BAB
15
TATA
BUNYI
Eksistensi seni teater bersifat aditif visual,
yaitu bisa didengar dan bisa dilihat. Dalam hal ini drama radio memiliki
kekhususannya karena hanya bersifat aditif saja.
Efek bunyi dan
musik yang membawakan suasana lakon telah lahir bersama dengan kelahiran teater
itu sendiri. Sejak bunyi gendang manusia primitif hingga juga bunyi jalur suara
dari film ini terakhir, unsur- unsur aditif ini telah memberikan sumbangan yang
banyak demi tercintanya suasana kreatif nada lakon. Dan apabila kita perhatikan
naskah-naskah cerita drama, baik yang kuno maupun yang baru, niscaya kita
jumpai catatan petunjuk-petunjuk tata bunyi seperti misalnya bunyi musik
perlahan-lahan, bunyi terompet yang keras, tembakan gencar, bunyi hujan diiringi
guruh, suara azan sayup-sayup anjing menggonggong, secara tangis seorang bayi,
dan masih banyak lagi contoh yang bisa kita temukan. Bunyi-bunyian itu
mengiringi adegan sedih, suasana meriah, peristiwa cinta kasih, dan peristiwa
kejutan yang mengerikan di dalam lakon.
Harus diingat
bahwa bunyi-bunyian itu bertujuan untuk menghidupkan secara kreatif suasana
lakon, tidak sebaliknya. Banyak sekali kita melihat . latar belakang musik ada sebuah
pementasan dipilih disusun tanpa mempelajari tema naskah. tanpa pengetahuan elementer
perihal musik dan dibunyikan pada momen-momen yang kurang tepat atau terlalu
keras.
Dengan kemajuan teknik
yang kini dicapai orang, di pasaran bebas kita bisa mencari dan membeli efek-efek
bunyi yang telah berbentuk piringan hitam ataupun rekaman pita kaset. Meskipun
demikian, di bawah akan dijelaskan cara-cara sederhana membuat efek bunyi.
Tentang
istilah
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemakaian
istilah asing sebagai pedoman dalam praktek tata bunyi teater, di bawah dikemukakan
beberapa istilah dalam bahasa kita sebagai berikut:
bunyi = sound
suara =
voice
derau = noise
nada =
tone
dengung = hume
Suara
Suara adalah bunyi yang berasa1 dan makhluk
hidup, seperti manusia dan binatang. Suara orang adalah media manusia untuk mengekspresikan
bahasa agar dapat dipahami orang lain. Suara itu bisa menghidupkan bahasa,
tetapi sebaliknya juga bisa menjadikan bahasa itu justru tak dipahami orang
lain. Untuk memberi petunjuk praktis atas suasana hati manusia seperti marah.
riang. susah dan sebagainya, maka kita mengartikan istilah di bawah ini sebagai
berikut:
Texture = kualitas suara yang dapat dirasakan
senang. kasar, lancar dan
sebagainya.
intonation = tinggi-rendahnya suara pada saat berbicara.
Stress = tekanan suara pada kata-kata yang penting.
Mood = perasaan suara yang menggambarkan
keadaan girang, susah, marah. dan sebagainya.
Pacing =
pengucapan beberapa kata
lebih cepat atau lebih lambat dan kata-kata yang lain.
Accent = tekanan pada suatu bagian kata atau suku
kata
Istilah tersebut di atas sangat diperlukan
dalam menanggapi petunjuk-petunjuk pada dialog sehingga mampu mengekspresikan
watak pelaku.
Apabila
kita bertugas mengiringi sebuah lakon, kita harus memperhatikan tiga masalah
yang merupakan bahan-bahan yang arus digarap, yaitu:
dialog - efek bunyi - musik
Ketiga-tiganya
bisa kita pergunakan bersama-sama, kadang-kadang .hanya dua bersama-sama, atau
hanya satu saja. Untuk ini kita bisa memperhatikan agar volume ketiga bahan itu
bisa diatur lengan tepat, artinya volume apa yang harus dikeraskan atau perlahan.
Di sini volume berfungsi seperti spotlight, yaitu apa yang diutamakan pada adegan
mendapat sorotan lebih, dan sebaliknya.
Efek bunyi:
Tiap-tiap efek bunyi membantu penonton lebih membayangkan
apa yang terjadi di dalam lakon. Karena itu, penggunaan etek ini harus sesuai
dengan tujuannya.
contoh
beberapa macam efek bunyi dan cara membuatnya:
1) Bunyi pintu: Umumnya bila
pintu yang dibuka-ditutup akan kedengaran bunyi gerendel dan benturan daun
pintu. Kita buat pintu dalam kotak kecil yang dilengkapi dengar gerendel. Jika ini
ditempatkan di dekat mikrofon, akan menyerupai bunyi yang sesungguhnya.
2) Bunyi jam: Ambillah sebuah
jam yang bunyinya keras. Jika tak ada, gunakan kotak dari logam. Dengan pulpen
atau alat keras yang digerakkan ke kiri dan kanan akan dihasilkan Bunyi seperti
halilintar.
3) Bunyi halilintar: Ambillah
seng, jatuhkan atau pukullah sehingga berbunyi seperti halilintar.
4) Bunyi tembakan: Pecahkan sebuah
balon karet, atau barang keras lainnya yang di pukul. Dengarkan lewat mikrofon,
pilih mana yang mirip dengan bunyi tembakan.
5) Bunyi kapal terbang: Yang
paling baik ialah merekam bunyi di lapangan terbang. Atau lipatlah kertas,
letakkan di dekat kipas angin listrik. Bila mikrofon didekatkan pada lipatan
kertas, di perbanyak atau dikurangi, suara ini mirip pada terbang baling-baling.
6) Bunyi kebakaran dan hujan:
Kertas selofan digosok-gosok atau diremas-remas di dekat mikrofon.
Masih banyak contoh dan cara pembuatannya ini
hanya sebagai saja. Jika kita banyak bereksperimen dalam pembuatannya, kita
mungkin akan menemukan bunyi-bunyi lain yang tidak kita duga sebelumnya.
Musik
Musik mempunyai peranan dalam teater. Dengan
diperdengarkannya musik, penonton akan bertambah daya dan pengaruh imajinasinya.
Musik yang baik dan tepat bisa membantu aktor membawakan warna dan emosi
peranannya dalam adegan. Dalam pada itu, sutradara hendaklah memilih momen-momen
ketika justru musik itu ditiadakan, karena dalam sementara nakal dramatik ada jenis
adegan yang justru harus sepi dari segala macam efek bunyi.
Musik juga dapat
dipakai sebagai awal dan penutup adegan, sebagai jembatan antara adegan yang
satu dengan yang lainnya.
Dalam
mempergunakan musik ini hendaklah kita berpedoman untuk memilih satu jenis tema
musik saja. Jika pada permulaan memakai musik daerah, gunakan musik daerah
untuk seluruh lakon, jangan dicampur dengan musik barat atau asing lainnya, kecuali
jika dalam suatu adegan memang diperlukan musik Barat. Cara lain menyusun musik
ialah dengan merangkai “variasi dalam kesatuan”, yaitu merangkaikan berbagai
musik atau lagu dengan kesamaan gaya dan dengan memperhitungkan asal musiknya sehingga
hasil rangkaian itu tidak sedemikian menyolok pergantiannya.
Akustik
ruangan
Arsitektur gedung atau tempat teater kuno
menunjukkan bahwa orang ketika itu telah memikirkan dan berusaha agar pentas
dan tempat penonton memenuhi syarat-syarat akustik pendengaran. Tempat
memainkan lakon di alam terbuka, tempat penontonnya dibuat bertingkat-tingkat
hingga kita mendapatkan suatu amhpibitheater
yang berada lebih tinggi dan ruang perlakonan. Konstruksi begini akan menahan
bunyi dan suara yang datang dari uang pelakuan sehingga memiliki daya pantul ke
arah telinga penonton. Demikian pula sering kita lihat bahwa di depan pentas
dibuat sebuah kolam air dengan akibat adanya daya pantul dari air atas bunyi dan
suara. Di dalam gedung-gedung teater yang tertutup, konstruksinya dirancang
sehingga memungkinkan suara aktor sampai ke seluruh daerah ruang penonton tanpa
digunakannya alat-alat pengeras suara seperti sekarang. Tentu saja segala
sarana itu bisa dicapai karena terdapatnya teknik berbicara, teknik berdialog
para aktor yang demikian baiknya.
Masa kini, ketika
kita telah memiliki alat-alat bunyi elektronika yang sempurna, sering membuat
para aktor justru kurang memiliki suara alamiah yang terlatih baik karena
secara tidak sadar mereka sangat menggantungkan diri pada kehadiran sound system yang kompleks itu.
Auditorium
yang memenuhi syarat
Ruang teater yang baik ialah yang dibangun sedemikian
rupa sehingga bunyi yang timbul di pentas bisa dengan mudah terdengar di segala
tempat penonton. hal ini bergantung pada jarak waktu timbul bunyi secara
lestari di dalam ruangan istilah teknisnya ialah revorberationperiod atau periode bergema. Sebagai suatu percobaan
kita membuat suatu pukulan keras pada suatu benda, bisa juga suatu tembakan
pistol, kemudian kita hitung dengan stop watch
jarak antara terjadinya bunyi dan terdengarnya bunyi. Apabila periode
bergemanya lama, maka ruang tersebut tidak baik akustiknya. Hal yang demikian
akan terjadi apabila pada ruangan di balik dinding auditorium terdapat ruangan
kosong yang banyak atau apabila langit-langit gedung dari lantai disusun
paralel secara lengkap. Konstruksi begini memantulkan gelombang bunyi serta
memperpanjang bunyi sehingga mereka tindih-menindih dan memotong satu dengan
lainnya sehingga mengakibatkan bunyi-bunyi yang kabur. Sebaliknya, sebuah
periode bergema yang terlalu pendek menjadikan akustiknya menjadi tak baik.
Periode bergema yang ideal adalah satu seperempat hingga satu setengah detik.
Tugas arsitek adalah mengusahakan adanya
jaminan kesempurnaan kemampuan dengar (audibility) dari pertunjukan, sementara
itu juga melindungi penonton dari bunyi-bunyi yang tidak dingini kehadirannya
(noise) seperti suara kendaraan bermotor, tapak kaki, bunyi bel telepon, kipas
angin, angkut-mengangkut peralatan pentas, pendeknya suara dan bunyi yang
sebenarnya tidak termasuk ke dalam acara tontonan. Dalam pada itu, harus kita
perhitungkan pula tentang ruangan dalam keadaan belum ada penonton, misalnya
pada waktu kita mengadakan latihan di tempat yang akan kita gunakan untuk memainkan
lakon kelak, dan di dalam ruangan yang sama pada pertunjukan itu digunakan
orkes musik atau gamelan. Ilmu akustik arsitektur adalah baru, terutama apabila
ilmu ini dijuruskan ke arah teater dengan segala masalah tata bunyinya yang
unik. Karenanya, banyak pula arsitek yang memakai prosedur kerja, build in first and fixed t later, artinya
mereka menambahkan di sana-sini, setelah gedungnya jadi dengan bahan atau
perubahan kecil-kecil untuk menghilangkan gena. Dan tidak akan ada gedung
teater yang memenuhi syarat-syarat akustik yang baik dengan cara kerja demikian
itu.
Keseimbangan
bunyi
Yang dimaksud dengan keseimbangan bunyi adalah
teraturnya beraneka bunyi yang ditimbalkan dalam suatu lakon teater sehingga
tidak akan merupakan suatu gangguan dari macam bunyi yang timbul terhadap yang
ainnya. Hal ini bisa tercapai apabila kita menyiapkan segala sarana bunyi
dengan saksama.
Terjadinya
bunyi
Dengan sederhana bisa dijelaskan bahwa sensasi
bunyi terjadi apabila getaran sumber bunyi itu melewati udara yang turut bergetar
dari memproduksi getaran lebih lanjut hingga ke telinga kita. Selaput telinga
menjadi bergetar dengan irama yang sama, dan menyampaikannya kepada urat syaraf
yang membawa getaran itu ke otak. Otak ini memungkinkan kita sadar mendengar.
Dengan sarana-sarana
elektronika, bunyi mengalami perjalanan proses sebagai berikut: Getaran mekanis
suara manusia diubah oleh mikrofon
menjadi getaran elektronis yang kemudian dikuatkan oleh amplifier ke arah pengeras suara (loadspeaker): dan akhirnya
telinga manusia menerima getaran bunyi itu sebagai suatu getaran mekanis
kembali.
Mikrofon adalah
alat teknik pertama yang menerima secara langsung suara aktor, bunyi musik, dan
lain-lain efek.
Bunyi dapat seimbang
apabila diperhatikan benar letak mikrofon sehingga tidak terjadi bunyi yang
sangat menonjol. Bunyi musik hendaklah harmonis, karena itu hendaklah
diusahakan jangan sampai ada sumber bunyi lainnya, bahkan dialog aktor
sampai-sampai tidak terdengar. Efek bunyi lainnya hendaklah dijauhkan letaknya
dari mikrofon, apabila jika efek itu keras bunyinya.
Digunakan soundsystem pada pentas teater berakibat
pula adanya kesukaran yang timbul apabila tidak kita perhitungkan lebih dulu.
Ketokan pintu yang seharusnya kedengaran dari pintu yang seharusnya kedengaran dari pintu sebelah kiri, di dengar
penonton dari tengah pentas, tetapi dialognya ,jauh kedengaran karena letak
mikrofon, apabila jika efek itu kertas itu berdialog.
Masih banyak peristiwa
kesalahan teknis tata letak mikrofon yang kita lihat, yang sering pula memberikan
tertawa di pihak penonton. Untuk mengurangi kesalahan-kesalahan semacam itu, di
bawah ini dikemukakan beberapa macam mikrofon serta istilah-istilah yang
menunjukkan tempat kedudukan aktor sehubungan dengan tata letak mikrofon.
1) Mikrofon omni atau nondirectional
Dapat
dipergunakan dan segala penjuru; hasilnya sama saja.
2) Mikrofon bidirectional
Baik dipergunakan dari sebelah depan dan
belakang. Bila berbicara dari sisi kanan atau kiri, hasilnya tak begitu
memuaskan.
3) Mikrofon unfdirectional
Baik dipergunakan dari sebelah depan saja.
Apabila berbicara dari sebelah belakang, sisi kanan, sisi kiri, maka bunyi yang
diserapkannya adalah bunyi yang telah dipantulkan oleh dinding ruangan.
4) Mikrofon meja dan atau lantai
bentuknya
kecil, khususnya ditempatkan pada meja atau lantai.
5) Mikrofon lapel
Dikaitkan pada baju, dikalungkan di leher,
sehingga tidak mudah terlihat oleh penonton.
6) Mikrofon boom
Dilengkapi dengan batang panjang, bisa diatur,
mendekat atau menjauh dari aktor.
Microphone
presence
Maksud istilah ini
ialah perasaan jauh dekatnya suara itu dapat didengar penonton. Hal ini penting
bagi aktor. Perubahan suara pada waktu aktor menjauhkan diri dari mikrofon sama
dengan perubahan suara orang jika menjauhkan diri dari telinga kita. Perbedaan
lain antara mikrofon dari telinga ialah jika orang berada dalam jarak kira-kira
2 meter dari mikrofon, dalam pendengaran telinga seperti apabila ia berada
sejauh kira-kira 8 meter.
Sehubungan dengan ini, maka kita mengenal
istilah-istilah:
a. Off
microphone, disingkat offmike
Apabila aktor berbuat atau berbicara pada
jarak lebih jauh daripada semestinya.
Efeknya: aktor berada di tempat/di ruang lain.
b. 0n
microphone, disingkat onmike:
Apabila aktor berbuat/berbicara pada jarak yang semestinya.
Efeknya: aktor berada hanya beberapa meter dari
kita.
c. Coming
onmike
Apabila aktor dari jarak jauh mendekati
mikrofon.
Efeknya: aktor datang mendekati.
d.Going
offmike:
Kembali dan coming onmike
Gema atau bunyi pantulan
Dalam ruangan yang sangat luas atau di dalam ruang yang berinding
keras bisa timbul banyak bunyi pantulan atau gema. Inid bisa diatasi dengan mendekatkan mikrofon
pada aktor atau alat-alat musik yang sedang digunakan. Alat musik elektronis sering
perlengkapi dengan alat untuk memperoleh gema. Orang mendi latah, menggunakan
alat ini untuk suara manusia. Efek yang dihasilkan mungkin kedengarannya
“menggaya”, tetapi hal begini sebenarnya merupakan kesalahan teknis dialog,
kecuali jika memang disengaja untuk memperdengarkan suara khayali.
Ruangan yang diperlengkapi dengan bahan-bahan antigen,
seperti gorden yang tebal, akan mengurangi bunyi gema karena bahan-bahan itu
dapat menyerap bunyi.
Ruangan disebut “mati” jika ruangan itu tidak banyak
menimbulkan gema dan disebut “hidu” jika ruangan itu berdinding embok, atau
semen, atau bahan yang keras sehingga menimbulkan gema.
BAB
16
ILMIAH
TEATER
Untuk memperoleh gambaran tentang ruang
lingkup pembahasan teater sebagai ilmu akan dikemukakan beberapa data mengenai
tumbuh dan berkembangnya eksistensi teater pada lembaga-lembaga pendidikan
tertentu. yang secara khusus menggarapnya sebagai suatu bahan studi.
1 Pengetahuan teater memilih teater
dengan segala bentuk serta gejala yang timbul sebagai objek studinya.
2. Seni teater adalah suatu bentuk
seni yang terwujud dengan menggunakan tubuh manusia sebagai salah satu
bahannya.
3. Seni teater memperoleh dasar
idenya atas kehendak manusiawi yang berwujud permainan dan peniruan.
4. Teater hendaklah diartikan
dengan luas: Drama yang berdialog, dinyanyikan, revue, variete, sirkus, drama radio dan televisi, lakon film, happening, .permainan boneka, tari
wayang, mime dan pantomim. Semua itu adalah bentuk-bentuk teatrikal dan
merupakan bahan-bahan penyelidikan.
5. Empat
faktor yang menentukan suatu pergelaran seni teater ialah:
a. sebuah ketentuan yang bisa digelarkan, sebuah ide, naskah;
b. aktor
c. ruang perlakonan, entas;
d. penonton.
Penjelasan:
a. Bisa
berbentuk suatu karya literer, bisa juga berwujud suatu naskah yang mencatat
jalinan kejadian dari suatu improvisasi tarian, balet, libretto, dan sebagainya.
b. Selain
aktor termasuk juga sutradara, penata dekorasi, rias dan pakaian, penata sinar
dan bunyi, serta lain-lain petugas yang dengan kerja kolektif memungkinkan terselenggaranya
suatu lakon.
c. Pentas serta sarana-sarana akomodasi gedung pertunjukan.
d. Kehadiran
penonton memungkinkan tercapainya komunikasi timba1-balik sehingga pertunjukan
teatrikal bisa tercapai.
Apabila tidak ada pengetahuan teater, maka
tidak akan ada suatu fenomena menarik seperti commedia dell’Arte dengan implikasi dan konsekuensi-konsekuensinya
untuk memperoleh objek studi.
Seorang yang dengan tekunnya mempelajari dan menyelidiki
teater da1ah juga seorang historikus.
Istilah Jerman Theater Jissenschaft telah dipopulerkan pada permulaan abad ke-20
oleh Artur Kutscher.
Pada Universitas Amstedam digunakan istilah dramatrgie dan “sejarah seni drama” (dari dramatic art) untuk
pengetahuan drama. Balthaser Verhagen dan W. Ph Pos adalah dosen-dosen dalam
pengetahuan komposisi dramatik.
Data-data kegiatan pada perguruan-perguruan tinggi
di Nederland 50 tahun terakhir adalah sebagai berikut:
- Pada tahun 1918 J.L Waich
diangkat sebagai dosen luar biasa dalam mata kuliah sejarah drama dan teater di
Leiden.
- Pada tahun 1924-1939 Balthazar
Verhagen bertugas sebagai dosen luar biasa dalam mata kuliah dramaturgi di Universitas
Amsterdam.
- Universitas Negeri Utrecht
pada tahun 1919 telah memberikan gelar doctor honoris cause kepada aktor sutradara Willem Royaards dalam ilmu
sastra.
- Mulai tahun 1966 W.Ph. Pos memberikan
kuliah drama di Universitas Leiden.
11. Mata kuliah teater diberikan juga pada perguruan-perguruan tinggi
di Jerman. Austria. Prancis, inggris. Denmark, Swedia dan Amerika Serikat.
Federation International pour Ia Recherche Theatrale di Prancis membentuk suatu
panitia Khusus yang memberikan kuliah pada lembaga-lembaga pengetahuan di
negara-negara lain.
12. Ilmiah teater menciptakan dua
daerah pokok subjek, yaitu dramatologi dan teatrologi.
13. Dramatologi. adalah istilah lain
yang digunakan untuk dramaturgi. Bidang penyelidikannya meliputi sebuah
ketentuan yang bisa digelarkan (lihat ad; 5a) sebagai suatu hasil seni yang
diperuntukkan bagi pertunjukan teater. Pembahasannya terutama adalah usaha
komposisi dan anasir akibat-akibatnya yang menghimpunnya. Apabila anasir yang
dimaksud merupakan masalah karya sastra, maka dramatologi dekat pada daerah
pengetahuan teratur umum dan sejarah sastra, baik sastra nasional maupun sastra
perbandingan. Pelanggaran daerah satu ke daerah lainnya sering tidak dapat
dielakkan dan sangat berguna, asalkan seorang dramatologi sadar bahwa dia
terutama menggarap problem karya seni teater, dan bukannya literatur teater.
14. Metode pembagian ilmiah dramatologi menjadi: teoretis sistematis
dan historis, keduanya tak bisa dipisahkan.
15. Teatrologi menyelidiki aspek-aspek pergelaran teater sehubungan
dengar aktor - pentas - penonton. Bisa juga digunakan metode teoretis - sistematis
dan historis, yaitu misalnya:
a. menelaah asal teater,
b. memperkembangkan arsitektur gedung
pertunjukan,
c. cara mekanisasi pentas,
d. prestasi aktor dan sutradara,
e. interpretasi
naskah,
f. masalah
penonton,
g. peranan
pihak yang berkuasa (pemerintah),
h. problem
sosial-kultural di teater.
16. Seorang teatrologi akan
melibatkan usaha dari historikus, tnolog, psicolog, sosiolog, arkeolog,
musikolog, dan seniman. Sebaliknya, mereka, yang disebut belakangan itu bisa
memperoleh bantuan dan teatrologi Segala ilmu pengetahuan digunakan sebagai
ilmu pengetahuan pembantu.
17. Pengetahuan teater berkembang
sistematis dan rapi di dunia internasional. Sarana-sarananya meliputi:
a. Penerbitan
majalah: Recherches Theatrales, Maske und
Kothurn, The Tulane Drama Review, Revu d’Histoire du Theatre, Toned theatraal,
dan sebagainya.
b. Kongres-kongres
internasional:
Secara periodik diadakan dengan sponsor pemerintah
setempat, organisasi internasional, dan usaha-usaha swasta.
c. Publikasi-publikasi
ilmiah: Selama tahun 1954-1962 telah selesai diterbitkan sebuah erisiklopedi
teater di Roma dalam 9 jilid yang berjudul Ericiclopedia
delle Spettacolo. Tokoh-tokoh teater secara perseorangan dengan sinambung
menerbitkan karangan-karangan ilmiahnya.
18. Seni berperan bersifat
transitoris (Lessing). Lakon terjadi selama waktu terangkatnya tirai dengan
(Hunningher). Nilai momen pergelaran lakon tidak dapat terulang. Fakta tersebut
adalah unik. Gejala itu merupakan lambang kehidupan.
19. Seorang teatrologi dihadapkan pada
suatu problem metodik yang serupa dengan seorang historiku. Sumber-sumber
penggeliannya diperoleh dari lukisan-lukisan, publikasi-publikasi manusia yang mengalaminya,
indikasi-indikasi pada naskah. dokumentasi rekaman bunyi, film, televisi (video
tape recording), dan foto.
20. Suatu rekonstruksi lengkap dan
tak tergugat dan wujud pergelaran teater dari zaman yang telah lampau secara
total adalah sesuatu yang tidak mungkin. Seorang teatrolog harus menerima
kenyataan ini. Seorang historikus sadar bahwa masa lampau tak mungkin
direkonstruksi secara keseluruhan. Justru keyakinan inilah yang memberikan
rangsang baginya untuk menyelidikinya hingga mengerti.
21. Teater adalah gambaran dari
sesuatu masa. Mengetahui masa lampau teater berarti mengetahui keadaan masa itu
secara Keseluruhan. Hasil riset dan pengetahuan ini memberi suatu pengertian
yang lebih baik atas kemanusiaan masa kini.
22. Sebuah lembaga untuk
pengetahuan teater bukanlah. sebuah museum teater atau sebuah sekolah teater,
bukan pula sebuah pusat penerangan teater. Lembaga semacam itu merupakan suatu
lembaga pendidikan bagi calon-calon ilmuwan teater, sekaligus merupakan sebuah
lembaga riset.
23. Jika seorang musikolog harus
paham menggunakan alat-alat musik, seorang teatrolog harus pula menguasai kerja
aktor dan sutradara teater. Pada lembaga pendidikan itu diberikan kesempatan
praktek secara garis besar.
24. Kedudukan sosial seorang
dramatur sangat kompleks. Dia bisa menjadi penasihat artistik dari seorang
direksi usaha teater. Bisa juga berkedudukan sebagai staf ahli pada studio
film, radio, dan televisi.
25. Seorang kritikus teater adalah
pertama-tama seorang wartawan yang bidang keahliannya meliputi problem teater.
Sasaran analisis kritiknya tidak hanya ditujukan kepada naskah saja, tetapi
juga kepada prestasi-prestasi aktor, sutradara. dan lain-lain pembantu pelaksana
pergelaran lakon.
Dalam
memberikan suatu resensi teater hendaklah dibaca dan dipahami dulu naskahnya
sebelum melihat pergelaran lakonnya. Caranya selanjutnya bisa demikian:
a. Dibuat
dulu resensi cerita berdasarkan naskah,
h. Menyaksikan
lakon,
c. Menyusun
analisis prestasi pergelaran,
d. Dibuat
resensi kesimpulan.
26. Seorang sarjana pengetahuan teater
bisa berkedudukan sebagai karyawan instansi kesenian/kebudayaan pemerintah, pengajar
sejarah drama atau teater pada sebuah sekolah teater, dosen pada lembaga perguruan
tinggi yang memiliki mata kuliah teater.
27. Pada Universitas Amsterdam dan
Utrecht terdapat kesempatan menempuh ujian doktoral ilmu teater atas dasar
telah lulus ujian kandidat pada fakultas sastra (bahasa-bahasa klasik, nasional,
modern, sejarah, dan sebagainya).
28. Pelajaran dramaturgi telah dimasukkan
pada sementara sekolah dasar hingga menengah sebagai suatu usaha apresiasi
untuk perkembangan pribadi anak.
29. Jenis mata kuliah yang
diberikan pada Universitas Utrecht untuk pengetahuan teater meliputi.
a. Capita
selecte sejarah drama, tonel. dan balet;
b. Pengetahuan komposisi dramatik
c. Kritik
teater;
d. Drama
radio dan televisi;
e. Hukum
dan pengaturan drama:
f. Sarana-sarana
studi ilmu teater;
g. Tugas
sutradara, suatu pengantar.
20. Problem-problem
teater yang dibahas dalam enam tahun terakhir meliputi:
a. Ibsen,
Sartre, Brecht;
b. Satu
setengah dramaturgi. dari Kleist hingga Albee (2 tahun kuliah),
c. Bentuk-bentuk
teater Abad pertengahan. Renaissance. Barok (2 tahun kuliah).
d. Commedia
dell ‘Arte,
e. Sejarah
balet istana.
f, Bentuk
teater abad ke-19 dan ke-20 (2 tahun kuliah),
g. Repertoar
teater masa kini,
h.
Studi perkembangan tentang
fragmen-fragmen lakon dengan menggunakan rekaman.
i. Analisis atas naskah dengan mengingat
karakteristik naskah literer drama.
31. Lembaga-1embag pendidikan
teater mengambil manfaat dari kehadiran seniman, ahli, dosen tamu untuk turut
serta menyumbangkan pikirannya secara ilmiah.
32. Bagi seorang mahasiswa yang memperoleh
spesialisasi pengetahuan teater ialah bahwa dia menerima kuliah tentang masalah
yang sebenarnya tidak menyangkut stadium pokoknya.
Seorang anlist tekun menyelidiki masalah Shakespeare, dia tidak banyak
mengetahui tentang Strindberg, Pirandeho, terkecuali apabila dia memilih
bahasa-bahasa Swedia dan Italia sebagai vak tambahan. Tetapi, jika dia menerima
kuliah perihal teater, kerja tokoh-tokoh tersebut merupakan suatu bahar. pengetahuannya
yang bisa bermanfaat baginya.
33. Pembahasan lebih lanjut
perihal ilmu teater sebagai disiplin universitas bisa diketahui dari literatur-literatur:
a. Kutschcr,
A., Grundriss der Theaterwissenschaft,
Munchen, 1949
b. Niessen,
C., Handbuch der Theaterwissenschaft,
Band I, Ensdetten, 1949
c. Knudsea,
H., Theaterwissenschaft Worden und Wertung einer Universiditsdisziplin,
Berlin, 1950
d. James,
D.G., The Unversities and the Theatre,
London, 1952
e. Leeuwe
de, H.H.J,, De Wetenschap van Toneel, Amster dam, 1957
34. Bahwa dalam dunia teater secara
berulang kali terdapat apa yang disebut “:krisis teater adalah suatu gejala
faktual.
35. Adanya krisis teater itu
bukanlah menjadi suatu alasan untuk mendirikan suatu usaha Pendidikan
drama/teater. Sebagai salah satu usaha membantu mengatasi impasse yang lampau, hendaklah para pengarang muda diberi
kesempatan untuk mengadakan eksperimen-eksperimen. Seniman sejati senantiasa
mengadakan eksperimen-eksperimen , baik krisis itu ada maupun tidak.
36. Tokoh-tokoh pembaharuan dan
eksperimen: Antoine, Stanislavski, Lugne Poe, Gordon Craig, Meycrhold, Taitoff,
Yerzy Grotowski, Ludwik Faszen.
37. Pemerintah suatu negara seyoganya
memberikan bantuan finansial kepada kegiatan teater setempat.
Sejarah menunjukkan bahwa sejak teater Yunani kuno, pemerintah menjadi
sponsornya. Pemberian subsidi, betapa pun kelihatannya, asal bisa dimanfaatkan
oleh yang berkepentingan. bukanlah suatu pengeluaran yang sia-sia.
BAB
17
KREATIVITAS
A. FENOMENA IMITATIF DAN KREATIF DALAN SENI TEATER
1. Kreatif
Kata ini memang sering disalahgunakan. Tidak
jarang pula pengertiannya dikacaukan dengan kata “Produktif”.
Sebelum kita
merumuskan suatu kesimpulan tentang apakah yang disebut kreatif itu, lebih baik terlebih dulu kita memeriksa
beberapa kenyataan
Jika seorang pelukis
menciptakan sebuah lukisan, maka nama kemah lukisan itu suatu hasil daya
kreatif. Lain, karena lukisan itu sangat baik, maka dibuatlah tiruan atas
lukisan itu dengan mempergunakan alat teknik yang modern, misalnya
dilipatgandakan dengan alat pemotret. Hasil-hasil yang berlipat gandakan itu
bukanlah suatu hasil daya kreatif, melainkan hasil daya produktif.
Jadi suatu pekerjaan
kreatif adalah pekerjaan yang dilakukan sekali saja sehingga mempunyai momen; artinya, apabila kesenian sebagai
suatu pekerja kreatif telah diciptakan pada suatu ketika, kesenian tersebut
tidak dapat diciptakan kembali karena momennya sudah lain, situasinya sudah
berubah pula karena manusia hidup di tengah-tengah waktu dan keadaan yang sangat
dinamis. Sebaliknya, pekerjaan daya produktif adalah pekerjaan yang dilakukan
berkali-kali sehingga tidak mempunyai momen; artinya, apabila reproduksi
kesenian sebagai suatu pekerjaan produktif telah diselesaikan pada suatu
ketika, reproduksi tersebut dapat dilakukan kembali. Hasilnya akan sama karena
tidak ada perbedaan moment. Dan karena momen itu sifatnya berbeda dengan momen lainnya,
maka sesuatu yang tidak ada perbedaan momennya berarti sama saja dengan tidak mempunyai
momen.
Apakah syaratnya
supaya suatu pekerjaan itu mempunyai momen? Dengan perkataan lain, apakah
syaratnya supaya pekerjaan itu bersifat kreatif? Syaratnya ialah bahwa orang
yang menyalahkan daya kreatif itu seluruh tindak-tanduknya adalah pancaran
kepribadian yang sekuat-kuatnya dan tidak memperhitungkan keuntungan lahiriah.
2. Perbedaan antara manusia kreatif dan manusia
nonkreatif.
Perbedaan ini dapatlah kita perbandingkan
dengan perbedaan antara seorang seniman yang menciptakan drama dan seorang
penonton yang menyaksikan drama. Dalam pertunjukan drama itu seniman memimpin
penonton untuk menyelami kenyataan-kenyataan yang diekspresikan diungkapkan
oleh seniman yang menciptakan drama itu. Dengan demikian, manusia kreatif itu
tidak terlepas dan manusia norkreatif. Seorang manusia kreatif yang hanya mau
duduk di menara gading sama halnya dengan seorang pemimpin yang berada jauh dari
rakyat yang dipimpinnya. Hal bedanya, tidak ada manusia kreatif yang demikian itu,
sebab seorang manusia kreatif dalam arti yang sebenarnya akan tetap tinggal di
tengah-tengah publik yang dipimpinnya. Publik yang haus akan kesenian, sedankan
kesenian yang dihasilkan itu tidak ada, dapat di diibaratkan sebagai rakyat
yang mencari pimpinan yang dicari, sedangkan orang yang dicarinya itu tidak
ada.
Di sinilah letak rea1motive (dasar yang sebenarnya) perasaan
estetik manusia yang mengarahkan perasaannya itu kepada objeknya.
3. Dua aliran akting
a. Aliran imitatif
Tekniknya terdiri atas “barang cetakan”. Semua
corak perlakonannya seperti yang sudah didiktekan: oleh emosi-emosi hasil
pengalamannya selama masa persiapan kerja, emosi-emosi manusia yang dipersembahkan
oleh pengarang drama-drama picisan yang mendasarkan atas konvensi-konvensi
teater yang sudah lapuk.
b. Aliran kreatif
Menuntut
syarat-syarat yang lebih tinggi dari aktor. Menolak selubung usang dari emosi-emosi
mati dan mengharuskan dilaksanakan proses kreatif ada tiap pertunjukan atas
dasar yang mendalam tentang logika yang melandasi peran.
4. Reaksi penonton
Penonton akar. mengerti tentang gagasan-gagasan
yang agung dan mendalami, akan merasa ikut serta hidup dalam peristiwa-peristiwa
yang dipertunjukkan di atas pentas hanya apabila gagasan itu mampu dijelaskan
lewat emosi-emosi yang segera dan vital dari aktornya. Proses kreatif harus
timbul secara organik dan hukum-hukum dasar tabiat manusia. Seseorang,
misalnya, tidak mungkin
menghidupkan kekerasan secara terus-menerus
untuk memaksakan suatu kelakuan yang tidak pernah dimaksudnya.
Sistem ini tidak
hanya menunjukkan syarat-syarat yang di butuhkan bagi seni teater yang
realistis, tetapi sekaligus mempersembahkan metode tertentu yang sudah diuji
dalam pengalaman-pengalaman untuk memberikan tuntunan kepada seorang aktor dalam
melaksanakan kerjanya dalam memungkirkan kepadanya berkreasi secara wajar. lepas
dari kualitas manusia si aktor sendiri sebagai pewatak drama yang akan memiliki
anti yang sangat penting dan meyakinkan.
5. Sistem Stanislavsky
Bertahun-tahun Sanislavsky bekerja dengan
teliti dan berusaha menyempurnakan metode teaternya yang olehnya diberi nama “Sistem”.
Dalam periode pemulaan dari risetnya itu dia tidak menarik garis pemisah yang
tajam antara teori, teknik profesional seorang aktor, dan metode yang digunakan
oleh aktor dari aliran proses kreatif, yakni suatu proses untuk mempersiapkan
suatu peranan dengan kesadaran yang sungguh-sungguh bahwa latihan haruslah
ditekankan kepada dasar-dasar fisik dan psikologi. Hal ini sangat diperlukan
bagi peningkatan teknik profesional seorang aktor yang mengandung perbedaan aspek
secara menyeluruh dengan cara kerja seorang aktor yang menempatkan dirinya di dalam
“Sistem”. Aspek ini berkisar pada soal -soa1 hubungan dan pengertian seorang
aktor terhadap peranan yang dimainkannya, demikian pula dalam hubungan dan
pengertiannya terhadap drama itu sebagai suatu keseluruhan.
6. Teori dan
metode
Stanis1avsky berjuang tidak hanya untuk menemukan hukum-hukum
penguasaan atas seni akting, tetapi juga menempatkan hukum-hukum itu demi sefaedahan
si aktor itu sendiri, dengan menunjukkan kepadanya alat-alat yang paling
efektif praktis untuk secara sadar mempengaruhi daya kreasi dan sekaligus bawah
sadarnya. Untuk tujuan itu dia berusaha menyempurnakan sebuah metode kreatif.
Dia berpendapat bahwa suatu metode kerja yang dikembangkan tanpa dilandasi teori,
pasti akan kehilangan arti pentingnya. Sama halnya dengan metode yang tidak
didasarkan atas hukum-hukum objektif dari proses kreatif di atas teater dan latihan
profesional di aktor adalah sebuah formalismu yang abstrak. Masalah metode adalah
mutlak bagi teater. Teater adalah bentuk kolektif kesenian. Untuk dapat
mencapai hasil kerja yang artistik dan menyeluruh di dalam drama, produser,
aktor-aktor, dekorator, dan komponis berkedudukan mendudukkan artistik individualitasnya
terhadap tujuan umum produksi, dan karenanya sangat penting untuk mempersatukan
hasrat pekerja-pekerja teater melalui metode tunggal.
7. Menghidupulangkan peranan pada tiap pertunjukan
Tugas aktor bukan untuk mengulangi hasil yang
pernah dicapai. melainkan untuk menghidupulangkan peranan pada tiap pertunjukan
Produksi teater
bertujuan untuk dipertunjukkan berulang-ulang. dan aktor yang kreatif diminta
menghidupulangkan perannya pada tiap pertunjukan, baik untuk pengulangan yang
pertama maupun untuk yang keseratus kalinya. Akan tetapi. amat sukarlah untuk
bisa mengu1angi pada hari ini apa yang kemarin sudah dipertunjukkannya dengan
sukses. Hal ini disebabkan karena perasaan kita sangat halus, rumit, dan tidak
mudah ditangkap. Lebih banyak kita mengejarnya, lebih berhasil dia menghindari
kita. Suatu paksaan yang sekecil-kecilnya pun terhadap tabiat artistik seorang
aktor selagi dia di dalam proses kreatif, sudah cukuplah untuk menghalau semua
perasaan. Akibatnya, banyak aktor benar-benar kreatif hanya sejenak pada
mula-mula adegan dan pertunjukan, selanjutnya diri tidak mencipta penghidupan yang hidup pada waktu itu,
tetapi hanya mencipta “apa-apa yang mungkin ada”, yaitu bentuk luar
penghidupan. Dan selagi bentuk-bentuk itu berbicara tentang perasaan-perasaan yang
dibangunkannya, perasaan itu sendiri tidak disampaikan kepada penonton dengan
keyakinan dan wujud penghidupan. itu hanyalah tanda-tanda konvensional dari persembahan. Perasaan-perasaan.
bukan perasaan itu an sich.
Bagi seorang
aktor mengulangi perasaan yang sekali waktu pernah dialaminya di atas pentas
sama artinya dengan percobaan untuk menghidupkan kembali bunga yang sudah layu.
Tugas kita justru harus sebaliknya, yaitu menciptakan kuntum yang baru alih-alih
membawa balik yang sudah mati.
B. THE METHOD
The
method adalah sistem Robert
O’Neil dalam mencari cara-cara berperan yang wajar.
1. The Method
The
method adalah sebuah cara bermain
yang sedemikian rupa disusun guna memperbaiki teknik akting serta membawakan
perang yang lebih sempurna.
2. Improvisasi
Dia menarik diri membungkuk-bungkuki seperti
orang yang sedang kejang Dengan letih dijatuhkan dininya di atas kursi, gerak
mukanya menunjukkan kesedihan. Sekonyong-konyong kedua belah tagannya menutup
mukanya. Dia mulai hendak tersedu-sedu, mula-mula perlahan-lahan akhirnya makin
kencang, tetapi tertahan-tahan dan seluruh tubuhnya bergerak.
Murid-murid pada menahan napas. Mereka lupa
akakn keadaan sekelilingnya. Hanya gurunya itulah yang berarti bagi mereka. Dan
dari mata murid-murid itu tidak nampak ada yang menaruh belas kasihan sedikit
pun melihat orang terisak-isak menangis, hanya kagum disertai rasa iri hati
terhadap guru itu.
Scene
tersebut terjadi di West End,
London. Sang guru adalah seorang aktor Amerika, Robert O’Neil, sedangkan murid-muridnya adalah aktor dan aktris kalangan drama, film,
dan televisi di Inggris yang untuk keperluan penyempurnaan bakatnya kembali
lagi ke ruang belajar seperti keadaan ketika mereka dahulu duduk di bangku
akademik dan sekolah teater mereka masing-masing.
3. Lawannya sistem Elia Kazan
Robert O’Neil menggambarkan sistem yang berlawanan
dengan sistem Elia Kazan, sutradara terkenal yang memiliki metode akting
sendiri dengan perkembangannya sendiri pula. Dan mendapatkan pengikut-pengikutnya
pula dari murid-muridnya yang tidak sedikit. Elia Kazan di antaranya menghendaki
agar pemain-pemainnya menjadi satu dengan peran yang akan dibawakannya.
Tidak hanya di depan kamera, di dalam ruang perlakonan, tetapi juga dalam
penghidupan pribadinya sehari-hari. Selama 24 jam terus-menerus mereka harus
berpikir, berbicara sebagai peran yang akan dimainkan.
Robert
O’Neil dengan The Metodenya sebaliknya,
tidak menghendaki pemainnya pribadinya
masing-masing dalam waktu dia sedang
menyiapkan peranannya. Dia menghendaki agar muridnya menggali
pengalaman-pengalaman hidupnya yang diperlukan. Apabila dalam naskah
permainannya ditentukan bahwa si peran harus sedih hingga menangis, maka sudah.
Tiap orang tentu peran mengalami saat yang demikian. Pikirkan kembali kesedihan
itu. Percayalah, orang akan bisa membawakan suasana itu kembali dalam akting.
Sistem ini didasarkan atas penggalian kembali pengalaman-pengalaman pribadi
yang sejenisnya dengan keadaan yang harus dibawakan oleh pemain ketika itu.
4. Studi yang sungguh-sungguh
Di kalangan teater . orang mendapatkan bukti
bahwa Robert O’Neil benar-benar mampu memperbaiki mutu permainan aktor dan
aktris yang sudah berpengalaman dan terkenal, baik nama maupun reputasinya
Sekali peristiwa, bersama seorang aktor berkebanggaan Kanada, Mc Callum, ia
melawat ke Inggris untuk membuka semacam akting
course lanjutan. Kursus tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah
banyak makan garam dalam akting, dan tidak semudah orang mengira.
Murid-muridnya diharuskan mengikutinya 22 minggu terus-menerus. Robert O’Neil
menghendaki agar murid-muridnya benar-benar memperdalam dengan sungguh-sungguh
apa yang diajarkannya. Setiap soal yang menghambat. segi- segi yang lemah
ataupun kesalahpahaman prinsip dalam teori-teori akting. diberinya petunjuk-petunjuk
olehnya. Dan apabila di antara muridnya ada yang menghadapi kesulitan pandangan
ataupun pengertian terhadap suatu masalah. diberi atau pertunjukan buku yang di
dalamnya terdapat masalah yang sedang dihadapinya. Mendapatkan alasan, bukti,
setelah membandingkan buku teks dan prakteknya itu merupakan pekerjaan rumah
bagi murid-muridnya.
Improvisasi
merupakan salah satu cara yang sangat berguna. Dengan improvisasi orang dapat
memperbaiki teknik permainannya. Acara-acara tetapnya adalah memerintahkan
muridnya melaksanakan suatu jenis akting tanpa naskah. Cermin besar
dipergunakan untuk mengadakan pengamatan terhadap gerak tubuh dan muka. Setelah
itu diadakan diskusi tentang gaya, tubuh dan muka. Setelah itu diadakan diskusi
tentang gaya, akting, kelemahan-kelemahan mimik, hubungan kejiwaan sesama
pemain, pemilihan kata demi kata dari naskah yang diimprovisasikan. Robert
O’Neil adalah seorang ahli dalam analisis peran. Dia tidak hanya berkata: “itu
salah” tetapi dia tegas memberikan keterangan kenapa salah, dan mendemonstrasikan sekaligus
bagaimana yang seharusnya! Dia adalah seorang yang memiliki kepercayaan diri
yang besar.
5. Orang-orang Besar
Robert O’Neil adalah murid ben Ari dan orang
belakangan ini adalah murid orang besar, costantin Stanislavsky, tokoh yang
sebenarnya dan mula-mula
memperkembangkan The method bersama Rond Steiger, Marlon Bando, Tennessee
Williams, dan lain-lain orang terkenal di kalangan teater dan film, Robert O’
Neil menjadi anggota dari New York Dramatic Workshop. Mereka mempergunakan
bermacam-macam cara untuk mencapai puncak permainan setinggi mungkin di
lapangan drama, film dan televisi dengan satu keyakinan. Makin juga dia merasa
dirinya masih belum tahu apa-apa. Pokok-pokok tujuan the method adalah:
merasakan apa yang harus dimainkan, dan bagaimana cara membawakannya di depan
penonton. Dalam hal itu antusiasme yang berlebihan harus dihindari. Yang
penting adalah: bagaimana mendapatkan kunci pembuka rahasia-rahasia akting
dengan rapat.
“Jika
orang masuk dalam sebuah kamar” kata Robert O’ Neil, dia “dapat menyembunyikan perasanya.
Tetapi, di atas ruang perlakonan. Orang harus dapat sedemikian rupa
membawakannya sehingga penonton berpikir. Di sana terjadi sesuatu! Dia harus
benar-benar hidup, seorang penggali lubuk hatinya sendiri dengan cermat”
Orang
dapat membuat penonton mengikuti segala waktu permainan serta merasakan segala
emosi tanpa menyadari bahwa dia sedang bermain. Karena itu, di waktu orang
sedang mempelajari bentuk peran, dia harus senantiasa bertanya pada diri
sendiri: “Jika aku benar-benar mengalami kejadian begini, bagaimanakah sikapku”
menurut Robert O’Neil, cara itulah yang merupakan pedoman yang tepat dan
berharga.
Pada
masa ini orang banyak membicarakan tentang apa yang disebut “Bando School” yang
menghasilkan buah yang serealistis. Robert O’Niel sebaiknya tidak menghendaki
agar murid-muridnya mampu menggambarkan sebuah “mesin pencuci” ataupun sebuah
“meja seterika”. Dan ingin melihat manusia-manusia wajar di atas pentas,
manusia-manusia hidup keadaan tertentu!
C. EKSPERIMEN Di DALAM TEATER
Kita hidup dalam abad revolusi. Di mana-mana
kita melihat tumbangnya orde lama dan perjuangan menuju Kepada kepastian hidup
baru. Freud menumbangkan keadaan dalam diri manusia, membuat sadar dan keadaan
tak sadar. Marx, dalam abad yang lalu, meletakkan benih perubahan
kemasyarakatan, kita bekerja sama untuk bersama. Manusia modern berdiri di atas
hak asasinya, Orang ingin bebas, kebersamaan, dan persaudaraan. Nilai-nilai
tradisional tak memberikan kepuasan; mata, telinga, dan hati yang baru telah di
berikan oleh alat-alat komunikasi masa.
Teater juga tidak
luput dari gejolak ini. Didobraknya. segala yang tabu, kesalehan dilanggar.
Kata, kalimat, dan pengertian dilampaui batas-batasnya. Diberikan bentuk pada
suatu yang tak tertangkap pada suatu yang absurd. Teater keluar dari bingkai
batas-batasnya yang tradisional, dia langsung berkomunikasi dengan penontonnya
secara mengejutkan.
Karena terasa
adanya ketidakpuasan terhadap nilai-nilai yang lama, dicarinya cara-cara baru
yang dirasa lebih tepat untuk menanggapi pengalaman jiwa zamannya yang unik.
Usaha-usaha itu, sadar atau tidak, menguji sampai di aman batas-batas yang hingga
kini di akui harus dikembangkan,
diganti, diubah atau dipertahankan.
1. Teater Improvisasi
Daramatic
continuity
Apakah yang dimaksud dengan dramatc continuity? Dramatic continuihty adalah suatu
hubungan yang erat antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain
dalam laku dramatik.
|
|
|||||||||||||
|
||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||
|
Problem : Bagaimanakah akting X apabila harus membawakan
peranan seorang yang tidak lulus dalam ujian?
Jawaban : Mungkin X akan membuat analisis akting sebagai
berikut: peristiwa a yang menghasilkan bahwa ia tidak lulus membuat reaksi b
(marah) yang dilanjutkan dengan sikap c (kecewa).
Proses a-b-c adalah suatu dramatic continuity
Teater
improvisasi tidak memikirkan tentang dramatic continuty ini. Jika aksi (bukan
lagi reaksi!) b diwujudkan, X tidak ambil pusing tentang a ataupun c. Dan b berdiri
sendiri: ini disebut “momen improvisasi”.
Bagaimana
proses terjadinya teater improvisasi
- Fase 1:
-
Di dalam
diri A muncul ide. Ide ini menuntut pengekspresian. Misalnya, ide “seorang
lelaki melangkah dari sebuah kursi di sisi kiri menuju ke kanan, menemui
seorang wanita jalang.
Dalam fase ini tang
jelas hanya ide si A. M2 tidak ada. Tidak adanya naskah atau konsep tertulis
ini merupakan salah satu asas drama
improvisasi. Dalam peristiwa ini dapatlah dipastikan bahwa ide itu tidak
tampil secara lengkap. Apabila terinci. Barangkali yang tertangkap hanyalah
sebuah poetic image nonverbal ( yang
tidak diperlukan, tidak terbincangkan. Karena tidak perlu dituliskan, bahkan
tidak perlu diterangkan kepada siapa-siapa).
- Fase 2 Saat latihan
Bahan-bahan
yang diperlukan ialah seorang laki-laki yang bisa melangkah, sebuah kursi,
seorang perempuan. Kursi diletakkan di sisi kiri, dan perempuan di kanan. Tanpa
dekor. Ide sudah dimiliki oleh si
laki0laki dan perempuan (L dan
P)
Sutradara
hanya memerintahkan kepada L supaya melangkah dari tempatnya, mendekati P.L
melangkah dengan kaki kanan terseret kesakitan. P bersikap seperti perempuan
jala, menawarkan senyum dari dirinya. Tiba-tiba dia senyum mengejek melihat
kaki pincang. Dan berkatalah L, “sungguh bukan karena raja singa” lalu keduanya
tertawa senang.
Itu
hanya merupakan salah satu pelaksanaan laku saja. Maka setiap laku dalam teater
improvisasi berhak mewujudkan inspirasi lakunya asal tidak bertentangan dengan
ide pokok Ml tersebut.
- Fase 3: Saat pementasan
Dalam pementasan barangkali muncul ide-ide
atau/inspirasi-inspirasi baru secara tiba-tiba dalam diri pelaku waktu sedang
bermain.
2. Teater Eksperimental
Karena ketidakpuasan dengan bentuk-bentuk
lama, maka orang mengadakan eksperimen-eksperimen dalam teater. Dalam teater mereka
itu mau mencapai kesenian ekspresi yang bebas, jujur, dan spontan. Oleh
karenanya. bukan kebetulan jika bentuknya adalah improvisasi.
Maka
dalam teater-teater eksperimental digunakan improvisasi. Dengan
eksperimen-eksperimen itu mereka mau mengenalkan apa yang disebut “teater
lingkungan”. Suatu ciri khas teater lingkungan adalah usaha untuk meniadakan
jarak antara pemain dan publik dengan jalan melibatkan penonton ke dalam permainan
sehingga pertunjukan mereka biasa disebut “kejadian”.
Teater
eksperimental tidak pernah memakai teks. Seluruh grup memutuskan apa yang akan
diucapkannya, dan itu dikenakan dengan common
sense kolektif. Demikian kata Schumann.
Pementasan
diadakan di mana saja. Kerap kali Schumann c.s. membawakan sandiwara Natal dan
Paskah di jalan-jalan.
a. Beberapa
tokoh teater eksperimental
- Peter
Schumann
sutradara pada The Berad and Puppet Theater,
New York Bengkelnya sebuah rumah batu bata, penuh dengan boneka-boneka, poster-poster,
dan panji-panji. Ia mempunyai percetakan sendiri dan koran mininya yang
bersifat politis. Sering keluar membawa cela tarik dengan panggung di atasnya
serta semacam comic untuk pertunjukan
tentang soal-soal perumahan dan lainnya.
- Larry Sacharow
Sutradara sebuah grup teater yang berbengkel
di sebuah koloni tua Daytop vilIage. Dinding tempat tingginya ditempeli slogan-slogan:
percayalah kepada lingkunganmu. atau jangan minta dimengerti, mengertilah”.
- Joseph Chailkin
sutradara pada Open Theater, New York. Ia
menggabungkan metode psikologis dari Actor Studio dan naturalisme radikal dari Living
Theater dengan memberikan keluasan improvisasi
- Richard Schechner
Tokoh teater “lingkungan” yang paling betul di
New York mempunyai pandangan tentang seni: Apa yang harus dikerjakan oleh seni
ialah menciptakan kekacauan: suatu gerak bersama. Gerakan di panggung dan di
antara penonton.
- Ed Berman
seorang sutradara Amerika yang mengembangkan
“teater lingkungan di London. juga seorang pengarang drama. Sebagai idealis ia
menentang uang dan suka bekerja untuk orang-orang yang dianggapnya terasing
dalam masyarakat. Ia juga menggunakan teknik-teknik berekreasi: ia punya tujuan
untuk menghibur ia memahami teaternya sebagai teater total. Baginya teater
total sebagai agama adalah suatu bagian esensi dari kehidupan rakyat.
- Michael Kustov
Seorang sutradara dan institut of Contemporary Arts. Inggris. Ia seorang
yang memikirkan untuk mengadakan suatu komputer show dengan aktor robot, tapos,
dan proyeksi.
- Jim Haymnes
Sutradara
pada Arts Laboratorary Inggris
- Jean
Louis Barrault
Perintis
teater eksperimental di Paris.
- Peter
Handke
Seorang dramawan Austria, penemu teater avant
garde di Eropa. Dengan karyanya, “Vilification pf the Public” Penghinaan
Publik). Ia mengadakan eksperimen yang paling berani mengenai reaksi publik:
empat orang aktor masuk panggung dan dengan
jelas menyerang publik sejadi-jadinya.
b. Pandangan yang merasuki teater
eksperimen/teater improvisasi
Telah diikuti pandangan Richard Schener
mengenai seni: seni harus menciutkan kekacauan.
- Hourse
Packham
Dalam bukunya, Mars’ Rage for Chas (kehilangan
orang pada kekacauan), ia juga berkata: fungsi seni ialah memperkuat kemampuan
kita untuk menanggung kekacauan arah dan fungsi artis, yaitu mencapai diskontinuitas
dengan masa lalu dalam tingkat maksimal........... seni tidak melayani
kebutuhan manusia akan keteraturan, tetapi akan kekacauan.”
- Anton
Ehrenzeig
Dalam bukunya. The Hidden Order Of Art, ia
menekankan unsur diskontinuitas. Baginya kebaruan adaslah daya tarik seni yang
terbesar. Komukasi bergantung pada surprise,
yaitu tidak adanya keberlangsungan antara yang sekarang dihadapi dengan sesuatu
yang sudah di kenal. Sebuah tanggapan
yang baik adalah terhadap karya yang bukan hanya baru, tetapi tidak menentu
bentuknya sehingga para penonton sendirilah yang harus memilih suatu interpretasi
di antara ribuan tafsirkan yang bisa diberikan.
- Sastre
Ia seorang tokoh filsafat eksistensialis,
telah mengatakan bahwa usia adalah kebebasannya. Gerak pembebasan manusia dari isinya
yang pasif ke arah fungsi aktif juga tercermin dalam dupa seni. Manusia dalam
statusnya yang pasif membutuhkan sesuatu itu untuk mengonsumsikan kepasifannya.
Sesuatu itu doktrin-doktrin atau dogma-dogma yang jelas hingga dia itu menerimanya
secara pasif.
Seni modern mau melepaskan manusia dari sikap
yang pasif Maka dari itu:
Seni modern tidak mau doktriner: menolak
doktrin-doktrin. dogma-dogma, adegan-adegan yang menerang jelaskan supaya seni mudah
dimengerti.
Seni modern tidak menuruti kerangka suatu tema
tertentu (nontematis) tidak menuruti jalan logika yang matematis. Seni modern mau
bersifat “abstrak” dalam anti sukar dimengerti, dan mau bersifat “implisit” dalam
arti tidak mau menjelaskan dirinya
sampai sejelas-Jelasnya.
Seni modern menghendaki sikap mental yang aktif untuk menghayatinya; kita harus aktif
berpartisipasi, menemu dan menghayati imaji-imaji dan simbol-simbol yang diberikan
oleh seni modern. Seni modern menghendaki sikap yang kreatif. kita harus
melatih kehidupan rohani kita.
Seni modern bersifat demokratis, mengizinkan banyak kemungkinan tafsir.
Beberapa
contoh eksperimen
Teater eksperimental/improvisasi berusaha
untuk menciptakan reprise. Untuk itu:
Peter Schumann cs. turun ke jalanan.
Richard Sohochner pernah menadakan pertunjukan
yang hanya berupa dua orang laki-laki dan perempuan saling bertukar pakaian
hingga penonton marah dan bubar.
Ed Bermain pernah mengadakan improvisasi
kolektif: sekelompok wanita asyik duduk mendengarkan seorang laki-laki yang
membaca syair-syair. Kemudian, atas bujukannya mereka sendiri bertepuk-tepuk
tangan secara ritmis sambil melontarkan kata-kata berirama. Mereka sedang
mengarang syair secara kolektif.
4) Michael Kusto” pernah mencoba
pertunjukan komputer. Sebuah grup dari Kanada Prancis mencoba menggunakan
komputer sebagai pengarang. Teksnya digunakan bersama proyeksi yang abstrak,
dan dikombinasikan dengan grup balet berpakaian plastik.
5) Sebuah grup dari Italia, sambil
bermain mengurus lampu, sound effect,
dan sebagainya.
6) Ingat
kepada karya Peter Handke, “Penghinaan Publik”.
7) Suatu rombongan dari Belanda
bermain dengan dialog yang cepat sekali seperti berondongan peluru, seakan-akan
mau menentang tuntutan bahwa dialog harus diucapkan dengan penuh penghayatan.
8) Eugene
lonesco dengan bentuk drama anarki kata.
Eksperimen-eksperimen diadakan tidak hanya
dalam teater, tetapi juga dalam penulisan novel.
1) APLENE ZEKOWSKI dan STANLEY
BERNE telah mencoba menulis novel gaya baru: tanpa plot, tanpa cerita.
2) Mme. SARAUTE menulis bukunya,
Pertrait du Inconnu, yang disebut
oleh Sartre antinovel.
3) Samuel BECKETT pernah mencoba
suatu inovasi dengan syairnya, “Ping”, yang menantang segala konvensi tata
bahasa.
Penyimpangan dan segala susunan tata bahasa
itu dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada imajinasi.
3. Teater mini kata
Tekanan kepada penghayatan aktif dan kreatif
telah membawa beberapa dramawan kepada drama anarki kata. Rajanya ialah Enguene
lonesco.
a. Teater
mini kata
Teater mini kata adalah teater yang menggunakan
kata ajaran secara minim Istilah ‘‘teater mini kata adalah dari Gunawan Muhammad
Arifin .C. Noer menyebutnya di dengan istilah lain, yaitu teater primitif ,
teater dalam bentuknya yang pertama. Dalam teater ini secara serempak terdapat unsur-unsur
tari, seni musik. dan lain-lain yang masih sangat murni dan sederhana. Teater
itu, menurut Arifin, menggunakan bahasa sunyi. Sesuatu ditangkap dengan tak lengkap
apabila di tangkap secara aditif atau secara visual semata.
b. Sedikittentang lonesco
Ia juga menyebut teaternya teater primitif Dengan teaternya Ia mau mengembalikan teaternya
kepada kemurniannya dan. membebaskannya dari tirai kesusastraan dan amanat-amanat.
Demikian katanya. Ia mau mengungkapkan di dalam karya-karya suatu suasana hati,
bukan ideologi. Suatu impuls. Bukannya suatu program, jelas, suatu karya yang
mengutamakan menggambarkan suasana serta impuls akan terbentur pada
keterbatasan kata Berson, ahli
filsafat Prancis, mengatakan bahwa suasana hati dan keadaan tidak dapat
dinyatakan dengan pertolongan kata-kata, sebab kata-kata dapat dinyatakan
membuat menjadi statis segala yang padat hakikatnya bergerak, mengalir,
berubah-ubah. Maka dari itu:
1) Lonesco menentang “teater literal” teater yang
mendasarkan diri pada dialog-dialog verbal yang terkandung amanat-amanat
tertentu. Teater Lonesco adalah teater arti literar, teater nontematos dan anti
fatwa.
2) Lonesco terutama menyerang sloganisme yang disebutnya bahaya otomotif, bahasa yang
meniadakan sama sekali suasana hati manusia, kepribadian, dan kemerdekaan
manusia.
Pendeknya, kesenian Loneco adalah kesenian
yang memberontak kepada tirai ideologi, kata-kata, dan enggan ditekankan oleh
ketentuan-ketentuan logika.
Teater
mini kata itu dibina pula di Indonesia oleh W.S Rendra dengan Bengkel
teaternya.
4. Sikap mental untuk berpartisipasi
Teater mini kata, sebagai suatu cabang dari
seni modern, mendekati puisi. Maka boleh dikatakan hasil-hasil teater itu bersifat puitis. Konon, menurut T.S
Eliot, puisi yang baik berkomunikasi
sebelum kita mengerti. Maka dari itu, supaya puisi atau hasil karya teater
mini kata seperti “Bib-Bop” dihayati, maka:
a. jangan mencari dalil-dalil, dogma-dogma
sebagai pegangan untuk mengerti. Penganalisaan. penebakan tidak dihendaki, sebab
sesuatu yang puitis tidak hendak dimengerti, melainkan dialami, dirasakan.
b. Kita harus berdialog dengan
diam dan intim, dengan sikap menerima utuh-utuh ungkapan-ungkapan yang
ditujukan kepada hati, sebab puisi menghindarkan kecerewetan kata, tetapi langsung
menggambarkan suatu situasi.
c. Kita harus ikut berproses dengan
membicarakan, berkembang dalam diri kita situasi yang terasakan meski secara
misterius.
BAB
18
PENONTON
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton.
Maka benar pula pendapat John E. Dietrich yang mengemukakan bahwa: Drama adalah
cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang di proyeksikan pada pentas dengan
menggunakan percakapan dan action di
hadapan penonton.
Juga
dalam formula dramaturgi jelas sudah kedudukan M4 menyaksikan bahwa: Penonton
menyaksikan kisah yang sama untuk keempat
kalinya.”
Respon
penonton atas lakon akan menjadi suatu respons yang berlingkar, bolak-balik di
antara penonton dan yang ditonton. Banyak sutradara yang kurang memperhatikan
masalah penonton. Banyak menganggap
penonton. Orang banyak itu. Sebagai kelompok yang akan bisa menerima begitu saja
apa yang apa yang disuguhkan sehingga. Apabila terjadi suatu kegagalan dalam
produksi lakon. Sering penonton dianggap sebagai penyebabnya karena mereka
tidak mengerti atau ,kurang terdidik untuk
mengerti ide suaut lakon.
Kelompok
penonton pada suatu tontonan tertentu adalah suatu komposisi organisme
kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton dengan maksud pertama-tama untuk memperoleh
kepuasan, kebutuhan, keinginannya.
A. ALASAN ORANG MENONTON
Salah satu dari segi tiga alasan, yaitu untuk
tertawa untuk menangis, dan untuk digetarkan hatinya karena terharu, adalah
sebab dari hasratnya menonton. Penonton misalnya tidak kenal lelah pergi dari
rumahnya, antre karcis dan membayar biaya masuk dan sebagainya, bagi mereka,
teater adalah dunia ilusi dan imajinasi. Dilepaskannya pola rutin kehidupannya
untuk dalam waktu tertentu, selama waktu dibuka hingga ditutupnya tirai,
memuaskan hasrat jiwa ,khayalannya.
1. Hasrat dasar kemanusiaan
Eksistensi teater tidak mengenal batas
kedudukan manusia, pria, wanita, dan kanak-kanak. Secara ilmiah, manusia memiliki
kekuatan yang menguasai sikap dan tindakannya. tindakannya pergi ke teater disebabkan
oleh keinginan-keinginannya.
Manusia mempunyai kebutuhan untuk berhubungan
dengan sesamanya. Untuk itu dia menempuh jalan:
1) Bertemu dengan orang lain
yang menonton teater. Teater ini merupakan suatu lembaga sosial.
2) Memproyeksikan diri dengan
peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas pentas secara
khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi sosial.
a. Recognition (pengakuan)
Penonton bisa mengakui adanya kehidupan yang
dilihatnya selama beberapa waktu terjadi lakon. Kehidupan itu terwujud oleh peranan
yang memerintah seperti raja, peranan heroik seperti pahlawan, peranan asmara
seperti Romeo dan Juliet. dan sebagainya.
b. Adventure (petualangan)
Hidup manusia belumlah lengkap tanpa memiliki
pengalaman-pengalaman baru yang Denting. Teater adalah dunia aksi dan pertualangan.
Penonton bisa menikmati rasa serta suasana romantik yang menggetarkan hati,
dinasti-dinasti kekuasaan yang runtun, tembak-menembak yang keras, pahlawan
yang melindungi si lemah dan memberontak kepada tirani, dan sebagainya.
c. Security (keamanan)
Jalan yang paling aman dalam hidup adalah
berbuat sebagai seorang penonton saja. Penonton menyaksikan kekejaman di dalam
lakon, risiko-risiko yang membawa korban; tetapi, andai kata dia disuruh
mengalami yang serupa dengan tokoh-tokoh lakon akan tidak mau. Paling aman
ialah hanya melihat orang lain menanggung sengsara.
2. Kesamaan pendorong
Sebagian besar dari emosi yang menguasai lakon
didasarkan atas kesamaan emosi penonton dan pemain. Motivasional Forces mereka serupa. Pengertian timbal-balik antara penonton
dan peranan bisa terjadi karena penonton mengidentifikasikan dirinya dengan hasrat-hasrat
emosional peranan Penonton mengenal kembali beberapa segi tentang dirinya di atas
pentas serta mampu mengambil bagian perasaannya pada aksi-aksi di dalam lakon.
Sutradara
yang mengetahui akan kesamaan kebutuhan emosional antara penonton dan yang
ditonton akan mengambil kesempatan. mewujudkan ekspresi teater yang tidak akan mengecewakan
penontonnya Tanpa turut sertanya penonton dalam identifikasi perasaan ini.
kekuatan magnetis teater jadi hilang.
3. Alasan lain pergi menonton
Teater memecahkan rutin kehidupan manusia.
Memberikan istirahat bagi kerutan-kerutan dahi manusia dengan memberikan
hiburan dan pemuasan kebutuhan yang tidak terisi dalam pekerjaan atau
kehidupannya sehari-hari. Tetapi. Sebelum dan sesudah menonton, kehidupan yang
nyata berjalan penuh dengan menonton
yang sering membosankan.
Seain
itu, teater memberikan pengalaman seni dan keindahan yang unik secara
emosional. Daya tariknya terletak pada kemungkinan manusia untuk mengambil bagian
secara khayali dalam aksi-aksi dramatis.
B. APA SEBENARNYA YANG RISEBUT PENONTON ITU?
Memang. nampaknya manusia-manusia yang pada
suatu saat memasuki gedung teater merupakan suatu itu kelompok orang sangat
heterogen, beraneka warna jenisnya. usianya, dan sebagainya. Akan tetapi,
setelah mereka duduk. kemudian lakon dimulai mereka melihat dan memenuhi tokoh-tokoh
peranan yang mengekspresikan kekuatan-kekuatan manusiawi. maka komposisi masa
penonton menjadi berubah. menjadi lebih homogen sifatnya. Untuk menentukan
corak penonton hendaklah dimengerti karakteristik dari psikologi massa. Seorang
sutradara harus memahami reaksi-reaksi massa, memahami faktor-faktor psikologis
yang mendorong kegiatan sesuatu massa
1. Reaksi psikologis dari suatu massa
Gustave Lebon, seorang psikolog Prancis,
berpendapat bahwa tingkat intelek sesuatu massa itu sedemikian rendahnya
sehingga hanya dapat diberi kepuasan dengan sarana-sarana penerangan yang
paling primitif.
Seorang
individu, apabila dia berada dan masuk dalam suatu kelompok, bisa lebih subjektif.
Binatang daripada manusia; reaksinya menjadi lebih subjektif. Aktivitas inteleknya
berkurang, menurun, sebaliknya nafsu emosionalnya bertambah, emosi dasar
manusiawi timbul dengan bebas. Seorang individu banyak kehilangan unsur identik
pribadinya dan seolah-olah menyeragamkan dirinya dengan watak masa.
Sebagai
seorang individu, misainya, kita merasa canggung, ragu-ragu untuk tertawa, untuk
menangis melihat kejadian sehari-hari. Dalam waktu berkedudukan sebagai
penonton, sikap-sikap emosional spontan semacam itu justru menjadi lebih
berani, tanpa ragu-ragu tertawa melihat suka cerita, dan menangis mengikuti duka
cerita.
2. Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi
penonton teater
a. Polarisasi
Polarisasi adalah suatu istilah fisika yang
diterapkan di bidang psikologi untuk mengidentifikasikan tendensi masa dalam
membuat suatu orientasi diri dalam hubungannya
dengan stimulus (perhatikan sikap benda magnetis yang tertarik pada kutub
utara).
Sumber stimulus
dari penonton, baik fisik maupun psikis adalah pentas tempat lakon terjadi.
Makin besar dan kuat daya tarik lakon atas penonton, makin besar pulalah
polarisasinya. Jika polarisasinya baik, maka otomatis penonton akan bersikap
responsif, sebagai suatu kesatuan dalam massa.
b. Stimulus
Proses konsepsi suatu perhatian atas suatu
stimulus memiliki suatu kecenderungan membawa serta reaksi yang menguntungkan
stimulus itu sendiri. Suatu perhatian yang lengkap dan penuh mengakibatkan timbulnya
hipnosis. Masa menjadi emosional dan mudah tersentuh. Teranglah di sini bahwa
faktor penentu dalam polarisasi adalah kekuatan stimulus. lugas sutradara
adalah secara logis memilih dengan teliti, menyusun, dan meningkatkan tujuan dan
emosi yang diperlukan agar terciptalah stimulus yang sedemikian kuatnya atas
gambar yang bergerak dalam bingkai pentas.
c. Sikap sosial
Apabila sekelompok manusia berkumpul, maka
mereka condong untuk bereaksi satu dengan lainnya Jika anda berada di dalam kelompok,
sikap-sikap orang lain di dalam kelompok itu akan mempengaruhi sikap anda. Membuat
respons atas pembuatan orang-orang itu.
Jika
misalnya ada suatu kelompok orang mendengarkan seseorang berbicara, kemudian
Anda datang, dan Anda turut serta mendengarkan orang yang sedang berbicara itu,
dan pada suatu momen kelompok orang yang dimaksud itu menertawakan sesuatu,
Anda secara tidak sadar akan turut pula tertawa.
Reaksi
massa atas stimulasi yang kuat akan mempengaruhi reaksi individu. Sering kita
sendiri dan melihat dan mendengar banyak orang tertawa gemuruh penonton pertunjukan radio
atau televisi, pada hal apabila kita berada di rumah sendiri. tidak dalam
kelompok, mungkin kita tidak ada tertawa karena memang tidak ada suatu kejadian
khusus yang pantas ditertawakan. Penonton di dalam studio yang melihat
pertunjukannya secara langsung, mengarah kepada respons dan psikologi massa
pada tingkat yang sangat berbeda dengan objektivitas tunggal seorang penonton di
rumah.
Pada
teater faktor fasilitas sosial sangat penting. Sutradara hendaklah mengusahakan
agar penonton bisa membuat suatu respons sebagai massa, agar bisa menarik
keuntungan dan keadaan tersebut:
d. Regimentation
Hilangnya individualitas membuat mudah untuk
mengatur kesamaan-kesamaan psikologis dan fisik. Massa yang diarahkan pada
suatu pola kesibukan yang sama akan lebih mudah cara pengaturannya.
Di bidang militer kesadaran kolektif
ditekankan misalnya dengan pakaian yang seragam sehingga merupakan suatu team yang kompak
Usahakan
cara regimentation mudahnya diatur) ini
di bidang keteateran. Bawalah penonton teater ke arah keseragaman psikologis
dalam menanggapi ide suatu lakon.
C. RESPONS PEN ONTON
Teater lebih banyak menggiatkan ilusi daripada
realitas. Ilusi atau khayalan adalah persepsi (penangkapan) suara, tontonan,
ataupun objek (berada) yang tidak sesuai dengan kenyataan. Di dalam teater,
ilusi adalah suatu penerimaan secara sukarela sebagai suatu hal yang nyata dan
suatu hal yang tidak cocok dengan kenyataan. Penonton menginsafi bahwa dinding dekorasi
adalah tiruan, sinar yang masuk melewati jendela bukanlah sinar alamiah, tetapi
buatan. Akan tetapi dia berkehendak menerima tiruan ini sebagai suatu
kenyataan; dia menanggapinya sebagai suatu kenyataan.
1. Partisipasi dalam ilusi
Penonton hadir menyaksikan seni teater karena
ingin berpartisipasi dengan khayalan lakon. Pada saat itu terjadilah dua macam
perkembangan kejiwaannya. yaitu:
a. Emphatic response
Emphatic
respons terjadi apabila seorang
penonton menanggapi aksi-aksi dalam lakon dengan suatu respons imitatif
motorik.
Contoh:
- Penonton sepak bola bisa
menanggapi apa yang disaksikan dengan secara tidak sadar turut bergerak seperti
menyepak bola
- Penonton musik akan terseret
pada gerakan-gerakan yang mengikuti beats
tertentu Tanggapan-tanggapan mereka ditonjolkan.
Respons tersebut bersifat fisik.
b. Emtional identification
Apabila seorang penonton berpartisipasi dengan
aksi-aksi dalam lakon. terjadi suatu identifikasiemosional.
Contoh:
Penonton melihat watak-watak tokoh seperti melihat
watak-watak yang dimilikinya. Dia merasakan emosional seperti emosinya yang dirasakan
oleh peranan.
Respons tersebut bersifat psikologis.
2. Artistic detachment
Dalam memandang suatu karya seni. penonton hendak
Ia mampu memelihara adanya suatu objektivitas artistik. ini bisa tercapai
dengan menentukan suatu jarak estetik (aesthetic distance) sehubungan dengan
karya seni yang dihayatinya.
Teori
langfeld
Dalam The Aesthetic, herbert Sidney Langfled berpendapat
bahwa dalam seseorang menghayati objek seni. hendaklah ada batas pemisah psikologis
dan fisik seni seorang penonton terhadap karya seni yang sedang disaksikan.
Sebagai
misal, diambilnya suatu contoh seseorang yang sedang berdiri di buritan kapal.
Pada saat dia mengagumi ombak gemuruh memukul kapal, maka pengakuan keindahannya
beruntung pada pribadinya yang berkedudukan sebagai seorang yang menyaksikan
tanpa mengambil suatu risiko. Tetapi, andaikata ombak yang disaksikannya itu menjadi
bertambah besar. dan tiba-tiba memecah buritan sehingga membuat dia basah kuyup
oleh air laut, maka perenungan keindahannya (artistical contem-plation) menjadi
rusak. Titik tolak pemandangannya menjadi berubah; dia mengobjektivasi situasinya,
dan segera mengamankan tubuhnya dan kemungkinan menjadi bertambah basah .Ilusi
ombak yang indah menjadi hilang. Rasa dinginnya air secara fisik serta kekhawatiran
psikis untuk berlindung memecah artistik
detachment. Karena kreasi ilusi merupakan dasar seni teater, maka artistic detachment sebagai suatu komponen
dari ilusi ini haruslah dipelihara.
Pemisahan
yang dimaksud, antara penonton yang ditonton, pada seni teater diusahakan dengan
jalan:
a. Menciptakan
arasemen yang tepat atas auditorium dan pentas.
b. Adanya
batas artistic proscenium sebagai bingkai gambar.
c. Pentas
yang tunang dan auditorium yang gelap.
Semua
itu akan membantu kedudukan penonton sehingga perenungannya menjadi mungkin.
3. Keseimbangan antara partisipasi dan detachment
Partisipasi dan detachment seyogyanya timbul
sebagai suatu respons yang masing-masing salin beroposisi. Maksudnya, jika
keadaan berpartisipasi itu terlampau banyak, detachment akan menjadi rusak. Sebaliknya, lebih menonjolnya detachment akan berakibat sedikitnya partisipasi.
Kedua unsur itu hendaklah diusahakan bisa seimbang keduanya. Jelaslah, bahwa
“ambil bagian (partisipasi) dan “mengambil jarak (distansi) anehnya berlawanan.
D. KEHIDUIANPENONTON YANG MAJU
Seniman yang baik memahami benar kehidupan
masyarakatnya. Seniman itu sendiri terbentuk dari lingkungannya dengan segala seluk-beluk
kehidupan dan masalahnya. Tetapi, betapapun seni itu dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, ia lebih dari sekadar sublimasi
ataupun penguatan apa yang ada dalam masyarakat. Suatu karya seni, betapa pun
realistisnya, memiliki kenyataan sendiri, dikuasai oleh hukum dan aturan-aturan
sendiri.
Menurut estetika klasik, kedirian seni diatur
oleh keindahan-keindahan yang berbicara kepada pancaindra dan mengantar kepada kebenaran. Akan
tetapi, dewasa ini harmonisasi antara keindahan dan kebenaran yang dianggap
merupakan kesatuan asasi dari karya seni makin sulit untuk dilaksanakan. Sangat
seringnya kebenaran tidak sesuai dengan keindahan. Dibalik keindahan
kegiatan-kegiatan seni yang mewah dan tinggi timbullah kelaparan, kebodohan dan
kepalsuan. Maka timbullah gerakan-gerakan yang menolak segala macam seni yang
tidak mengilhami tindak untuk mengubah dunia yang lapar, bobrok, tolol dan
palsu. Gerakan-gerakan ini pada dasarnya mengulangi apa yang pernah diteriakkan
oleh George Bucher bahwa semua seni idealistik melemparkan penghinaan keji
terhadap manusia. Kecendrungan ini menyadarkan kita bahwa burjuasi kesenian
akan menjauhkan seniman dari rakyat yang harus menjadi pendukungnya. Tetapi
sebaliknya, kita pun sadar bahwa gerakan-gerakan itu sendiri akan mengingkari
diri apabila terperosok kedalam gerakan ‘anti seni’ yang secara ekstrem
berusaha menghabisi jarak antara seni dan kenyataan. Sebab, bagaimana pun ia
masih akan mengambil bentuk seni yang secara asasi berbeda dari non seni.
Penonton yang maju akan tetap mengharap agar seni didekatkan
kepada masyarakat. Sebab belakangan ini orang pun sering bertanya, apakah
sebenarnya sumbangan kesenian untuk masyarakat yang sedang membangun. Sebab,
kenyataan menunjukan kesenian, apabila yang berpredikat modern, masih terasing
dari masyarakata. Jangan sampai penonton merasa bahwa seniman mencipatakan dan
menyediakan sesuatu di mana dia merasakan keasyikan bersendiri. Sebab karyanya
bagi dia hanyalah posisi yang tidak jelas dari orang-orang kota. Olehkarena
negara kita ini oleh WS. Rendra pernah disebut sebagai “negara desa”, maka
anehlah apabila justru pencinta-pencinta seni kontemporer harus berkata bahwa
“seniman justru tidak datang ke desa-desa, dan desa-desa tidak datang kepada
para seniman!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar