dilihat. Dalam hal ini drama radio memiliki kekhususannya karena hanya bersifat aditif saja.
      Efek bunyi dan musik yang membawakan suasana lakon telah lahir bersama dengan kelahiran teater itu sendiri. Sejak bunyi gendang manusia primitif hingga juga bunyi jalur suara dari film ini terakhir, unsur- unsur aditif ini telah memberikan sumbangan yang banyak demi tercintanya suasana kreatif nada lakon. Dan apabila kita perhatikan naskah-naskah cerita drama, baik yang kuno maupun yang baru, niscaya kita jumpai catatan petunjuk-petunjuk tata bunyi seperti misalnya bunyi musik perlahan-lahan, bunyi terompet yang keras, tembakan gencar, bunyi hujan diiringi guruh, suara azan sayup-sayup anjing menggonggong, secara tangis seorang bayi, dan masih banyak lagi contoh yang bisa kita temukan. Bunyi-bunyian itu mengiringi adegan sedih, suasana meriah, peristiwa cinta kasih, dan peristiwa kejutan yang mengerikan di dalam lakon.
      Harus diingat bahwa bunyi-bunyian itu bertujuan untuk menghidupkan secara kreatif suasana lakon, tidak sebaliknya. Banyak sekali kita melihat . latar belakang musik ada sebuah pementasan dipilih disusun tanpa mempelajari tema naskah. tanpa pengetahuan elementer perihal musik dan dibunyikan pada momen-momen yang kurang tepat atau terlalu keras.
      Dengan kemajuan teknik yang kini dicapai orang, di pasaran bebas kita bisa mencari dan membeli efek-efek bunyi yang telah berbentuk piringan hitam ataupun rekaman pita kaset. Meskipun demikian, di bawah akan dijelaskan cara-cara sederhana membuat efek bunyi.



Tentang istilah
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemakaian istilah asing sebagai pedoman dalam praktek tata bunyi teater, di bawah dikemukakan beberapa istilah dalam bahasa kita sebagai berikut:

bunyi                         =  sound
suara                          = voice
derau                         =  noise
nada                           = tone
dengung                     =  hume

Suara
Suara adalah bunyi yang berasa1 dan makhluk hidup, seperti manusia dan binatang. Suara orang adalah media manusia untuk mengekspresikan bahasa agar dapat dipahami orang lain. Suara itu bisa menghidupkan bahasa, tetapi sebaliknya juga bisa menjadikan bahasa itu justru tak dipahami orang lain. Untuk memberi petunjuk praktis atas suasana hati manusia seperti marah. riang. susah dan sebagainya, maka kita mengartikan istilah di bawah ini sebagai berikut:
Texture                   =        kualitas suara yang dapat dirasakan senang.            kasar, lancar dan sebagainya.
intonation               =        tinggi-rendahnya suara pada saat berbicara.
Stress   =                 tekanan suara pada kata-kata yang penting.
  Mood   =              perasaan suara yang menggambarkan keadaan girang, susah, marah. dan sebagainya.
  Pacing =              pengucapan beberapa kata lebih cepat atau lebih lambat dan kata-kata yang lain.
  Accent                 =        tekanan pada suatu bagian kata atau suku kata

Istilah tersebut di atas sangat diperlukan dalam menanggapi petunjuk-petunjuk pada dialog sehingga mampu mengekspresikan watak pelaku.
      Apabila kita bertugas mengiringi sebuah lakon, kita harus memperhatikan tiga masalah yang merupakan bahan-bahan yang arus digarap, yaitu:
dialog - efek bunyi - musik
      Ketiga-tiganya bisa kita pergunakan bersama-sama, kadang-kadang .hanya dua bersama-sama, atau hanya satu saja. Untuk ini kita bisa memperhatikan agar volume ketiga bahan itu bisa diatur lengan tepat, artinya volume apa yang harus dikeraskan atau perlahan. Di sini volume berfungsi seperti spotlight, yaitu apa yang diutamakan pada adegan mendapat sorotan lebih, dan sebaliknya.

Efek bunyi:
Tiap-tiap efek bunyi membantu penonton lebih membayangkan apa yang terjadi di dalam lakon. Karena itu, penggunaan etek ini harus sesuai dengan tujuannya.
contoh beberapa macam efek bunyi dan cara membuatnya:
1)   Bunyi pintu: Umumnya bila pintu yang dibuka-ditutup akan kedengaran bunyi gerendel dan benturan daun pintu. Kita buat pintu dalam kotak kecil yang dilengkapi dengar gerendel. Jika ini ditempatkan di dekat mikrofon, akan menyerupai bunyi yang sesungguhnya.

2)   Bunyi jam: Ambillah sebuah jam yang bunyinya keras. Jika tak ada, gunakan kotak dari logam. Dengan pulpen atau alat keras yang digerakkan ke kiri dan kanan akan dihasilkan Bunyi seperti halilintar.

3)   Bunyi halilintar: Ambillah seng, jatuhkan atau pukullah sehingga berbunyi seperti halilintar.

4)   Bunyi tembakan: Pecahkan sebuah balon karet, atau barang keras lainnya yang di pukul. Dengarkan lewat mikrofon, pilih mana yang mirip dengan bunyi tembakan.

5)   Bunyi kapal terbang: Yang paling baik ialah merekam bunyi di lapangan terbang. Atau lipatlah kertas, letakkan di dekat kipas angin listrik. Bila mikrofon didekatkan pada lipatan kertas, di perbanyak atau dikurangi, suara ini mirip pada terbang baling-baling.

6)   Bunyi kebakaran dan hujan: Kertas selofan digosok-gosok atau diremas-remas di dekat mikrofon.

Masih banyak contoh dan cara pembuatannya ini hanya sebagai saja. Jika kita banyak bereksperimen dalam pembuatannya, kita mungkin akan menemukan bunyi-bunyi lain yang tidak kita duga sebelumnya.

Musik
Musik mempunyai peranan dalam teater. Dengan diperdengarkannya musik, penonton akan bertambah daya dan pengaruh imajinasinya. Musik yang baik dan tepat bisa membantu aktor membawakan warna dan emosi peranannya dalam adegan. Dalam pada itu, sutradara hendaklah memilih momen-momen ketika justru musik itu ditiadakan, karena dalam sementara nakal dramatik ada jenis adegan yang justru harus sepi dari segala macam efek bunyi.
      Musik juga dapat dipakai sebagai awal dan penutup adegan, sebagai jembatan antara adegan yang satu dengan yang lainnya.
      Dalam mempergunakan musik ini hendaklah kita berpedoman untuk memilih satu jenis tema musik saja. Jika pada permulaan memakai musik daerah, gunakan musik daerah untuk seluruh lakon, jangan dicampur dengan musik barat atau asing lainnya, kecuali jika dalam suatu adegan memang diperlukan musik Barat. Cara lain menyusun musik ialah dengan merangkai “variasi dalam kesatuan”, yaitu merangkaikan berbagai musik atau lagu dengan kesamaan gaya dan dengan memperhitungkan asal musiknya sehingga hasil rangkaian itu tidak sedemikian menyolok pergantiannya.

Akustik ruangan
Arsitektur gedung atau tempat teater kuno menunjukkan bahwa orang ketika itu telah memikirkan dan berusaha agar pentas dan tempat penonton memenuhi syarat-syarat akustik pendengaran. Tempat memainkan lakon di alam terbuka, tempat penontonnya dibuat bertingkat-tingkat hingga kita mendapatkan suatu amhpibitheater yang berada lebih tinggi dan ruang perlakonan. Konstruksi begini akan menahan bunyi dan suara yang datang dari uang pelakuan sehingga memiliki daya pantul ke arah telinga penonton. Demikian pula sering kita lihat bahwa di depan pentas dibuat sebuah kolam air dengan akibat adanya daya pantul dari air atas bunyi dan suara. Di dalam gedung-gedung teater yang tertutup, konstruksinya dirancang sehingga memungkinkan suara aktor sampai ke seluruh daerah ruang penonton tanpa digunakannya alat-alat pengeras suara seperti sekarang. Tentu saja segala sarana itu bisa dicapai karena terdapatnya teknik berbicara, teknik berdialog para aktor yang demikian baiknya.
      Masa kini, ketika kita telah memiliki alat-alat bunyi elektronika yang sempurna, sering membuat para aktor justru kurang memiliki suara alamiah yang terlatih baik karena secara tidak sadar mereka sangat menggantungkan diri pada kehadiran sound system yang kompleks itu.

Auditorium yang memenuhi syarat
Ruang teater yang baik ialah yang dibangun sedemikian rupa sehingga bunyi yang timbul di pentas bisa dengan mudah terdengar di segala tempat penonton. hal ini bergantung pada jarak waktu timbul bunyi secara lestari di dalam ruangan istilah teknisnya ialah revorberationperiod atau periode bergema. Sebagai suatu percobaan kita membuat suatu pukulan keras pada suatu benda, bisa juga suatu tembakan pistol, kemudian kita hitung dengan stop watch jarak antara terjadinya bunyi dan terdengarnya bunyi. Apabila periode bergemanya lama, maka ruang tersebut tidak baik akustiknya. Hal yang demikian akan terjadi apabila pada ruangan di balik dinding auditorium terdapat ruangan kosong yang banyak atau apabila langit-langit gedung dari lantai disusun paralel secara lengkap. Konstruksi begini memantulkan gelombang bunyi serta memperpanjang bunyi sehingga mereka tindih-menindih dan memotong satu dengan lainnya sehingga mengakibatkan bunyi-bunyi yang kabur. Sebaliknya, sebuah periode bergema yang terlalu pendek menjadikan akustiknya menjadi tak baik. Periode bergema yang ideal adalah satu seperempat hingga satu setengah detik.
Tugas arsitek adalah mengusahakan adanya jaminan kesempurnaan kemampuan dengar (audibility) dari pertunjukan, sementara itu juga melindungi penonton dari bunyi-bunyi yang tidak dingini kehadirannya (noise) seperti suara kendaraan bermotor, tapak kaki, bunyi bel telepon, kipas angin, angkut-mengangkut peralatan pentas, pendeknya suara dan bunyi yang sebenarnya tidak termasuk ke dalam acara tontonan. Dalam pada itu, harus kita perhitungkan pula tentang ruangan dalam keadaan belum ada penonton, misalnya pada waktu kita mengadakan latihan di tempat yang akan kita gunakan untuk memainkan lakon kelak, dan di dalam ruangan yang sama pada pertunjukan itu digunakan orkes musik atau gamelan. Ilmu akustik arsitektur adalah baru, terutama apabila ilmu ini dijuruskan ke arah teater dengan segala masalah tata bunyinya yang unik. Karenanya, banyak pula arsitek yang memakai prosedur kerja, build in first and fixed t later, artinya mereka menambahkan di sana-sini, setelah gedungnya jadi dengan bahan atau perubahan kecil-kecil untuk menghilangkan gena. Dan tidak akan ada gedung teater yang memenuhi syarat-syarat akustik yang baik dengan cara kerja demikian itu.

Keseimbangan bunyi
Yang dimaksud dengan keseimbangan bunyi adalah teraturnya beraneka bunyi yang ditimbalkan dalam suatu lakon teater sehingga tidak akan merupakan suatu gangguan dari macam bunyi yang timbul terhadap yang ainnya. Hal ini bisa tercapai apabila kita menyiapkan segala sarana bunyi dengan saksama.

Terjadinya bunyi
Dengan sederhana bisa dijelaskan bahwa sensasi bunyi terjadi apabila getaran sumber bunyi itu melewati udara yang turut bergetar dari memproduksi getaran lebih lanjut hingga ke telinga kita. Selaput telinga menjadi bergetar dengan irama yang sama, dan menyampaikannya kepada urat syaraf yang membawa getaran itu ke otak. Otak ini memungkinkan kita sadar mendengar.
      Dengan sarana-sarana elektronika, bunyi mengalami perjalanan proses sebagai berikut: Getaran mekanis suara manusia diubah oleh mikrofon menjadi getaran elektronis yang kemudian dikuatkan oleh amplifier ke arah pengeras suara (loadspeaker): dan akhirnya telinga manusia menerima getaran bunyi itu sebagai suatu getaran mekanis kembali.
      Mikrofon adalah alat teknik pertama yang menerima secara langsung suara aktor, bunyi musik, dan lain-lain efek.
      Bunyi dapat seimbang apabila diperhatikan benar letak mikrofon sehingga tidak terjadi bunyi yang sangat menonjol. Bunyi musik hendaklah harmonis, karena itu hendaklah diusahakan jangan sampai ada sumber bunyi lainnya, bahkan dialog aktor sampai-sampai tidak terdengar. Efek bunyi lainnya hendaklah dijauhkan letaknya dari mikrofon, apabila jika efek itu keras bunyinya.
      Digunakan soundsystem pada pentas teater berakibat pula adanya kesukaran yang timbul apabila tidak kita perhitungkan lebih dulu. Ketokan pintu yang seharusnya kedengaran dari pintu yang seharusnya  kedengaran dari pintu sebelah kiri, di dengar penonton dari tengah pentas, tetapi dialognya ,jauh kedengaran karena letak mikrofon, apabila jika efek itu kertas itu berdialog.
      Masih banyak peristiwa kesalahan teknis tata letak mikrofon yang kita lihat, yang sering pula memberikan tertawa di pihak penonton. Untuk mengurangi kesalahan-kesalahan semacam itu, di bawah ini dikemukakan beberapa macam mikrofon serta istilah-istilah yang menunjukkan tempat kedudukan aktor sehubungan dengan tata letak mikrofon.
1)   Mikrofon omni atau nondirectional
      Dapat dipergunakan dan segala penjuru; hasilnya sama saja.

2)   Mikrofon bidirectional
Baik dipergunakan dari sebelah depan dan belakang. Bila berbicara dari sisi kanan atau kiri, hasilnya tak begitu memuaskan.

3)   Mikrofon unfdirectional
Baik dipergunakan dari sebelah depan saja. Apabila berbicara dari sebelah belakang, sisi kanan, sisi kiri, maka bunyi yang diserapkannya adalah bunyi yang telah dipantulkan oleh dinding ruangan.

4)   Mikrofon meja dan atau lantai
      bentuknya kecil, khususnya ditempatkan pada meja atau lantai.

5)   Mikrofon lapel
Dikaitkan pada baju, dikalungkan di leher, sehingga tidak mudah terlihat oleh penonton.

6)   Mikrofon boom
Dilengkapi dengan batang panjang, bisa diatur, mendekat atau menjauh dari aktor.
     
Microphone presence
      Maksud istilah ini ialah perasaan jauh dekatnya suara itu dapat didengar penonton. Hal ini penting bagi aktor. Perubahan suara pada waktu aktor menjauhkan diri dari mikrofon sama dengan perubahan suara orang jika menjauhkan diri dari telinga kita. Perbedaan lain antara mikrofon dari telinga ialah jika orang berada dalam jarak kira-kira 2 meter dari mikrofon, dalam pendengaran telinga seperti apabila ia berada sejauh kira-kira 8 meter.
Sehubungan dengan ini, maka kita mengenal istilah-istilah:
      a.   Off microphone, disingkat offmike
Apabila aktor berbuat atau berbicara pada jarak lebih jauh daripada semestinya.
Efeknya: aktor berada di tempat/di ruang lain.
     
      b. 0n microphone, disingkat onmike:
Apabila aktor berbuat/berbicara pada jarak yang semestinya.
Efeknya: aktor berada hanya beberapa meter dari kita.

      c. Coming onmike
Apabila aktor dari jarak jauh mendekati mikrofon.
Efeknya: aktor datang mendekati.

      d.Going offmike:
Kembali dan coming onmike

Gema atau bunyi pantulan
      Dalam ruangan yang sangat luas atau di dalam ruang yang berinding keras bisa timbul banyak bunyi pantulan atau gema. Inid bisa diatasi dengan mendekatkan mikrofon pada aktor atau alat-alat musik yang sedang digunakan. Alat musik elektronis sering perlengkapi dengan alat untuk memperoleh gema. Orang mendi latah, menggunakan alat ini untuk suara manusia. Efek yang dihasilkan mungkin kedengarannya “menggaya”, tetapi hal begini sebenarnya merupakan kesalahan teknis dialog, kecuali jika memang disengaja untuk memperdengarkan suara khayali.
Ruangan yang diperlengkapi dengan bahan-bahan antigen, seperti gorden yang tebal, akan mengurangi bunyi gema karena bahan-bahan itu dapat menyerap bunyi.
Ruangan disebut “mati” jika ruangan itu tidak banyak menimbulkan gema dan disebut “hidu” jika ruangan itu berdinding embok, atau semen, atau bahan yang keras sehingga menimbulkan gema.

BAB 16
ILMIAH TEATER


Untuk memperoleh gambaran tentang ruang lingkup pembahasan teater sebagai ilmu akan dikemukakan beberapa data mengenai tumbuh dan berkembangnya eksistensi teater pada lembaga-lembaga pendidikan tertentu. yang secara khusus menggarapnya sebagai suatu bahan studi.

1    Pengetahuan teater memilih teater dengan segala bentuk serta gejala yang timbul sebagai objek studinya.
2.   Seni teater adalah suatu bentuk seni yang terwujud dengan menggunakan tubuh manusia sebagai salah satu bahannya.
3.   Seni teater memperoleh dasar idenya atas kehendak manusiawi yang berwujud permainan dan peniruan.
4.   Teater hendaklah diartikan dengan luas: Drama yang berdialog, dinyanyikan, revue, variete, sirkus, drama radio dan televisi, lakon film, happening, .permainan boneka, tari wayang, mime dan pantomim. Semua itu adalah bentuk-bentuk teatrikal dan merupakan bahan-bahan penyelidikan.
5.   Empat faktor yang menentukan suatu pergelaran seni teater ialah:
      a.   sebuah ketentuan yang bisa digelarkan, sebuah ide, naskah;
      b.   aktor
      c.   ruang perlakonan, entas;
      d.   penonton.
      Penjelasan:
      a.   Bisa berbentuk suatu karya literer, bisa juga berwujud suatu naskah yang mencatat jalinan kejadian dari suatu improvisasi tarian, balet, libretto, dan sebagainya.
      b.   Selain aktor termasuk juga sutradara, penata dekorasi, rias dan pakaian, penata sinar dan bunyi, serta lain-lain petugas yang dengan kerja kolektif memungkinkan terselenggaranya suatu lakon.
      c.   Pentas serta sarana-sarana akomodasi gedung pertunjukan.
      d.   Kehadiran penonton memungkinkan tercapainya komunikasi timba1-balik sehingga pertunjukan teatrikal bisa tercapai.

Apabila tidak ada pengetahuan teater, maka tidak akan ada suatu fenomena menarik seperti commedia dell’Arte dengan implikasi dan konsekuensi-konsekuensinya untuk memperoleh objek studi.

Seorang yang dengan tekunnya mempelajari dan menyelidiki teater da1ah juga seorang historikus.

Istilah Jerman Theater Jissenschaft telah dipopulerkan pada permulaan abad ke-20 oleh Artur Kutscher.

Pada Universitas Amstedam digunakan istilah dramatrgie dan  “sejarah seni drama” (dari dramatic art) untuk pengetahuan drama. Balthaser Verhagen dan W. Ph Pos adalah dosen-dosen dalam pengetahuan komposisi dramatik.

Data-data kegiatan pada perguruan-perguruan tinggi di Nederland 50 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

-     Pada tahun 1918 J.L Waich diangkat sebagai dosen luar biasa dalam mata kuliah sejarah drama dan teater di Leiden.
-     Pada tahun 1924-1939 Balthazar Verhagen bertugas sebagai dosen luar biasa dalam mata kuliah dramaturgi di Universitas Amsterdam.
-     Universitas Negeri Utrecht pada tahun 1919 telah memberikan gelar doctor honoris cause kepada aktor sutradara Willem Royaards dalam ilmu sastra.
-     Mulai tahun 1966 W.Ph. Pos memberikan kuliah drama di Universitas Leiden.

11. Mata kuliah teater diberikan juga pada perguruan-perguruan tinggi di Jerman. Austria. Prancis, inggris. Denmark, Swedia dan Amerika Serikat. Federation International pour Ia Recherche Theatrale di Prancis membentuk suatu panitia Khusus yang memberikan kuliah pada lembaga-lembaga pengetahuan di negara-negara lain.

12. Ilmiah teater menciptakan dua daerah pokok subjek, yaitu dramatologi dan teatrologi.

13. Dramatologi. adalah istilah lain yang digunakan untuk dramaturgi. Bidang penyelidikannya meliputi sebuah ketentuan yang bisa digelarkan (lihat ad; 5a) sebagai suatu hasil seni yang diperuntukkan bagi pertunjukan teater. Pembahasannya terutama adalah usaha komposisi dan anasir akibat-akibatnya yang menghimpunnya. Apabila anasir yang dimaksud merupakan masalah karya sastra, maka dramatologi dekat pada daerah pengetahuan teratur umum dan sejarah sastra, baik sastra nasional maupun sastra perbandingan. Pelanggaran daerah satu ke daerah lainnya sering tidak dapat dielakkan dan sangat berguna, asalkan seorang dramatologi sadar bahwa dia terutama menggarap problem karya seni teater, dan bukannya literatur teater.

14. Metode pembagian ilmiah dramatologi menjadi: teoretis sistematis dan historis, keduanya tak bisa dipisahkan.

15. Teatrologi menyelidiki aspek-aspek pergelaran teater sehubungan dengar aktor - pentas - penonton. Bisa juga digunakan metode teoretis - sistematis dan historis, yaitu misalnya:
      a.   menelaah asal teater,
      b.   memperkembangkan arsitektur gedung pertunjukan,
      c.   cara mekanisasi pentas,
      d.   prestasi aktor dan sutradara,
e.   interpretasi naskah,
f.    masalah penonton,
g.   peranan pihak yang berkuasa (pemerintah),
h.   problem sosial-kultural di teater.
16. Seorang teatrologi akan melibatkan usaha dari historikus, tnolog, psicolog, sosiolog, arkeolog, musikolog, dan seniman. Sebaliknya, mereka, yang disebut belakangan itu bisa memperoleh bantuan dan teatrologi Segala ilmu pengetahuan digunakan sebagai ilmu pengetahuan pembantu.

17. Pengetahuan teater berkembang sistematis dan rapi di dunia internasional. Sarana-sarananya meliputi:
      a.   Penerbitan majalah: Recherches Theatrales, Maske und Kothurn, The Tulane Drama Review, Revu d’Histoire du Theatre, Toned theatraal, dan sebagainya.
     
      b.   Kongres-kongres internasional:
Secara periodik diadakan dengan sponsor pemerintah setempat, organisasi internasional, dan usaha-usaha swasta.
      c.   Publikasi-publikasi ilmiah: Selama tahun 1954-1962 telah selesai diterbitkan sebuah erisiklopedi teater di Roma dalam 9 jilid yang berjudul Ericiclopedia delle Spettacolo. Tokoh-tokoh teater secara perseorangan dengan sinambung menerbitkan karangan-karangan ilmiahnya.
18. Seni berperan bersifat transitoris (Lessing). Lakon terjadi selama waktu terangkatnya tirai dengan (Hunningher). Nilai momen pergelaran lakon tidak dapat terulang. Fakta tersebut adalah unik. Gejala itu merupakan lambang kehidupan.

19. Seorang teatrologi dihadapkan pada suatu problem metodik yang serupa dengan seorang historiku. Sumber-sumber penggeliannya diperoleh dari lukisan-lukisan, publikasi-publikasi manusia yang mengalaminya, indikasi-indikasi pada naskah. dokumentasi rekaman bunyi, film, televisi (video tape recording), dan foto.

20. Suatu rekonstruksi lengkap dan tak tergugat dan wujud pergelaran teater dari zaman yang telah lampau secara total adalah sesuatu yang tidak mungkin. Seorang teatrolog harus menerima kenyataan ini. Seorang historikus sadar bahwa masa lampau tak mungkin direkonstruksi secara keseluruhan. Justru keyakinan inilah yang memberikan rangsang baginya untuk menyelidikinya hingga mengerti.

21. Teater adalah gambaran dari sesuatu masa. Mengetahui masa lampau teater berarti mengetahui keadaan masa itu secara Keseluruhan. Hasil riset dan pengetahuan ini memberi suatu pengertian yang lebih baik atas kemanusiaan masa kini.

22. Sebuah lembaga untuk pengetahuan teater bukanlah. sebuah museum teater atau sebuah sekolah teater, bukan pula sebuah pusat penerangan teater. Lembaga semacam itu merupakan suatu lembaga pendidikan bagi calon-calon ilmuwan teater, sekaligus merupakan sebuah lembaga riset.

23. Jika seorang musikolog harus paham menggunakan alat-alat musik, seorang teatrolog harus pula menguasai kerja aktor dan sutradara teater. Pada lembaga pendidikan itu diberikan kesempatan praktek secara garis besar.

24. Kedudukan sosial seorang dramatur sangat kompleks. Dia bisa menjadi penasihat artistik dari seorang direksi usaha teater. Bisa juga berkedudukan sebagai staf ahli pada studio film, radio, dan televisi.

25. Seorang kritikus teater adalah pertama-tama seorang wartawan yang bidang keahliannya meliputi problem teater. Sasaran analisis kritiknya tidak hanya ditujukan kepada naskah saja, tetapi juga kepada prestasi-prestasi aktor, sutradara. dan lain-lain pembantu pelaksana pergelaran lakon.

      Dalam memberikan suatu resensi teater hendaklah dibaca dan dipahami dulu naskahnya sebelum melihat pergelaran lakonnya. Caranya selanjutnya bisa demikian:
a.   Dibuat dulu resensi cerita berdasarkan naskah,
h.   Menyaksikan lakon,
c.   Menyusun analisis prestasi pergelaran,
d.   Dibuat resensi kesimpulan.

26. Seorang sarjana pengetahuan teater bisa berkedudukan sebagai karyawan instansi kesenian/kebudayaan pemerintah, pengajar sejarah drama atau teater pada sebuah sekolah teater, dosen pada lembaga perguruan tinggi yang memiliki mata kuliah teater.

27. Pada Universitas Amsterdam dan Utrecht terdapat kesempatan menempuh ujian doktoral ilmu teater atas dasar telah lulus ujian kandidat pada fakultas sastra (bahasa-bahasa klasik, nasional, modern, sejarah, dan sebagainya).
28. Pelajaran dramaturgi telah dimasukkan pada sementara sekolah dasar hingga menengah sebagai suatu usaha apresiasi untuk perkembangan pribadi anak.

29. Jenis mata kuliah yang diberikan pada Universitas Utrecht untuk pengetahuan teater meliputi.
      a.   Capita selecte sejarah drama, tonel. dan balet;
      b.   Pengetahuan komposisi dramatik
c.   Kritik teater;
d.   Drama radio dan televisi;
e.   Hukum dan pengaturan drama:
f.    Sarana-sarana studi ilmu teater;
g.   Tugas sutradara, suatu pengantar.

20. Problem-problem teater yang dibahas dalam enam tahun terakhir meliputi:
a.   Ibsen, Sartre, Brecht;
b.   Satu setengah dramaturgi. dari Kleist hingga Albee (2 tahun kuliah),
c.   Bentuk-bentuk teater Abad pertengahan. Renaissance. Barok (2 tahun kuliah).
d.   Commedia dell ‘Arte,
e.   Sejarah balet istana.
f,    Bentuk teater abad ke-19 dan ke-20 (2 tahun kuliah),
g.   Repertoar teater masa kini,
h.   Studi perkembangan tentang fragmen-fragmen lakon dengan menggunakan rekaman.
      i.    Analisis atas naskah dengan mengingat karakteristik naskah literer drama.

31. Lembaga-1embag pendidikan teater mengambil manfaat dari kehadiran seniman, ahli, dosen tamu untuk turut serta menyumbangkan pikirannya secara ilmiah.

32. Bagi seorang mahasiswa yang memperoleh spesialisasi pengetahuan teater ialah bahwa dia menerima kuliah tentang masalah yang sebenarnya tidak menyangkut stadium pokoknya.
Seorang anlist tekun menyelidiki masalah Shakespeare, dia tidak banyak mengetahui tentang Strindberg, Pirandeho, terkecuali apabila dia memilih bahasa-bahasa Swedia dan Italia sebagai vak tambahan. Tetapi, jika dia menerima kuliah perihal teater, kerja tokoh-tokoh tersebut merupakan suatu bahar. pengetahuannya yang bisa bermanfaat baginya.

33. Pembahasan lebih lanjut perihal ilmu teater sebagai disiplin universitas bisa diketahui dari literatur-literatur:
a.   Kutschcr, A., Grundriss der Theaterwissenschaft, Munchen, 1949
b.   Niessen, C., Handbuch der Theaterwissenschaft, Band I, Ensdetten, 1949
      c.   Knudsea, H., Theaterwissenschaft Worden und Wertung einer Universiditsdisziplin, Berlin, 1950
d.   James, D.G., The Unversities and the Theatre, London, 1952
e.   Leeuwe de, H.H.J,, De Wetenschap van Toneel, Amster dam, 1957

34. Bahwa dalam dunia teater secara berulang kali terdapat apa yang disebut “:krisis teater adalah suatu gejala faktual.

35. Adanya krisis teater itu bukanlah menjadi suatu alasan untuk mendirikan suatu usaha Pendidikan drama/teater. Sebagai salah satu usaha membantu mengatasi impasse yang lampau, hendaklah para pengarang muda diberi kesempatan untuk mengadakan eksperimen-eksperimen. Seniman sejati senantiasa mengadakan eksperimen-eksperimen , baik krisis itu ada maupun tidak.

36. Tokoh-tokoh pembaharuan dan eksperimen: Antoine, Stanislavski, Lugne Poe, Gordon Craig, Meycrhold, Taitoff, Yerzy Grotowski, Ludwik Faszen.

37. Pemerintah suatu negara seyoganya memberikan bantuan finansial kepada kegiatan teater setempat.

Sejarah menunjukkan bahwa sejak teater Yunani kuno, pemerintah menjadi sponsornya. Pemberian subsidi, betapa pun kelihatannya, asal bisa dimanfaatkan oleh yang berkepentingan. bukanlah suatu pengeluaran yang sia-sia.

BAB 17
KREATIVITAS

A. FENOMENA IMITATIF DAN KREATIF DALAN SENI TEATER

1.   Kreatif
Kata ini memang sering disalahgunakan. Tidak jarang pula pengertiannya dikacaukan dengan kata “Produktif”.
      Sebelum kita merumuskan suatu kesimpulan tentang apakah yang disebut  kreatif itu, lebih baik terlebih dulu kita memeriksa beberapa kenyataan
      Jika seorang pelukis menciptakan sebuah lukisan, maka nama kemah lukisan itu suatu hasil daya kreatif. Lain, karena lukisan itu sangat baik, maka dibuatlah tiruan atas lukisan itu dengan mempergunakan alat teknik yang modern, misalnya dilipatgandakan dengan alat pemotret. Hasil-hasil yang berlipat gandakan itu bukanlah suatu hasil daya kreatif, melainkan hasil daya produktif.
      Jadi suatu pekerjaan kreatif adalah pekerjaan yang dilakukan sekali saja sehingga mempunyai momen; artinya, apabila kesenian sebagai suatu pekerja kreatif telah diciptakan pada suatu ketika, kesenian tersebut tidak dapat diciptakan kembali karena momennya sudah lain, situasinya sudah berubah pula karena manusia hidup di tengah-tengah waktu dan keadaan yang sangat dinamis. Sebaliknya, pekerjaan daya produktif adalah pekerjaan yang dilakukan berkali-kali sehingga tidak mempunyai momen; artinya, apabila reproduksi kesenian sebagai suatu pekerjaan produktif telah diselesaikan pada suatu ketika, reproduksi tersebut dapat dilakukan kembali. Hasilnya akan sama karena tidak ada perbedaan moment. Dan karena momen itu sifatnya berbeda dengan momen lainnya, maka sesuatu yang tidak ada perbedaan momennya berarti sama saja dengan tidak mempunyai momen.
      Apakah syaratnya supaya suatu pekerjaan itu mempunyai momen? Dengan perkataan lain, apakah syaratnya supaya pekerjaan itu bersifat kreatif? Syaratnya ialah bahwa orang yang menyalahkan daya kreatif itu seluruh tindak-tanduknya adalah pancaran kepribadian yang sekuat-kuatnya dan tidak memperhitungkan keuntungan lahiriah.

2.   Perbedaan antara manusia kreatif dan manusia nonkreatif.
Perbedaan ini dapatlah kita perbandingkan dengan perbedaan antara seorang seniman yang menciptakan drama dan seorang penonton yang menyaksikan drama. Dalam pertunjukan drama itu seniman memimpin penonton untuk menyelami kenyataan-kenyataan yang diekspresikan diungkapkan oleh seniman yang menciptakan drama itu. Dengan demikian, manusia kreatif itu tidak terlepas dan manusia norkreatif. Seorang manusia kreatif yang hanya mau duduk di menara gading sama halnya dengan seorang pemimpin yang berada jauh dari rakyat yang dipimpinnya. Hal bedanya, tidak ada manusia kreatif yang demikian itu, sebab seorang manusia kreatif dalam arti yang sebenarnya akan tetap tinggal di tengah-tengah publik yang dipimpinnya. Publik yang haus akan kesenian, sedankan kesenian yang dihasilkan itu tidak ada, dapat di diibaratkan sebagai rakyat yang mencari pimpinan yang dicari, sedangkan orang yang dicarinya itu tidak ada.
      Di sinilah letak rea1motive (dasar yang sebenarnya) perasaan estetik manusia yang mengarahkan perasaannya itu kepada objeknya.

3.   Dua aliran akting
a.   Aliran imitatif
Tekniknya terdiri atas “barang cetakan”. Semua corak perlakonannya seperti yang sudah didiktekan: oleh emosi-emosi hasil pengalamannya selama masa persiapan kerja, emosi-emosi manusia yang dipersembahkan oleh pengarang drama-drama picisan yang mendasarkan atas konvensi-konvensi teater yang sudah lapuk.


b.   Aliran kreatif
      Menuntut syarat-syarat yang lebih tinggi dari aktor. Menolak selubung usang dari emosi-emosi mati dan mengharuskan dilaksanakan proses kreatif ada tiap pertunjukan atas dasar yang mendalam tentang logika yang melandasi peran.

4.   Reaksi penonton
Penonton akar. mengerti tentang gagasan-gagasan yang agung dan mendalami, akan merasa ikut serta hidup dalam peristiwa-peristiwa yang dipertunjukkan di atas pentas hanya apabila gagasan itu mampu dijelaskan lewat emosi-emosi yang segera dan vital dari aktornya. Proses kreatif harus timbul secara organik dan hukum-hukum dasar tabiat manusia. Seseorang, misalnya, tidak mungkin
menghidupkan kekerasan secara terus-menerus untuk memaksakan suatu kelakuan yang tidak pernah dimaksudnya.
      Sistem ini tidak hanya menunjukkan syarat-syarat yang di butuhkan bagi seni teater yang realistis, tetapi sekaligus mempersembahkan metode tertentu yang sudah diuji dalam pengalaman-pengalaman untuk memberikan tuntunan kepada seorang aktor dalam melaksanakan kerjanya dalam memungkirkan kepadanya berkreasi secara wajar. lepas dari kualitas manusia si aktor sendiri sebagai pewatak drama yang akan memiliki anti yang sangat penting dan meyakinkan.

5.   Sistem Stanislavsky
Bertahun-tahun Sanislavsky bekerja dengan teliti dan berusaha menyempurnakan metode teaternya yang olehnya diberi nama “Sistem”. Dalam periode pemulaan dari risetnya itu dia tidak menarik garis pemisah yang tajam antara teori, teknik profesional seorang aktor, dan metode yang digunakan oleh aktor dari aliran proses kreatif, yakni suatu proses untuk mempersiapkan suatu peranan dengan kesadaran yang sungguh-sungguh bahwa latihan haruslah ditekankan kepada dasar-dasar fisik dan psikologi. Hal ini sangat diperlukan bagi peningkatan teknik profesional seorang aktor yang mengandung perbedaan aspek secara menyeluruh dengan cara kerja seorang aktor yang menempatkan dirinya di dalam “Sistem”. Aspek ini berkisar pada soal -soa1 hubungan dan pengertian seorang aktor terhadap peranan yang dimainkannya, demikian pula dalam hubungan dan pengertiannya terhadap drama itu sebagai suatu keseluruhan.

6.   Teori dan metode
Stanis1avsky berjuang tidak hanya untuk menemukan hukum-hukum penguasaan atas seni akting, tetapi juga menempatkan hukum-hukum itu demi sefaedahan si aktor itu sendiri, dengan menunjukkan kepadanya alat-alat yang paling efektif praktis untuk secara sadar mempengaruhi daya kreasi dan sekaligus bawah sadarnya. Untuk tujuan itu dia berusaha menyempurnakan sebuah metode kreatif. Dia berpendapat bahwa suatu metode kerja yang dikembangkan tanpa dilandasi teori, pasti akan kehilangan arti pentingnya. Sama halnya dengan metode yang tidak didasarkan atas hukum-hukum objektif dari proses kreatif di atas teater dan latihan profesional di aktor adalah sebuah formalismu yang abstrak. Masalah metode adalah mutlak bagi teater. Teater adalah bentuk kolektif kesenian. Untuk dapat mencapai hasil kerja yang artistik dan menyeluruh di dalam drama, produser, aktor-aktor, dekorator, dan komponis berkedudukan mendudukkan artistik individualitasnya terhadap tujuan umum produksi, dan karenanya sangat penting untuk mempersatukan hasrat pekerja-pekerja teater melalui metode tunggal.

7.   Menghidupulangkan peranan pada tiap pertunjukan
Tugas aktor bukan untuk mengulangi hasil yang pernah dicapai. melainkan untuk menghidupulangkan peranan pada tiap pertunjukan
      Produksi teater bertujuan untuk dipertunjukkan berulang-ulang. dan aktor yang kreatif diminta menghidupulangkan perannya pada tiap pertunjukan, baik untuk pengulangan yang pertama maupun untuk yang keseratus kalinya. Akan tetapi. amat sukarlah untuk bisa mengu1angi pada hari ini apa yang kemarin sudah dipertunjukkannya dengan sukses. Hal ini disebabkan karena perasaan kita sangat halus, rumit, dan tidak mudah ditangkap. Lebih banyak kita mengejarnya, lebih berhasil dia menghindari kita. Suatu paksaan yang sekecil-kecilnya pun terhadap tabiat artistik seorang aktor selagi dia di dalam proses kreatif, sudah cukuplah untuk menghalau semua perasaan. Akibatnya, banyak aktor benar-benar kreatif hanya sejenak pada mula-mula adegan dan pertunjukan, selanjutnya diri tidak mencipta penghidupan yang hidup pada waktu itu, tetapi hanya mencipta “apa-apa yang mungkin ada”, yaitu bentuk luar penghidupan. Dan selagi bentuk-bentuk itu berbicara tentang perasaan-perasaan yang dibangunkannya, perasaan itu sendiri tidak disampaikan kepada penonton dengan keyakinan dan wujud penghidupan. itu hanyalah  tanda-tanda konvensional dari persembahan. Perasaan-perasaan. bukan perasaan itu an sich.
      Bagi seorang aktor mengulangi perasaan yang sekali waktu pernah dialaminya di atas pentas sama artinya dengan percobaan untuk menghidupkan kembali bunga yang sudah layu. Tugas kita justru harus sebaliknya, yaitu menciptakan kuntum yang baru alih-alih membawa balik yang sudah mati.

B.   THE METHOD
The method adalah sistem Robert O’Neil dalam mencari cara-cara berperan yang wajar.
1.   The Method
The method adalah sebuah cara bermain yang sedemikian rupa disusun guna memperbaiki teknik akting serta membawakan perang yang lebih sempurna.
2.   Improvisasi
Dia menarik diri membungkuk-bungkuki seperti orang yang sedang kejang Dengan letih dijatuhkan dininya di atas kursi, gerak mukanya menunjukkan kesedihan. Sekonyong-konyong kedua belah tagannya menutup mukanya. Dia mulai hendak tersedu-sedu, mula-mula perlahan-lahan akhirnya makin kencang, tetapi tertahan-tahan dan seluruh tubuhnya bergerak.
Murid-murid pada menahan napas. Mereka lupa akakn keadaan sekelilingnya. Hanya gurunya itulah yang berarti bagi mereka. Dan dari mata murid-murid itu tidak nampak ada yang menaruh belas kasihan sedikit pun melihat orang terisak-isak menangis, hanya kagum disertai rasa iri hati terhadap guru itu.
Scene tersebut terjadi di West End, London. Sang guru adalah seorang aktor Amerika, Robert O’Neil, sedangkan murid-muridnya  adalah aktor dan aktris kalangan drama, film, dan televisi di Inggris yang untuk keperluan penyempurnaan bakatnya kembali lagi ke ruang belajar seperti keadaan ketika mereka dahulu duduk di bangku akademik dan sekolah teater mereka masing-masing.

3.   Lawannya sistem Elia Kazan
Robert O’Neil menggambarkan sistem yang berlawanan dengan sistem Elia Kazan, sutradara terkenal yang memiliki metode akting sendiri dengan perkembangannya sendiri pula. Dan mendapatkan pengikut-pengikutnya pula dari murid-muridnya yang tidak sedikit. Elia Kazan di antaranya menghendaki agar pemain-pemainnya menjadi satu dengan peran yang akan dibawakannya. Tidak hanya di depan kamera, di dalam ruang perlakonan, tetapi juga dalam penghidupan pribadinya sehari-hari. Selama 24 jam terus-menerus mereka harus berpikir, berbicara sebagai peran yang akan dimainkan.
      Robert O’Neil dengan The Metodenya sebaliknya, tidak menghendaki pemainnya pribadinya masing-masing  dalam waktu dia sedang menyiapkan peranannya. Dia menghendaki agar muridnya menggali pengalaman-pengalaman hidupnya yang diperlukan. Apabila dalam naskah permainannya ditentukan bahwa si peran harus sedih hingga menangis, maka sudah. Tiap orang tentu peran mengalami saat yang demikian. Pikirkan kembali kesedihan itu. Percayalah, orang akan bisa membawakan suasana itu kembali dalam akting. Sistem ini didasarkan atas penggalian kembali pengalaman-pengalaman pribadi yang sejenisnya dengan keadaan yang harus dibawakan oleh pemain ketika itu.

4.   Studi yang sungguh-sungguh
Di kalangan teater . orang mendapatkan bukti bahwa Robert O’Neil benar-benar mampu memperbaiki mutu permainan aktor dan aktris yang sudah berpengalaman dan terkenal, baik nama maupun reputasinya Sekali peristiwa, bersama seorang aktor berkebanggaan Kanada, Mc Callum, ia melawat ke Inggris untuk membuka semacam akting course lanjutan. Kursus tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah banyak makan garam dalam akting, dan tidak semudah orang mengira. Murid-muridnya diharuskan mengikutinya 22 minggu terus-menerus. Robert O’Neil menghendaki agar murid-muridnya benar-benar memperdalam dengan sungguh-sungguh apa yang diajarkannya. Setiap soal yang menghambat. segi- segi yang lemah ataupun kesalahpahaman prinsip dalam teori-teori akting. diberinya petunjuk-petunjuk olehnya. Dan apabila di antara muridnya ada yang menghadapi kesulitan pandangan ataupun pengertian terhadap suatu masalah. diberi atau pertunjukan buku yang di dalamnya terdapat masalah yang sedang dihadapinya. Mendapatkan alasan, bukti, setelah membandingkan buku teks dan prakteknya itu merupakan pekerjaan rumah bagi murid-muridnya.
      Improvisasi merupakan salah satu cara yang sangat berguna. Dengan improvisasi orang dapat memperbaiki teknik permainannya. Acara-acara tetapnya adalah memerintahkan muridnya melaksanakan suatu jenis akting tanpa naskah. Cermin besar dipergunakan untuk mengadakan pengamatan terhadap gerak tubuh dan muka. Setelah itu diadakan diskusi tentang gaya, tubuh dan muka. Setelah itu diadakan diskusi tentang gaya, akting, kelemahan-kelemahan mimik, hubungan kejiwaan sesama pemain, pemilihan kata demi kata dari naskah yang diimprovisasikan. Robert O’Neil adalah seorang ahli dalam analisis peran. Dia tidak hanya berkata: “itu salah” tetapi dia tegas memberikan keterangan kenapa  salah, dan mendemonstrasikan sekaligus bagaimana yang seharusnya! Dia adalah seorang yang memiliki kepercayaan diri yang besar.  
5.   Orang-orang Besar
Robert O’Neil adalah murid ben Ari dan orang belakangan ini adalah murid orang besar, costantin Stanislavsky, tokoh yang sebenarnya dan  mula-mula memperkembangkan The method bersama Rond Steiger, Marlon Bando, Tennessee Williams, dan lain-lain orang terkenal di kalangan teater dan film, Robert O’ Neil menjadi anggota dari New York Dramatic Workshop. Mereka mempergunakan bermacam-macam cara untuk mencapai puncak permainan setinggi mungkin di lapangan drama, film dan televisi dengan satu keyakinan. Makin juga dia merasa dirinya masih belum tahu apa-apa. Pokok-pokok tujuan the method adalah: merasakan apa yang harus dimainkan, dan bagaimana cara membawakannya di depan penonton. Dalam hal itu antusiasme yang berlebihan harus dihindari. Yang penting adalah: bagaimana mendapatkan kunci pembuka rahasia-rahasia akting dengan rapat.
      “Jika orang masuk dalam sebuah kamar” kata Robert O’ Neil, dia “dapat menyembunyikan perasanya. Tetapi, di atas ruang perlakonan. Orang harus dapat sedemikian rupa membawakannya sehingga penonton berpikir. Di sana terjadi sesuatu! Dia harus benar-benar hidup, seorang penggali lubuk hatinya sendiri dengan cermat”
      Orang dapat membuat penonton mengikuti segala waktu permainan serta merasakan segala emosi tanpa menyadari bahwa dia sedang bermain. Karena itu, di waktu orang sedang mempelajari bentuk peran, dia harus senantiasa bertanya pada diri sendiri: “Jika aku benar-benar mengalami kejadian begini, bagaimanakah sikapku” menurut Robert O’Neil, cara itulah yang merupakan pedoman yang tepat dan berharga.
      Pada masa ini orang banyak membicarakan tentang apa yang disebut “Bando School” yang menghasilkan buah yang serealistis. Robert O’Niel sebaiknya tidak menghendaki agar murid-muridnya mampu menggambarkan sebuah “mesin pencuci” ataupun sebuah “meja seterika”. Dan ingin melihat manusia-manusia wajar di atas pentas, manusia-manusia hidup keadaan tertentu!

C. EKSPERIMEN Di DALAM TEATER
Kita hidup dalam abad revolusi. Di mana-mana kita melihat tumbangnya orde lama dan perjuangan menuju Kepada kepastian hidup baru. Freud menumbangkan keadaan dalam diri manusia, membuat sadar dan keadaan tak sadar. Marx, dalam abad yang lalu, meletakkan benih perubahan kemasyarakatan, kita bekerja sama untuk bersama. Manusia modern berdiri di atas hak asasinya, Orang ingin bebas, kebersamaan, dan persaudaraan. Nilai-nilai tradisional tak memberikan kepuasan; mata, telinga, dan hati yang baru telah di berikan oleh alat-alat komunikasi masa.
        Teater juga tidak luput dari gejolak ini. Didobraknya. segala yang tabu, kesalehan dilanggar. Kata, kalimat, dan pengertian dilampaui batas-batasnya. Diberikan bentuk pada suatu yang tak tertangkap pada suatu yang absurd. Teater keluar dari bingkai batas-batasnya yang tradisional, dia langsung berkomunikasi dengan penontonnya secara mengejutkan.
        Karena terasa adanya ketidakpuasan terhadap nilai-nilai yang lama, dicarinya cara-cara baru yang dirasa lebih tepat untuk menanggapi pengalaman jiwa zamannya yang unik. Usaha-usaha itu, sadar atau tidak, menguji sampai di aman batas-batas yang hingga kini di akui harus dikembangkan, diganti, diubah atau dipertahankan.

1.   Teater Improvisasi
Daramatic continuity 
Apakah yang dimaksud dengan dramatc continuity? Dramatic continuihty adalah suatu  hubungan yang erat antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dalam laku dramatik.
















a
 

b
 




c
 


Titik Lulus
 

Marah
 

Kecewa
 







X
 
 










Problem             : Bagaimanakah akting X apabila harus membawakan peranan seorang yang tidak lulus dalam ujian?
Jawaban             : Mungkin X akan membuat analisis akting sebagai berikut: peristiwa a yang menghasilkan bahwa ia tidak lulus membuat reaksi b (marah) yang dilanjutkan dengan sikap c (kecewa).

Proses a-b-c adalah suatu dramatic continuity
            Teater improvisasi tidak memikirkan tentang dramatic continuty ini. Jika aksi (bukan lagi reaksi!) b diwujudkan, X tidak ambil pusing tentang a ataupun c. Dan b berdiri sendiri: ini disebut “momen improvisasi”.


Bagaimana proses terjadinya teater improvisasi

-     Fase 1:
-       Di dalam diri A muncul ide. Ide ini menuntut pengekspresian. Misalnya, ide “seorang lelaki melangkah dari sebuah kursi di sisi kiri menuju ke kanan, menemui seorang  wanita jalang.
            Dalam fase ini tang jelas hanya ide si A. M2 tidak ada. Tidak adanya naskah atau konsep tertulis ini merupakan salah satu asas drama improvisasi. Dalam peristiwa ini dapatlah dipastikan bahwa ide itu tidak tampil secara lengkap. Apabila terinci. Barangkali yang tertangkap hanyalah sebuah poetic image nonverbal ( yang tidak diperlukan, tidak terbincangkan. Karena tidak perlu dituliskan, bahkan tidak perlu diterangkan kepada siapa-siapa).

-     Fase 2 Saat latihan
      Bahan-bahan yang diperlukan ialah seorang laki-laki yang bisa melangkah, sebuah kursi, seorang perempuan. Kursi diletakkan di sisi kiri, dan perempuan di kanan. Tanpa dekor.  Ide sudah dimiliki oleh si laki0laki dan                               perempuan (L dan P)
      Sutradara hanya memerintahkan kepada L supaya melangkah dari tempatnya, mendekati P.L melangkah dengan kaki kanan terseret kesakitan. P bersikap seperti perempuan jala, menawarkan senyum dari dirinya. Tiba-tiba dia senyum mengejek melihat kaki pincang. Dan berkatalah L, “sungguh bukan karena raja singa” lalu keduanya tertawa senang.
      Itu hanya merupakan salah satu pelaksanaan laku saja. Maka setiap laku dalam teater improvisasi berhak mewujudkan inspirasi lakunya asal tidak bertentangan dengan ide pokok Ml tersebut.

-     Fase 3: Saat pementasan
Dalam pementasan barangkali muncul ide-ide atau/inspirasi-inspirasi baru secara tiba-tiba dalam diri pelaku waktu sedang bermain.

2.   Teater Eksperimental
Karena ketidakpuasan dengan bentuk-bentuk lama, maka orang mengadakan eksperimen-eksperimen dalam teater. Dalam teater mereka itu mau mencapai kesenian ekspresi yang bebas, jujur, dan spontan. Oleh karenanya. bukan kebetulan jika bentuknya adalah improvisasi.
            Maka dalam teater-teater eksperimental digunakan improvisasi. Dengan eksperimen-eksperimen itu mereka mau mengenalkan apa yang disebut “teater lingkungan”. Suatu ciri khas teater lingkungan adalah usaha untuk meniadakan jarak antara pemain dan publik dengan jalan melibatkan penonton ke dalam permainan sehingga pertunjukan mereka biasa disebut “kejadian”.
            Teater eksperimental tidak pernah memakai teks. Seluruh grup memutuskan apa yang akan diucapkannya, dan itu dikenakan dengan common sense kolektif. Demikian kata Schumann.

            Pementasan diadakan di mana saja. Kerap kali Schumann c.s. membawakan sandiwara Natal dan Paskah di jalan-jalan.

a.   Beberapa tokoh teater eksperimental
-     Peter Schumann
sutradara pada The Berad and Puppet Theater, New York Bengkelnya sebuah rumah batu bata, penuh dengan boneka-boneka, poster-poster, dan panji-panji. Ia mempunyai percetakan sendiri dan koran mininya yang bersifat politis. Sering keluar membawa cela tarik dengan panggung di atasnya serta semacam comic untuk pertunjukan tentang soal-soal perumahan dan lainnya.

-     Larry Sacharow
Sutradara sebuah grup teater yang berbengkel di sebuah koloni tua Daytop vilIage. Dinding tempat tingginya ditempeli slogan-slogan: percayalah kepada lingkunganmu. atau jangan minta dimengerti, mengertilah”.

-     Joseph Chailkin
sutradara pada Open Theater, New York. Ia menggabungkan metode psikologis dari Actor Studio dan naturalisme radikal dari Living Theater dengan memberikan keluasan improvisasi

-     Richard Schechner
Tokoh teater “lingkungan” yang paling betul di New York mempunyai pandangan tentang seni: Apa yang harus dikerjakan oleh seni ialah menciptakan kekacauan: suatu gerak bersama. Gerakan di panggung dan di antara penonton.

-     Ed Berman
seorang sutradara Amerika yang mengembangkan “teater lingkungan di London. juga seorang pengarang drama. Sebagai idealis ia menentang uang dan suka bekerja untuk orang-orang yang dianggapnya terasing dalam masyarakat. Ia juga menggunakan teknik-teknik berekreasi: ia punya tujuan untuk menghibur ia memahami teaternya sebagai teater total. Baginya teater total sebagai agama adalah suatu bagian esensi dari kehidupan rakyat.

-     Michael Kustov
Seorang sutradara dan institut  of Contemporary Arts. Inggris. Ia seorang yang memikirkan untuk mengadakan suatu komputer show dengan aktor robot, tapos, dan proyeksi.

-     Jim Haymnes
      Sutradara pada Arts Laboratorary Inggris

-     Jean Louis Barrault
      Perintis teater eksperimental di Paris.

-     Peter Handke
Seorang dramawan Austria, penemu teater avant garde di Eropa. Dengan karyanya, “Vilification pf the Public” Penghinaan Publik). Ia mengadakan eksperimen yang paling berani mengenai reaksi publik: empat orang aktor masuk panggung dan dengan  jelas menyerang publik sejadi-jadinya.

b.   Pandangan yang merasuki teater eksperimen/teater improvisasi
Telah diikuti pandangan Richard Schener mengenai seni: seni harus menciutkan kekacauan.
-     Hourse Packham
Dalam bukunya, Mars’ Rage for Chas (kehilangan orang pada kekacauan), ia juga berkata: fungsi seni ialah memperkuat kemampuan kita untuk menanggung kekacauan arah dan fungsi artis, yaitu mencapai diskontinuitas dengan masa lalu dalam tingkat maksimal........... seni tidak melayani kebutuhan manusia akan keteraturan, tetapi akan kekacauan.”

-     Anton Ehrenzeig
Dalam bukunya. The Hidden Order Of Art, ia menekankan unsur diskontinuitas. Baginya kebaruan adaslah daya tarik seni yang terbesar. Komukasi bergantung pada surprise, yaitu tidak adanya keberlangsungan antara yang sekarang dihadapi dengan sesuatu yang sudah di kenal.  Sebuah tanggapan yang baik adalah terhadap karya yang bukan hanya baru, tetapi tidak menentu bentuknya sehingga para penonton sendirilah yang harus memilih suatu interpretasi di antara ribuan tafsirkan yang bisa diberikan.

-     Sastre
Ia seorang tokoh filsafat eksistensialis, telah mengatakan bahwa usia adalah kebebasannya. Gerak pembebasan manusia dari isinya yang pasif ke arah fungsi aktif juga tercermin dalam dupa seni. Manusia dalam statusnya yang pasif membutuhkan sesuatu itu untuk mengonsumsikan kepasifannya. Sesuatu itu doktrin-doktrin atau dogma-dogma yang jelas hingga dia itu menerimanya secara pasif.
Seni modern mau melepaskan manusia dari sikap yang pasif Maka dari itu:

Seni modern tidak mau doktriner: menolak doktrin-doktrin. dogma-dogma, adegan-adegan yang menerang jelaskan supaya seni mudah dimengerti.

Seni modern tidak menuruti kerangka suatu tema tertentu (nontematis) tidak menuruti jalan logika yang matematis. Seni modern mau bersifat “abstrak” dalam anti sukar dimengerti, dan mau bersifat “implisit” dalam arti tidak mau menjelaskan  dirinya sampai sejelas-Jelasnya.

Seni modern menghendaki sikap mental  yang aktif untuk menghayatinya; kita harus aktif berpartisipasi, menemu dan menghayati imaji-imaji dan simbol-simbol yang diberikan oleh seni modern. Seni modern menghendaki sikap yang kreatif. kita harus melatih kehidupan rohani kita.

Seni modern bersifat demokratis, mengizinkan banyak kemungkinan tafsir. 
Beberapa contoh eksperimen
Teater eksperimental/improvisasi berusaha untuk menciptakan reprise. Untuk itu:
Peter Schumann cs. turun ke jalanan.
Richard Sohochner pernah menadakan pertunjukan yang hanya berupa dua orang laki-laki dan perempuan saling bertukar pakaian hingga penonton marah dan bubar.
Ed Bermain pernah mengadakan improvisasi kolektif: sekelompok wanita asyik duduk mendengarkan seorang laki-laki yang membaca syair-syair. Kemudian, atas bujukannya mereka sendiri bertepuk-tepuk tangan secara ritmis sambil melontarkan kata-kata berirama. Mereka sedang mengarang syair secara kolektif.

4)   Michael Kusto” pernah mencoba pertunjukan komputer. Sebuah grup dari Kanada Prancis mencoba menggunakan komputer sebagai pengarang. Teksnya digunakan bersama proyeksi yang abstrak, dan dikombinasikan dengan grup balet berpakaian plastik.
5)   Sebuah grup dari Italia, sambil bermain mengurus lampu, sound effect, dan sebagainya.
6)   Ingat kepada karya Peter Handke, “Penghinaan Publik”.
7)   Suatu rombongan dari Belanda bermain dengan dialog yang cepat sekali seperti berondongan peluru, seakan-akan mau menentang tuntutan bahwa dialog harus diucapkan dengan penuh penghayatan.
8)   Eugene lonesco dengan bentuk drama anarki kata.

Eksperimen-eksperimen diadakan tidak hanya dalam teater, tetapi juga dalam penulisan novel.
1)   APLENE ZEKOWSKI dan STANLEY BERNE telah mencoba menulis novel gaya baru: tanpa plot, tanpa cerita.
2)   Mme. SARAUTE menulis bukunya, Pertrait du Inconnu, yang disebut oleh Sartre antinovel.
3)   Samuel BECKETT pernah mencoba suatu inovasi dengan syairnya, “Ping”, yang menantang segala konvensi tata bahasa.

Penyimpangan dan segala susunan tata bahasa itu dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada imajinasi.

3.   Teater mini kata
Tekanan kepada penghayatan aktif dan kreatif telah membawa beberapa dramawan kepada drama anarki kata. Rajanya ialah Enguene lonesco.

a. Teater mini kata
Teater mini kata adalah teater yang menggunakan kata ajaran secara minim Istilah ‘‘teater mini kata adalah dari Gunawan Muhammad Arifin .C. Noer menyebutnya di dengan istilah lain, yaitu teater primitif , teater dalam bentuknya yang pertama. Dalam teater ini secara serempak terdapat unsur-unsur tari, seni musik. dan lain-lain yang masih sangat murni dan sederhana. Teater itu, menurut Arifin, menggunakan bahasa sunyi. Sesuatu ditangkap dengan tak lengkap apabila di tangkap secara aditif atau secara visual semata.

b.   Sedikittentang lonesco
Ia juga menyebut teaternya teater primitif  Dengan teaternya Ia mau mengembalikan teaternya kepada kemurniannya dan. membebaskannya dari tirai kesusastraan dan amanat-amanat. Demikian katanya. Ia mau mengungkapkan di dalam karya-karya suatu suasana hati, bukan ideologi. Suatu impuls. Bukannya suatu program, jelas, suatu karya yang mengutamakan menggambarkan suasana serta impuls akan terbentur pada keterbatasan kata Berson, ahli filsafat Prancis, mengatakan bahwa suasana hati dan keadaan tidak dapat dinyatakan dengan pertolongan kata-kata, sebab kata-kata dapat dinyatakan membuat menjadi statis segala yang padat hakikatnya bergerak, mengalir, berubah-ubah. Maka dari itu:

1)      Lonesco menentang “teater literal” teater yang mendasarkan diri pada dialog-dialog verbal yang terkandung amanat-amanat tertentu. Teater Lonesco adalah teater arti literar, teater nontematos dan anti fatwa.
2)      Lonesco terutama menyerang sloganisme yang disebutnya bahaya otomotif, bahasa yang meniadakan sama sekali suasana hati manusia, kepribadian, dan kemerdekaan manusia.
Pendeknya, kesenian Loneco adalah kesenian yang memberontak kepada tirai ideologi, kata-kata, dan enggan ditekankan oleh ketentuan-ketentuan logika.
      Teater mini kata itu dibina pula di Indonesia oleh W.S Rendra dengan Bengkel teaternya.

4.   Sikap mental untuk berpartisipasi
Teater mini kata, sebagai suatu cabang dari seni modern, mendekati puisi. Maka boleh dikatakan hasil-hasil teater itu bersifat puitis. Konon, menurut T.S Eliot, puisi yang baik berkomunikasi sebelum kita mengerti. Maka dari itu, supaya puisi atau hasil karya teater mini kata seperti “Bib-Bop” dihayati, maka:
a.   jangan mencari dalil-dalil, dogma-dogma sebagai pegangan untuk mengerti. Penganalisaan. penebakan tidak dihendaki, sebab sesuatu yang puitis tidak hendak dimengerti, melainkan dialami, dirasakan.
b.   Kita harus berdialog dengan diam dan intim, dengan sikap menerima utuh-utuh ungkapan-ungkapan yang ditujukan kepada hati, sebab puisi menghindarkan kecerewetan kata, tetapi langsung menggambarkan suatu situasi.
c.   Kita harus ikut berproses dengan membicarakan, berkembang dalam diri kita situasi yang terasakan meski secara misterius.


BAB 18
PENONTON

Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton. Maka benar pula pendapat John E. Dietrich yang mengemukakan bahwa: Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang di proyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton.
      Juga dalam formula dramaturgi jelas sudah kedudukan M4 menyaksikan bahwa: Penonton menyaksikan kisah yang sama untuk  keempat kalinya.”
      Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu respons yang berlingkar, bolak-balik di antara penonton dan yang ditonton. Banyak sutradara yang kurang memperhatikan masalah penonton. Banyak  menganggap penonton. Orang banyak itu. Sebagai kelompok yang akan bisa menerima begitu saja apa yang apa yang disuguhkan sehingga. Apabila terjadi suatu kegagalan dalam produksi lakon. Sering penonton dianggap sebagai penyebabnya karena mereka tidak mengerti atau ,kurang terdidik untuk  mengerti ide suaut lakon.
      Kelompok penonton pada suatu tontonan tertentu adalah suatu komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton dengan maksud pertama-tama untuk memperoleh kepuasan, kebutuhan, keinginannya.

A.  ALASAN ORANG MENONTON
Salah satu dari segi tiga alasan, yaitu untuk tertawa untuk menangis, dan untuk digetarkan hatinya karena terharu, adalah sebab dari hasratnya menonton. Penonton misalnya tidak kenal lelah pergi dari rumahnya, antre karcis dan membayar biaya masuk dan sebagainya, bagi mereka, teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Dilepaskannya pola rutin kehidupannya untuk dalam waktu tertentu, selama waktu dibuka hingga ditutupnya tirai, memuaskan hasrat jiwa ,khayalannya.

1.   Hasrat dasar kemanusiaan
Eksistensi teater tidak mengenal batas kedudukan manusia, pria, wanita, dan kanak-kanak. Secara ilmiah, manusia memiliki kekuatan yang menguasai sikap dan tindakannya. tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan-keinginannya.

Manusia mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya. Untuk itu dia menempuh jalan:
1)   Bertemu dengan orang lain yang menonton teater. Teater ini merupakan suatu lembaga sosial.
2)   Memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas pentas secara khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi sosial.

a.   Recognition (pengakuan)
Penonton bisa mengakui adanya kehidupan yang dilihatnya selama beberapa waktu terjadi lakon. Kehidupan itu terwujud oleh peranan yang memerintah seperti raja, peranan heroik seperti pahlawan, peranan asmara seperti Romeo dan Juliet. dan sebagainya.

b.   Adventure (petualangan)
Hidup manusia belumlah lengkap tanpa memiliki pengalaman-pengalaman baru yang Denting. Teater adalah dunia aksi dan pertualangan. Penonton bisa menikmati rasa serta suasana romantik yang menggetarkan hati, dinasti-dinasti kekuasaan yang runtun, tembak-menembak yang keras, pahlawan yang melindungi si lemah dan memberontak kepada tirani, dan sebagainya.

c.   Security (keamanan)
Jalan yang paling aman dalam hidup adalah berbuat sebagai seorang penonton saja. Penonton menyaksikan kekejaman di dalam lakon, risiko-risiko yang membawa korban; tetapi, andai kata dia disuruh mengalami yang serupa dengan tokoh-tokoh lakon akan tidak mau. Paling aman ialah hanya melihat orang lain menanggung sengsara.
2.   Kesamaan pendorong
Sebagian besar dari emosi yang menguasai lakon didasarkan atas kesamaan emosi penonton dan pemain. Motivasional Forces mereka serupa. Pengertian timbal-balik antara penonton dan peranan bisa terjadi karena penonton mengidentifikasikan dirinya dengan hasrat-hasrat emosional peranan Penonton mengenal kembali beberapa segi tentang dirinya di atas pentas serta mampu mengambil bagian perasaannya pada aksi-aksi di dalam lakon.
      Sutradara yang mengetahui akan kesamaan kebutuhan emosional antara penonton dan yang ditonton akan mengambil kesempatan. mewujudkan ekspresi teater yang tidak akan mengecewakan penontonnya Tanpa turut sertanya penonton dalam identifikasi perasaan ini. kekuatan magnetis teater jadi hilang.

3.   Alasan lain pergi menonton
Teater memecahkan rutin kehidupan manusia. Memberikan istirahat bagi kerutan-kerutan dahi manusia dengan memberikan hiburan dan pemuasan kebutuhan yang tidak terisi dalam pekerjaan atau kehidupannya sehari-hari. Tetapi. Sebelum dan sesudah menonton, kehidupan yang nyata  berjalan penuh dengan menonton yang sering membosankan.
            Seain itu, teater memberikan pengalaman seni dan keindahan yang unik secara emosional. Daya tariknya terletak pada kemungkinan manusia untuk mengambil bagian secara khayali dalam aksi-aksi dramatis.

B.   APA SEBENARNYA YANG RISEBUT PENONTON ITU?
Memang. nampaknya manusia-manusia yang pada suatu saat memasuki gedung teater merupakan suatu itu kelompok orang sangat heterogen, beraneka warna jenisnya. usianya, dan sebagainya. Akan tetapi, setelah mereka duduk. kemudian lakon dimulai mereka melihat dan memenuhi tokoh-tokoh peranan yang mengekspresikan kekuatan-kekuatan manusiawi. maka komposisi masa penonton menjadi berubah. menjadi lebih homogen sifatnya. Untuk menentukan corak penonton hendaklah dimengerti karakteristik dari psikologi massa. Seorang sutradara harus memahami reaksi-reaksi massa, memahami faktor-faktor psikologis yang mendorong kegiatan sesuatu massa

1.   Reaksi psikologis dari suatu massa
Gustave Lebon, seorang psikolog Prancis, berpendapat bahwa tingkat intelek sesuatu massa itu sedemikian rendahnya sehingga hanya dapat diberi kepuasan dengan sarana-sarana penerangan yang paling primitif.
      Seorang individu, apabila dia berada dan masuk dalam suatu kelompok, bisa lebih subjektif. Binatang daripada manusia; reaksinya menjadi lebih subjektif. Aktivitas inteleknya berkurang, menurun, sebaliknya nafsu emosionalnya bertambah, emosi dasar manusiawi timbul dengan bebas. Seorang individu banyak kehilangan unsur identik pribadinya dan seolah-olah menyeragamkan dirinya dengan watak masa.
      Sebagai seorang individu, misainya, kita merasa canggung, ragu-ragu untuk tertawa, untuk menangis melihat kejadian sehari-hari. Dalam waktu berkedudukan sebagai penonton, sikap-sikap emosional spontan semacam itu justru menjadi lebih berani, tanpa ragu-ragu tertawa melihat suka cerita, dan menangis mengikuti duka cerita.

2.   Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi penonton teater
a.   Polarisasi
Polarisasi adalah suatu istilah fisika yang diterapkan di bidang psikologi untuk mengidentifikasikan tendensi masa dalam membuat suatu orientasi diri dalam  hubungannya dengan stimulus (perhatikan sikap benda magnetis yang tertarik pada kutub utara).
      Sumber stimulus dari penonton, baik fisik maupun psikis adalah pentas tempat lakon terjadi. Makin besar dan kuat daya tarik lakon atas penonton, makin besar pulalah polarisasinya. Jika polarisasinya baik, maka otomatis penonton akan bersikap responsif, sebagai suatu kesatuan dalam massa.
b.   Stimulus
Proses konsepsi suatu perhatian atas suatu stimulus memiliki suatu kecenderungan membawa serta reaksi yang menguntungkan stimulus itu sendiri. Suatu perhatian yang lengkap dan penuh mengakibatkan timbulnya hipnosis. Masa menjadi emosional dan mudah tersentuh. Teranglah di sini bahwa faktor penentu dalam polarisasi adalah kekuatan stimulus. lugas sutradara adalah secara logis memilih dengan teliti, menyusun, dan meningkatkan tujuan dan emosi yang diperlukan agar terciptalah stimulus yang sedemikian kuatnya atas gambar yang bergerak dalam bingkai pentas.
c.   Sikap sosial
Apabila sekelompok manusia berkumpul, maka mereka condong untuk bereaksi satu dengan lainnya Jika anda berada di dalam kelompok, sikap-sikap orang lain di dalam kelompok itu akan mempengaruhi sikap anda. Membuat respons atas pembuatan orang-orang itu.
            Jika misalnya ada suatu kelompok orang mendengarkan seseorang berbicara, kemudian Anda datang, dan Anda turut serta mendengarkan orang yang sedang berbicara itu, dan pada suatu momen kelompok orang yang dimaksud itu menertawakan sesuatu, Anda secara tidak sadar akan turut pula tertawa.
            Reaksi massa atas stimulasi yang kuat akan mempengaruhi reaksi individu. Sering kita sendiri dan melihat dan mendengar banyak orang  tertawa gemuruh penonton pertunjukan radio atau televisi, pada hal apabila kita berada di rumah sendiri. tidak dalam kelompok, mungkin kita tidak ada tertawa karena memang tidak ada suatu kejadian khusus yang pantas ditertawakan. Penonton di dalam studio yang melihat pertunjukannya secara langsung, mengarah kepada respons dan psikologi massa pada tingkat yang sangat berbeda dengan objektivitas tunggal seorang penonton di rumah.
      Pada teater faktor fasilitas sosial sangat penting. Sutradara hendaklah mengusahakan agar penonton bisa membuat suatu respons sebagai massa, agar bisa menarik keuntungan dan keadaan tersebut:
d.   Regimentation
Hilangnya individualitas membuat mudah untuk mengatur kesamaan-kesamaan psikologis dan fisik. Massa yang diarahkan pada suatu pola kesibukan yang sama akan lebih mudah cara pengaturannya.
Di bidang militer kesadaran kolektif ditekankan misalnya dengan pakaian yang seragam sehingga merupakan suatu team yang kompak
      Usahakan cara regimentation mudahnya diatur) ini di bidang keteateran. Bawalah penonton teater ke arah keseragaman psikologis dalam menanggapi ide suatu lakon.

C. RESPONS PEN ONTON
Teater lebih banyak menggiatkan ilusi daripada realitas. Ilusi atau khayalan adalah persepsi (penangkapan) suara, tontonan, ataupun objek (berada) yang tidak sesuai dengan kenyataan. Di dalam teater, ilusi adalah suatu penerimaan secara sukarela sebagai suatu hal yang nyata dan suatu hal yang tidak cocok dengan kenyataan. Penonton menginsafi bahwa dinding dekorasi adalah tiruan, sinar yang masuk melewati jendela bukanlah sinar alamiah, tetapi buatan. Akan tetapi dia berkehendak menerima tiruan ini sebagai suatu kenyataan; dia menanggapinya sebagai suatu kenyataan.

1.   Partisipasi dalam ilusi
Penonton hadir menyaksikan seni teater karena ingin berpartisipasi dengan khayalan lakon. Pada saat itu terjadilah dua macam perkembangan kejiwaannya. yaitu:
a.   Emphatic response
Emphatic respons terjadi apabila seorang penonton menanggapi aksi-aksi dalam lakon dengan suatu respons imitatif motorik.

Contoh:
-     Penonton sepak bola bisa menanggapi apa yang disaksikan dengan secara tidak sadar turut bergerak seperti menyepak bola
-     Penonton musik akan terseret pada gerakan-gerakan yang mengikuti beats tertentu Tanggapan-tanggapan mereka ditonjolkan.

Respons tersebut bersifat fisik.
b.   Emtional  identification
Apabila seorang penonton berpartisipasi dengan aksi-aksi dalam lakon. terjadi suatu identifikasiemosional.

Contoh:
Penonton melihat watak-watak tokoh seperti melihat watak-watak yang dimilikinya. Dia merasakan emosional seperti emosinya yang dirasakan oleh peranan.
Respons  tersebut bersifat psikologis.

2.   Artistic detachment
Dalam memandang suatu karya seni. penonton hendak Ia mampu memelihara adanya suatu objektivitas artistik. ini bisa tercapai dengan menentukan suatu jarak estetik (aesthetic distance) sehubungan dengan karya seni yang dihayatinya.

Teori langfeld
Dalam The Aesthetic, herbert Sidney Langfled berpendapat bahwa dalam seseorang menghayati objek  seni. hendaklah ada batas pemisah psikologis dan fisik seni seorang penonton terhadap karya seni yang sedang disaksikan.
            Sebagai misal, diambilnya suatu contoh seseorang yang sedang berdiri di buritan kapal. Pada saat dia mengagumi ombak gemuruh memukul kapal, maka pengakuan keindahannya beruntung pada pribadinya yang berkedudukan sebagai seorang yang menyaksikan tanpa mengambil suatu risiko. Tetapi, andaikata ombak yang disaksikannya itu menjadi bertambah besar. dan tiba-tiba memecah buritan sehingga membuat dia basah kuyup oleh air laut, maka perenungan keindahannya (artistical contem-plation) menjadi rusak. Titik tolak pemandangannya menjadi berubah; dia mengobjektivasi situasinya, dan segera mengamankan tubuhnya dan kemungkinan menjadi bertambah basah .Ilusi ombak yang indah menjadi hilang. Rasa dinginnya air secara fisik serta kekhawatiran psikis untuk berlindung memecah artistik detachment. Karena kreasi ilusi merupakan dasar seni teater, maka artistic detachment sebagai suatu komponen dari ilusi ini haruslah dipelihara.
      Pemisahan yang dimaksud, antara penonton yang ditonton, pada seni teater diusahakan dengan jalan:
a.   Menciptakan arasemen yang tepat atas auditorium dan pentas.
b.   Adanya batas artistic proscenium sebagai bingkai gambar.
c.   Pentas yang tunang dan auditorium yang gelap.

      Semua itu akan membantu kedudukan penonton sehingga perenungannya menjadi mungkin.

3.   Keseimbangan antara partisipasi dan detachment
Partisipasi dan detachment  seyogyanya timbul sebagai suatu respons yang masing-masing salin beroposisi. Maksudnya, jika keadaan berpartisipasi itu terlampau banyak, detachment akan menjadi rusak. Sebaliknya, lebih menonjolnya detachment akan berakibat sedikitnya partisipasi. Kedua unsur itu hendaklah diusahakan bisa seimbang keduanya. Jelaslah, bahwa “ambil bagian (partisipasi) dan “mengambil jarak (distansi) anehnya berlawanan.

D. KEHIDUIANPENONTON YANG MAJU
Seniman yang baik memahami benar kehidupan masyarakatnya. Seniman itu sendiri terbentuk dari lingkungannya dengan segala seluk-beluk kehidupan dan masalahnya. Tetapi, betapapun seni itu dipengaruhi oleh nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, ia lebih dari sekadar sublimasi ataupun penguatan apa yang ada dalam masyarakat. Suatu karya seni, betapa pun realistisnya, memiliki kenyataan sendiri, dikuasai oleh hukum dan aturan-aturan sendiri.
Menurut estetika klasik, kedirian seni diatur oleh keindahan-keindahan yang berbicara kepada pancaindra dan mengantar kepada kebenaran. Akan tetapi, dewasa ini harmonisasi antara keindahan dan kebenaran yang dianggap merupakan kesatuan asasi dari karya seni makin sulit untuk dilaksanakan. Sangat seringnya kebenaran tidak sesuai dengan keindahan. Dibalik keindahan kegiatan-kegiatan seni yang mewah dan tinggi timbullah kelaparan, kebodohan dan kepalsuan. Maka timbullah gerakan-gerakan yang menolak segala macam seni yang tidak mengilhami tindak untuk mengubah dunia yang lapar, bobrok, tolol dan palsu. Gerakan-gerakan ini pada dasarnya mengulangi apa yang pernah diteriakkan oleh George Bucher bahwa semua seni idealistik melemparkan penghinaan keji terhadap manusia. Kecendrungan ini menyadarkan kita bahwa burjuasi kesenian akan menjauhkan seniman dari rakyat yang harus menjadi pendukungnya. Tetapi sebaliknya, kita pun sadar bahwa gerakan-gerakan itu sendiri akan mengingkari diri apabila terperosok kedalam gerakan ‘anti seni’ yang secara ekstrem berusaha menghabisi jarak antara seni dan kenyataan. Sebab, bagaimana pun ia masih akan mengambil bentuk seni yang secara asasi berbeda dari  non seni.
      Penonton yang maju akan tetap mengharap agar seni didekatkan kepada masyarakat. Sebab belakangan ini orang pun sering bertanya, apakah sebenarnya sumbangan kesenian untuk masyarakat yang sedang membangun. Sebab, kenyataan menunjukan kesenian, apabila yang berpredikat modern, masih terasing dari masyarakata. Jangan sampai penonton merasa bahwa seniman mencipatakan dan menyediakan sesuatu di mana dia merasakan keasyikan bersendiri. Sebab karyanya bagi dia hanyalah posisi yang tidak jelas dari orang-orang kota. Olehkarena negara kita ini oleh WS. Rendra pernah disebut sebagai “negara desa”, maka anehlah apabila justru pencinta-pencinta seni kontemporer harus berkata bahwa “seniman justru tidak datang ke desa-desa, dan desa-desa tidak datang kepada para seniman!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar