Kamis, 03 April 2014

DRAMATURGI 6-10


BAB 6
KESANGGUPAN KATA
Kesanggupan kata adalah penjelmaan perasaan dalam suara. Apabila perasaan itu dilahirkan dengan suara, maka terjadilah soal kesanggupan kata.

1.   Hubungan suara dengan gerak mulut
Kalau ucapan-ucapan yang dikeluarkan itu diperhatikan benar, orang lambat laun akan yakin bahwa memang ada hubungan antara perasaan, suara, dan gerak mulut pada tiap-tiap ucapan. Pada waktu orang mengeluarkan penghinaan kepada orang lain, gerak mulut itu berbeda sekali dengan gerak mulut apabila orang sedang menjadi temannya. Demikian pula suatu kata yang menggempar dari mulut. Tak mengherankanlah sekarang bahwa ada persesuaian antara suara, perasaan, dan gerak mulut.
2    Hubungan suara dengan irama
Irama adalah aturan. Pada seni lukis aturan itu menimbulkan keindahan pemandangan; pada seni kata dan seni suara menimbulkan keindahan pada pendengaran. Apabila suara orang yang sedang berbicara, suara gamelan atau suara musik itu tak pernah berubah, terus-menerus keras atau lemah, tak pernah berganti, selalu semacam saja, tak akan ada orang yang menyebutnya indah. Suara keras atau tinggi yang berganti-ganti dengan suara lemah atau rendah menyedapkan  pendengaran. Naik-turun suara yang menyerupai kerut air yang ditempuh angin kadang-kadang mengombak, kadang-kadang rata, dan kadang-kadang pula turun, kadang-kadang lambat dan kadang-kadang kencang, itulah yang menyebabkan telinga senang mendengarkannya. Tetapi, naik turun suara pun harus juga dibatasi oleh aturan supaya jangan kedengaran liar. Teranglah, pergantian naik-turun suara itulah yang menyebabkan keindahan bagi telinga. Itulah yang disebut irama pada seni kita.

3.   Hubungan suara dengan warna
Suara tidak hanya merupakan lagu saja. Lain daripada itu, suara dapat mewujudkan warna. Tetapi. tentang hal ini banyak yang berlebih-lebihan karena hal ini bergantung pada perasaan orang semata-mata.
Soal ini menjadi jelas dengan keterangan synaesthesie, yakni timbul pengertian tentang barang sesuatu atau barang banyak karena orang mengalami barang sesuatu yang nyata, sedangkan pengertian tentang barang yang timbul itu harinya dapat dirasakan dengan panca indera yang berlainan dengan yang mengalami barang sesuatu yang nyata tadi.
Jelasnya demikian: Orang mendengar suara, akibatnya seakan-akan orang melihat warna. Orang mendengar dengan telinga, dan melihat dengan mata. Kesatuan pancaindera yang berlainan inilah yang menyebabkan synaesthesie. Perbuatan pancaindera sebagai akibat perbuatan pancaindra yang mengalami kenyataan itu, tidak sungguh. Pancaindera itu hanya dipengaruhi oleh perasaan belaka. Oleh karena itu, yang dialami pun bukan barang yang nyata, melainkan angan-angan. Oleh karena itu, perasaan orang itu, berbeda-beda meskipun sama barang yang dialami, maka timbullah perbedaan angan-angan.
            Pada hari perkawinan yang sangat menggembirakan, tak boleh diperdengarkan lagu sedih. Lagu sedih dan hari perkawinan ini merupakan pertentangan. Perasaan orang yang bergembira menentang suara yang menimbulkan rasa sedih. Pertentangan perasaan dengan suara. Ini menimbulkan kejanggalan. Demikianlah, perasaan harus juga disertai suara yang sesuai dengan perasaan. Lain daripada suara yang sesuai, perasaan masih juga kadang-kadang diikat oleh warna yang sesuai juga, Demikianlah pada waktu perkawinan, pada saat orang mendapat bahagia. Rumahnya tak dihias dengan kain hitam karena warna itu menentang perasaan. Orang mengantarkan jenazah jarang amat yang berpakaian merah atau hijau seperti pada waktu perkawinan, melainkan, kebanyakan berpakaian hitam. Timbullah pembahagian warna yang sesuai dengan perasaan. Adakalanya orang sedih, adakalanya pula orang gembira. Oleh sebab itu, ada warna gembira dan ada warna sedih.

Ada dua macam teori tentang warna:
a.   secara Fisik dan
b.   secara Psikologis/Perasuan
a.   Teori warna dari segifisik
Teori ini berdasarkan studi tentang sinar dan warna dalam ilmu alam. Karena banyaknya warna yang timbul dalam pekerjaan  teater disebabkan oleh penggunaan bahan warna, maka teori warna merupakan  sesuatu yang cocok untuk dianalisis dari usaha komposisi tersebut.
            Ada tiga warna primer, yaitu merah, kuning, biru. Disebut primer karena dengan tiga warna tersebut kita dapat menciptakan segala macam warna:
-          merah dan kuning jingga.
-          kuning dan biru hijau
-          biru dan merah ungu
Ada tiga warna sekunder, yaitu jingga, hijau, dan ungu.
Jika kita susun warna-warna primer berbatasan satu dengan lainnya, kita memperoleh lingkaran warna. Dengan menyisipkan warna-warna sekunder di antara warna-warna primer kita memperoleh warna-warna yang biasanya kita Renal dalam spektura dan menghasilkan lingkaran warna yang berhubungan satu dengan lainnya. Warna yang berhadap-hadapan adalah warna pelengkap atau komplemen. Campuran salah satu warna dengan komplemennya menghasilkan warna abu-abu. (periksa gambar berikut).


 




















b. Pembagian warna menurut perasaan
Lain daripada warna gembira dan warna sedih ada pula lagu gembira dan lagu sedih.  orang Barat menyebutnya mayeur dan mineur (slendro dan pelog). Warna gembira dan suara gembira itu bertemu dalam perasan orang. Perhatikanlah, warna pakaian tamu di rumah keramaian dan di rumah orang yang menderita kesusahan lagu gamelan atau musik pada saat orang gembira dan pada saat orang sedih.
            Lebih lanjut warna boleh dibagi menjadi warna terang dan warna terang. Yang terang menyatakan hidup, yang hitam mati. Warna terang dan hidup adalah lawan warna warna dan mati. Pada waktu keramaian tidak hanya gereja, tetapi juga tiap-tiap bangsa menghendaki warna yang menggembirakan, seperti warna putih, hijau, kuning dan lain-lain. Kebalikannya, pada waktu susah yang banyak dipakai adalah warna hitam. Pada msa requiem umat Katolik menghias gererajanya dengan warna hitam. Waktu orang mengantar jenazah ke kubur, orang memakai dasi hitam, pakaian  hitam , dan pita  hitam.
            Menurut perasaan yang timbul karena orang melihat warna, orang menyebut warna hangat d an warna dingin ialah warna yang menimbulkan perasaan damai, tenang, lemah, misalnya warna ungu dan biru. Tembok yang bercat kuning menggembirakan hati, mengajak tertawa, menunjukkan kebaikan. Demikian pula kulit yang kuning. Warna merah lembayung atau merah tua menunjukkan keberanian dan kemarahan.
-          Biru : menyejukkan hati, menunjukkan kesabaran, ketaatan, membawa orang ke dunia impian.
-          Biru tua : menunjukkan ancaman yang sangat berbahaya. Awan yang biru tua kehitam-hitaman mengancam dunia dengan hujan yang sangat lebat. Orang yang gelap air mukanya, menunjukkan atau menimbulkan ancaman kepada kedamaian di sekelilingnya. Orang yang mata gelap mengancam suasana damai.
-          Ungu  : menunjukkan keinginan, sedangkan ungu bercampur kelabu menyatakan sesal-kerabut. Lihatlah pakaian imam yang sedang mempersembahkan  misa, disesuaikan dengan waktu menurut aturan geraja. Warna ungu menyatakan perasaan yang belum puas, bagaikan perasaan orang yang sedang menanti. Demikian warna ungu baik dipakai pada tempat menunggu.
-          Hijau : menggerakkan perasaan segar dan memberi suasana damai, karena itu baik dipakai pada tempat tidur.
-          Merah : menyatakan keberanian, kepahlawanan, cinta kasih.
-          Putih : menyatakan kesucian, kemurnian dan lain sebagainya. 
kuning, keemas-emasan: sangat disukai orang sehingga orang menyebut kakaknya kakak emas adiknya adik emas, anaknya anak emas.

4.   Hubungan perasaan dan suara
Supaya agak jelas hubungan warna dengan suara, kami uraikan sebentar arti suara.
a.   Keadaan sunyi menimbulkan perasaan seakan-akan orang diasingkan. Orang ingin lepas dan kesunyian. Demikianlah yang mengganggu kesunyian banyak disukai orang.
b.   Gaya sara yang rendah menimbulkan perasaan sedih, suasana gelap dan menekan. Suara yang tinggi mengajak melayang-layang karena gembira.
c.   Suara keras lagi besar seakan-akan menelan, mempengaruhi orang, tetapi suara  yang lemah embut membuat hati lemah. 
d.   Lebih lanjut orang dapat berkata bahwa suara terompet memanggil-manggil, sedangkan suara gong besar menyuruh penyanyi dan penari berhenti. Suara genderang mengajak orang berjalan, dan suara seruling mengajak melayang-layang-layang.
Kalau kita memperhatikan benar memang ada kesesuaian rasa antara suara dengan warna. Terang ada pensesuaian antara suara indah dengan suasana gelap, suara yang tinggi dengan suasana terang. Kemudian ada pula persesuaian antara warna hangat dengan suara kas, antara warna dingin dengan suara lemah. Juga terdapat pensesuaian antara warna merah dengan suara terompet, warna hijau tua dengan suara gong besar, suara genderang dengan warna ungu. Mula-mula hal ini kedengaran janggal dan memberi malu kepada yang mengucapkannya, tetapi bila diselidiki benar-benar, memang ada pensesuian antara suara dan warna.

5.   Peranan kata dalam drama dan arti puisi
a.   Peranan kata dalam drama
Bahasa tertulis harus dihidupkan oleh pemain di atas pentas. Mereka tidak akan berdialog seperti keadaan sehari-hari. Mereka sebenarnya tidak perlu berbuat wajar sewajar-wajarnya karena sebetulnya drama adalah suatu perbuatan yang seperti wajar.
            Mengingat bahwa laku di dalam drama merupakan bentuk menyatakan yang sudah dipadatkan, sedangkan dialog prosais sepanjang satu halaman misalnya bisa diekspresikan dalam satu bait puisi. Nyatalah betapa adanya kecocokan bentuk antara drama dan puisi.

b.   Arti puisi
Kata syair/puisi merupakan nama untuk menyebut segala macam bentuk bahasa ikatan; ini adalah arti puisi menurut pengertian baru. Menurut pengertian lama puisi adalah suatu bentuk dalam kesusastraan yang terdiri atas empat baris dan bersajak sama.
            Sajak itu tidak lain daripada perulangan suara atau persesuaian, suara. Tentang perbedaan arti antara kata perulangan dan persesuaian tak perlu diperhatikan. Harinya dapat dikatakan di sini bahwa kata perulangan suara selalu mengingatkan kita kepada suara yang serupa, sedangkan persesuaian tidak. Perulangan suara itu dapat sama tepat dengan suara yang diulang, dan mungkin juga hanya menyerupai saja. Kalau perulangan itu tepat, maka sajak itu sempurna.
lidi,       -   padi         gunting   -    banting    mata    -  kota
kucing  - runcing      padang    -    ladang     terang  -  peran       

Kalau perulangan itu tidak sama tepat, hanya hampir sama suaranya (persesuaian suara) maka perulangan suara itu namanya sajak tidak sempurna (asonansi).
peti       -   budi         anjing      -    kucing
kunci    -   puji          putri        -    berani
      patung  -   kunjung   sahabat   -    derajat

Adanya kata sajak sebagai pengganti bahasa ikatan sudah menunjukkan betapa penting kedudukan sajak dalam kesusastraan Indonesia).

c.   Contoh-contoh bahasa dialog yang puitis

Contoh I:
Drama “Hantu Perempuan” karya Armyn Pane
Gayadi      :    Selamat pagi,
Murni        :    Untung engkau sudah datang.
Gayadi      :    Mengapa untung?
Murni        :    Jadi aku tidak menunggu lagi. Sudah lama aku menunggu engkau.
Gayadi      :    Sudah lama?
Murni        :    Saya rasa sudah bertahun tahun. Dengan tiada aku insyaf. engkau yang samar-samar terbayang dalam hatiku.
Gayadi      :    Mana mungkin aku terbayang-bayang dalam hatimu.
                       Kita baru seminggu ini berkenalan.
Murni  :     Entah, Mas. Di, mungkin engkau yang selalu kucari, baru sekarang dapat ,

Contoh 2.
“Ratna” (terjemahan Armyn Pane). judul asli “Nora” karya Hendrik Ibsen.
Martoyo    :    (dalam kamar muka) Muraiku yang berkicau itu?
Ratna         :    (sedang membuka sebuah bungkusan) Ya!
Martoyo    :    Gembira menari-nari seperti tupai di atas pohon?
Ratna         :    Ya!
Martoyo    :    Sudah lama muraiku pulang?
Ratna         :    Baru saja. Coba datang ke sini, Mas Toyo. Coba lihat belianku ini.

Contoh 3.
“Nyai Lenggang Kencana” (Armyn Panr)

Mundingsari        :   (sesak napas): Lenggang, kalau aku pimpir bala tentara melawan Siliwangi . . .
Lenggang             :   (Ferlahan-lahan): Kakang sayang, . . . (bernapas). Bukankah balatentara itu . . . balatentara. Raja, . . jangan, Kakang, engkau hendak durhaka, . . . karena perempuan! . .. (bernapas). Lagi Kakang, ... Kanjeng Raja ayahandaku, . . . (bernapas). Kalau engkau binasa, jiwaku akan mati. Pilihlah Kakang! Ingat janjimu di hadapan Dewi Durga. . . (bernapas). Engkau akan tetap setia kepada Kanjeng Raja.
Penjelasan (mengenai Nyai Lenggang Kencana) :
Dalam contoh di atas ternyata bahwa kita harus memperhatikan, faktor napas, bunyi/suara, dan lagu. Dalam menguraikan kalimat Mundingsari, kita menemukan tiga perubahan lagu sebagai berikut:
1)   “Lenggang, . . .: di sini terdapat lagu perasaan kasih karena kita tahu Lenggang Kencana kekasih Mundinsari.
2)   “kalau aku pimpin tentara . . .: di sini perasaan ragu-ragu, artinya dalam hati Mundingsari masih bimbang, jadi atau tidr1’ memimpin balatentaranya, berani. . . atau tidak.
3)   “melawan Siliwangi . .: di sini lagu perasaan marah dan benci, karena nama Siliwangi mengingatkan Mundingsari akan musuhnya.

Nilai perasaan kita sangat penting dalam hal ini. Lagu yang berdasarkan mata melihat tipograf huruf dan tanda-tanda belum sempurna, jika kita tak dapat memberi suasana perasaan kita ke dalam dialog.

6.   Dialog,diksi, dan action
I.    DIALOG
Dalam struktur lakon, dialog dapat kita tinjau dan dua segi, yaitu segi estetis dan segi teknis.

a.   Segi estetis
Dialog  merupakan faktor literer (juga filosofis) yang mempengaruhi struktur keindahan sebuah lakon.

Keterangan:
Dialog harus benar-benar menarik. plastis sehingga memiliki sifat literer. Perhatikan kontinuitas lakon kelancaran perkembangan, koaflik, krisis, klimaks hingga titik penyelesaiannya. Tidak boleh tenggelam dalam keasyikan menulis dialog, Membatasi diri mengingat konstruksi lakon ditentukan oleh kondisi teknis yang membatasi ruang gerak dan waktu. Berlainan dengan roman dan novel di mana ada kebebasan penuh untuk mencurahkan perasaan, pikiran dengan monolog atau dialog panjang lebar tanpa pembatasan ruang gerak dan waktu. Dialog yang bertele-tele membosankan dan mengakibatkan kesendatan lakon itu sendiri, kontinuitasnya terhalang.

b.   Segi teknis
Biasanya diberi catatan pengucapan, ditulis dalam kurung. Dalam lakon bersajak yang ucapannya secara deklamatoris, diberi tanda baca saja. Misalnya: Bapak: Pergi!
            Dalam lakon bersajak matahari diberikan catatan laku pada adegan-adegan keluar-masuk (exit & ectrance) para tokoh dan pada adegan-adegan khusus).

Contoh :
“Macbeth” karya W. Shakespeare
Masuk Siward Muda.
Putra Siward     :  Siapa namamu”
Macbeth            :  Kau gentar kalau kau dengar itu.
Putra Siward     :  Tidak, meski namamu lebih berapi dari segala nama di neraka.
Macbeth            :  Namaku  Macbeth
Putra Siward     :  Setan sendiri tak sanggup mengucapkan nama yang paling kubenci
Macbeth            :  Dan juga lebih menakutkan
Putra Siward     :  Kau bohong, hal penindas keji. Pedangku akan segera membukukan dustamu
Mereka berkelahi
Macbeth           

II. DIKSI
Berbicara adalah bergerak, dan  merupakan bagian dari seluruh gerakan yang tak di pandang sebagai sesuatu yang memilik kedudukan tersendiri, justru karena berbicara tidak bisa dilepaskan dari gerak batin (pikiran dan perasaan) yang menuntut seluruh tubuh untuk  memberikan sebuah manifestasi. Sebagai contoh akan dikemukakan  bagaimana hubungan antara bicara dengan  gerakan-gerakan lan dalam tubuh  kita: gesture, movement , business.
-          Gesture: gerak tangan, isyarat , yaitu posisi bagian tubuh untuk mengutarakan emosi atau ide.
-          Movement : pertukaran tempat kedudukan pada pentas. Misal: datang dari pintu, melewati kurs menuju jendela.
-          Business : kesibukan yang karakteristik, yang mempunya ciri-ciri khas. Misal: merokok, mengupas  buah-buahan, menjahit, menulis, dan lain-lainnya.
Jika seseorang menyatakan sesuatu dengan gesture, ini  bukan  movement. Tetapi, kalau ia berpindah tempat kedudukan (posisi), maka ia melakukan  movement dan gesture sekaligus. Seorang menuju jendela, menyatakan rokok, mengipas-ngipas; ini adalah kombinasi  movement dan business. Seorang  duduk di kursi, membuka sampul surat, ini adalah business. Gesture, movement, dan  business selalu selalu berhubungan dengan diksi (kecuali pantomim).
-     gerak maknawi       = gerak yang mengandung arti
-     pure movement      = gerak murni   


 III.      ACTION
Action me rupakan istilah yang sering membingungkan d an sering pula dikacaukan dengan movement. Secara teknis, action adalah sudah literer yang digunakan dalam naskah (M. II). Ditinjau dari segi straging action adalah kecepatan (speed) pada saat insiden dibentangkan oleh pengarang.
      Ada dua macam movement:
1)   Direct Movement
yaitu suatu gerak hakiki (esensial) yang diperlukan pada saat lakon berlangsung. Misalnya aktor harus mendekati seorang aktnis selingga memungkinkan tercapainya pelukan. Tempat kedudukan harus dilaksanakan sedemikian rupa karena, apabila tidak, movement itu tidak terpenuhi. Jadi, akter dan aknis tak dapat lagi memilih cara lain daripada yang telah ditentukan oleh pengarang atau sutradara.

2)   Indirect movement,
yaitu gerak kreaif, bukan esensil, tetapi meyakinkan dan menghidupakan gerak dasar pada saat lakon berlangsung.

Keterangan :
Pada indiret movement bisa dihat berbakat-tidaknya seorang aktor ataupun aktris. Berbicara dan gesture adalah alat untuk gutanakan pendapat yang datang dari sumber rasa yang sama. Sperti business, berbicara bergantung pada ketegangan-ketegangn seperti nervositas, tidak berdaya, kelelahan, dan lain-lain. Kita harus berusaha agar rohani dan jasmani kita disiapkan sebaik-baiknya untuk mengekspresikan gerak rohani.
      Melatih suara dalam persiapan sama hanya dengan memainkan instrumen: makin sempurna alat dan makin baik teknik memainkannya, makin memuaskan pula hasilnya. Dalam teater, suara diproyeksikan memenuhi sasaran, yaitu pendengar/penonton.
      Tari ialah ekspresi kegiatan manusia yang berbentuk seni. Definisi tar ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengen gerak.
a.       gerak wantah
b.      Gerak indah
Gerak tari termasuk gerak indah yang mengalam distors.
Gerak tari ada dua macam :
a.       gerak murni (pure movement), sama sekali tak mengandung arti.
b.      Gerak maknawi (gesture), gerak yang mengandung arti
Atas dasar ekspresi, tari dibagi dua:
a.       Tari-tarian ekspresi – karena adanya surplus energi dan untuk dinikmati sendiri oleh yang menari.
b.      Seni tari: ekspres dengan tujuan untuk dinikmati orang lain/khalayak. 


BAB 7
S U T R A D A R A


-          Sutradara: karyawan yang mengoordinasi segala unsur-teater dengan paham, kecakapan, serta daya khayal yang inteligen sehingga mencapa suatu pertunjukkan yang berhasil.
-          Prmoducer : penanggung jawab keuangan dan promosi.
-          Manager : tokoh eksekutif dari produser, penanggung jawab tata laksana.
-          Stage Manger : tokoh eksekutif dari sutradara : dialah yang mengatur panggung dan s eluruh perlengkapannya.

Sejarah timbulnya sutradara
Kira-kira seratus sampai  seratus lima puluh tahun yang lalu belum ada sutradara. Yang sudah ada hanyalah manajer atau produser. Dalam perkembangan keududukan sutradara, ada tiga kejadian penting.
1.      Pada saat Saxe Meiningen mendirikan suatu rombongan teater pada tahun 1874-1890 mereka mementaskan 2591 drama di Berlin dan seluruh Jerman. Setelah itu mereka mengatur ke negara-negara Eropa lainnya sehingga akhirnya dipengaruhi.
2.      Moscow Art Teater yang dipimpin oleh Constantian Stanis lavsky (1863-1938). Stanislavsky (guru R. Boleslavsky) adalah pendiri teori teori penyutradaraan termasuk penghapus sistem bintang. Dia adalah seorang aktor, sutradara, dan pencpta metode akting Stanislavsky. Dasar metode Stanislavsky ialah menggunakan kehidupan yang wajar sebagai contoh sen pentas. Pada tahun 1923 Stanislavsky dan rombongan melawat ke Amerika Serikat, dan mendapat pengaruh yang besar.
3.      Lewat Princetown Players dan Grup Teater. Stanislavsky  
4.      rnernpengarUhi Broadway seb ingga teater profesional menerIma pendapatannya (metodenya). Dengan adanya kedudukan sutradara, teater/drama memasuki babak baru dalam sejarah hidupnya.

Faktor lain yang membantu perkembangan kedudukan sutradara ialah timbulnya. Dommunity Theater Movement. Grup-grup amatir ini memberikan produksi-Produksi karena hobi dan tujuan-tujuan sosial. Juga kolese-kolese dan sekolah-sekolah menengah mempunyai acara-acara dia dngan kegiatan yang sinambung. Dengan demikian, institut-institUt pendidikan tersebut menjadi pusat latihari clon-calon sutradara, suatu hal yang tidak diusahaPan dalam teater profesional






Kedudukan sutradara
Sutradara bediri di tengaiteagah segitiga, bertindak sehagai jusat kesatuan kekuatan, juga scbag’ai koordinator bagi prcsasiprestasi krea tif ak br dan para tek isi. Akhirn:’a si tradara barns nenjadi seorang seniman yang b erart i.





Teori penyutradaraan
1. Teori Gordon Orang
Haras ada kesatuan ide dalarn teater. Jika teater merupakan seni, maka, ia harus rnengekspresikan kepribadian si seniman. Kalau penihat mengekspresikan din lewat batu dan kayu, pelukis lewat kanvas dan cat, maka gutradara mengejawantahkan idenya lewat aktor dan aktris Aktor dan aktris terbaik ialah yang memiliki roharii dan jasmani yang lengkap (normal) dalam dedikasin a terhadap ide sutradara.

            Kebaikan teor ini ialah hasilnya sempurna (perfect), tata tertib terjamin, teratur, teliti. Kelemahan atau keburukannya ialah sutradara menjadi diktator. Aktor dan aktris adalah alat sutradara, harus meniru gaya sutradara yang merupakan prototp, kreativitas mereka di hilangkan atau di halang, padahal tujuan produks lakon ialah memberi kesempatan bagi aktor dan aktris untuk memberikan sumbangan bagi keseluruhaannya.

2.   Teori laissez faire
Dalam teori ini aktor dan aktris adalah pencipta dalam teater. Merekalah seniman-seniwat yang memungkinkan poentonton (M4) menikmati lakon. Tugas sutradara ialah membantu aktor dan aktris mengekspresikan dirinya dalam lakon, seorang superior yang membiarkan aktor dan aktris bebas mengembangkan konsepsi individualnya agar melaksanakan peranan sebaik-baiknya.
            Kebaikan teori ini ialah sutradara bukan seorang diktator melainkan pembantu. Aktor dan aktris di biarkan berkembang menurut bakat dan kemampuannya masng-masing. Sutradara  memberi kesempatan timbulnya proses-proses kreatif.
            Kelemahan teori ini ialah terdapat  bahaya akan timbulnya kekacauan dan kurang teratur, kurang teliti. Dan karena tiap-tiap aktor dan aktris dibiarkan berkembang menurut kemampuannya masing-masing maka mungkin hanya aktor dan aktris yang kuat sajalah yang dapat menonjol dan berhasil.


Kesimpulan :
1.   Ada dua tipe sutradara :
      a.   sutradara yang hanya interpreatator.
      b.   sutradara sebagai interpretator dam kreator
2.   Ada dua cara penyutradaraan :
      a.   mengatur semuanya sebagai diktator,
      b.   mengatur tetapi memberi kebebasan kepada aktor dan aktris.
3.   Sutradara yang  baik atau ideal adalah : yang sekaligus menjadi interpretator dan kreator.
Cara penyutradaraan yang baik ialah, perkawinan antara kedua (eon tersebizt di atas.
Pembinaan kerja sutradara
Pokok-pokok pembicaraan :
1.      menentuka ii nada dasar
2.      2. menentukan casting
3.      3. merencanakan can dan tdhnis pentas
4.      menyusun inis en scene
5.      menguatka n atau melemahkan scene
6.      menciptakan aspek-aspek laku
7.      mempengaruhj j iwa pcmain

1.   MENENTUKAN NADA DASAR

Tugas pertama sutradara ialah mencari motif yang merasuk karya lakon, yang rnemberi ciri kejiwaan dan selalu nampak dalam Penyutradaraan.
Sabuah nada dasar dapat bersifat
1)   ringan, tidak mendalam
2)   menentukan/memberikan suasana khusus
3)   membuat lakon gembira menjadi banyolan/lucu
4)   mengurangi tragedi yang berlebih-lebihan
5)   memberikan prinsip dasar pada lakon

Beberapa interpretasj tentang nada dasar Hamlet (sebagai contoh):
Hamlet sebagai orang gila: seorang yang sedih karena kematian ayah dan pengkhiananan ibunya yang dikawini pamannya yang menggantikan ayahnya naik tahta. Hamlet kehilangan ingatan, berbicara tanpa arah. Gerak aktingnya buas, tak bisa rnengendalikan diri, rnembunuh Polonius, ayah pacarnya, karena puncak kegiaannya.
            Hamlet sebagai orang yang berpura-pura: berbuat seolah-olah gila karena hidupnya dalam bahaya apabila sang Paman mengetahui Ia tahu rahasia pembunuhan ayahnya (ayah Hamlet dibunuh oleh pamannya yang kemudian mengawani ibunya). Gerak aktingnya pahit, bersunyi diri, tajam seperti orang yang patah hati. Apabila Hamlet sendirian timbullah wataknya yang sesungguhnya sehingga terdapat permainan bersama antara permainan bersama dan persamaan tunggal, sesuatu yang tidak logis dalam interpretasi pertama.
            Acting sang Ibu : dalam interpretasi pertama ibu bersikap sedih, sedangkan menurut interpretasi kedua ibunya  bersikap takut yang mencekam.
Hal-hal lain yang juga terpengaruh oleh nada dasar ialah dekat tata rias, pakaian, tata sinar. Makin penting cerita, makin banyak kesempatan  bagi sutradara untuk mengetengahkan pandangan hidup pribadinya karena nada dasar adalah ciri-ciri pribadi sutradara.

2.   MENENTUKAN CASTING 
Casting adalah proses penentuan pemain faktor aktris berdasarkan analisis naskah untuk dipertunjukkan.
Macam-macam casting:
1).  Casting by abilty: berdasarkan kecakapan, yang terpandai dan terabaik dipilih untuk peran yang penting / utama dan sukar.
2)   Casting to type: pemilihan berdasarkan kecocokan fisk si pemain.
3)   Antitype casting: pemilihan yang bertentangan dengan watak atau fisik si pemain, menentang keumuman jenis perwatakan manusia secara konvensional, sering disebut educational casting.
4)   Casting to emotional temperamen: memilih seseorang berdasarkan hasil observasi hidup pribadinya, karena mempunyai banyak kesamaan atau kecocokan dengan peran yang akan dipegangnya (kesamaan emosi, temperamen dan lain-lain).
5)   Therapeutic-casting: menentukan seorang pelaku bertentangan dengan watak aslinya dengan maksud menyembuhkan atau mengurangi ketakseimbangan  jiwanya. 


3.   TATA DAN TEKNIK PENTAS

Yang dimaksud dengan tata dan teknik pentas ialah segala yang menyangkut soal tata pakaian, tata rias, dekor, tata sinar. Kesemuanya ini harus disesuaikan dengan nada dasar. Misalnya, kalau tragedi warna gelap-gelap atau abu-abu, sedangkan dalam komedi warna-warna yang menyolok dan menggembirakan.
           
            Perhatikan hubungan suara dengan irama, hubungan suara dengan warna, hubungan warna dengan perasaan, huburgan perasaan dengan suara.
            Tata dan teknik pentas ialah segala masalah yang tidak termasuk cerita, naskah, dan acting.

4.   MENYUSUN MISE EN SCENE

Yang disebut misc en scene ialah segala perubahan yang terjadi pada daerah permainan yang disebabkan oleh peclaIian pemain atau peralatan. Dengan misc en scene sutradara memberikan struktur visual pada lakon dengan komposisi pentas, Pemberian bentuk ini bisa tercapai dengan macam cara:
1)   sikap pemain
2)   pengcJolnpok1
3)   enibagian tempat kedudukan pelaku
4)   variasi saat masuk dan keluar
5)   variasi penempatan perabot (mebel)
6)   variasi posisi dua pemain yang berhadap-hadapan
7)   komposisi dengan menggunakan garis dalam penempatan pelaku
8)   ekspresi kontias dalam warna pakaian efek tata sinar
9)   memperhatikan ruang sekeliling pemain
10) menguatkan/meluangkan kedudukan peranan
11) memperhatikan latar belakang
12) keseimbangan dalarn komposis
13) dekorasi

1)   Sikap pemain
Dari sikap pemain kta dapat menarik kesimpulan tentang kesan lemah hingga meningkat menjadi kuat sebaga berikut :
a.       berbaring/tidur
b.      duduk dilantai atau di tanah
c.       duduk ditangan kursi
d.      berdiri
e.       berdiri pada ketinggian
Kalau kita perhatikan urutan di atas, ternyata duduk di lantai lebih kuat daripada berbaring, duduk d kursi lebih kuat daripada duduk dilantai dan seterusnya. Yang paling kuat dari semua ialah berdiri pada ketinggian. Makin tinggi/penting seorang tokoh, makin tinggi tempatnya di dalam pentas itu sebabnya tempat seorang raja lebih tinggi dari yang lain.

2)   Pengelompokkan
Aktor yang meminta perhatian dari penonton harus ditempatkan pada tempat yang tersendiri. Dalam pengelompokkan harus pada irama sehingga terdapat suatu kontras seperti halnya pada pengukuran bunga. Kita dapat memakai perbandingan sebagai berikut :
2        1/3  2/5  4/3, dan sebagainya (lihat gambar dibawah).

x
x
x

x
x
x
x
x


x
x


x
x
x



x



x

x




x


     
x
x
x
x

 






Dalam menentukan atau membuat komposisi, haruslah kita ingat juga akan kadar nilai sebuah garis:


a.       horizontal: tenteram, aman, sentosa, seimbang
b.      vertikal: ekspresi meninggi kekerasan, perasa, angkuh
c.       diagonal: ketegangan jiwa, pelarian
d.      lurus : kekuatan, kekerasan, kesederhanaan, tidak kompleks
e.       lengkung: spontanitas, keramah-tamahan, kebebasan, keakraban, kegembiraan
f.       terputus-putus: kekacauan kekalutan







 















3)   Pembagian tempat kedudukan pelaku
Sesuai dengan apa yang dikatakan di atas, setiap pemain/pelaku baru mempunyai tempat masing-masing di atas pentas. Oleh karena itu, daerah pemainan dapat kita bagi dalam beberapa bagian, misalnya sebagai berikut:
 













Kalau sekiranya pentas lebar/luas, buatlah sendiri kode daerah permainan, misalnya seperti daerah main dari tiap-tiap bidang nomor atau kode lainnya.


4)   Variasi cara masuk dan keluar
Dalam hal ini yang harus dipantangkan/dihndarkan ialah: menyuruh pemain keluar masuk lewat pintu yang sama.
 













5)   Variasi penempatan perabot (mebel)
Prinsipnya sama sepert dalam hal mengatur perabot rumah, yaitu perabot rumah yang sama tetapi dipindahkan tempat kedudukannya yang berlainan.


 











6)   Variasi posisi dua pemain
Dua pemain yang berhadap-hadapan hendaknya jang dalam yang sama. Buatlah variasi yang menarik, mengasikkan dan wajar.














7.   Komposisi dalam garis
Cara komposisi yang lain ialah menempatkan pelaku dengan menggunakan garis. Pelaku-pelaku ditempatkan dalam satu garis:
a.       garis
b.      garis patah
c.       garis lengkung



 
























































8.   Ekspresi kontras dalam warna pakaian
Pakaian pelaku hendaknya sesua dengan watak dan peranannya. Secara kejiwaan warna-warna memberi arti bagi perwatan. Tragedi, warna gelap, komedi: warna gembira (lihat pembagian warna menurut perasaan). Pemilihan dan penyusunan warna akan membantu hidupnya cerita.

9.   Efek tata sinar
Tata sinar bertujuan menerangi / menyinari pelaku dan tempat-tempat khusus yang harus ditonjolkan, menciptakan suasana alam seperti yang dikisahkan dalam cerita: pagi, siang, sore, malam dan sebagainya. Membantu melukis dalam dekorasi dengan menambah nila warna serta memberikan terang dan bayangan, membantu permainan pelaku dan melambangkan atau mewujudkan maksudnya serta memperkuat jiwanya. Efek tata sinar yang paling mengesankan ialah kontras terang-terang.

10. Memperhatikan ruang sekelilingnya pemain
Dalam hal ini ingatlah akan hal yang disebut “jarak estetis”, yaitu jarak tempat kita menyadari keindahan estetis objek yang dipandang. Disektar pemain harus ada tempat-tempat kosong (distance) sehingga tercipta suatu jarak yang dingin dan komposisi yang indah.

11. Menguatkan kedudukan peranan
Tokoh-tokoh lain harus menyokong dan menguatkan kedudukan tokoh-tokoh penting. Cara menguatkan ini dapat di tempuh dengan memusatkan perhatian, baik fisik maupun mental, kepada tokoh yang perlu ditengahkan. Misalnya raja atau seorang pembesar masuk ruangan, pemain-pemain lain berdiri atau memberi hormat; dengan demikian peranannya sebagai raja akan lebih kuat dan menonjol.

12. Latar belakang
Lingkungan tempat lakon terjadi banyak mempengaruhi suasana cerita. Suasana ini biasanya digambarkan dengan perlambang-lambangan atau simbol-simbol akan lebih menjelaskan efek-efek dramatisnya.
            Latar belakang hendaknya mengungkapkan isi drama atau sekurang-kurangnya membantu isi cerita. Cerita gembira latar belakangnya gemberi ceritera sedih latar belakangnya muram. Misalnya sandiwara “Tanda Silang” latar belakangnya laut, maka warna pakaian pun harus menggambarkan suasana laut, yaitu warna biru dan putih.

13. Keseimbangan komposisi
Keseimbangan dalam komposisi adalah syarat untuk pertunjukkan yang baik. Keseimbangan berarti adanya suatu perbandingan yang memuaskan antara gerak-gerak dengan garis, pengelompokkan, jarak kesunyian dan keramaian pada pentas. Kostum para pemaian terus dengan sesuai dengan isi/suasana cerita d an peranannya. Contoh pakaian istri dalam “Suara-suara Mati” warnanya gelap, abu-abu karena suasana muram, sedangkan wanita dalam “taman” pakaiannya berwarna gembira (Perhatikanlah hubungan suara dengan warna, hubungan warna dengan perasaan, dan hubungan perasaan dengan suara).

14. Dekorasi
Masalah ini  erat hubungannya dengan latar belakang dan komposisi. Dekor harus disesuaikan dengan suasana lakon. Sebuah dekorasi dkatakan berhasil kalau ia dapat memberi kesan. Misalnya untuk menggambarkan suasana rumah sakit di atas pentas cukuplah sebuah ranjang orang sakit, termometer, dan sebuah meja kecil (hanya bagian-bagian penting yang ditonjolkan).
            Biasanya pengarang tidak  banyak memberi instruksi dalam naskahnya. Maka sutradara mempunyai kesempatan dan kemungkinan untuk menciptakan mise en scene.  Misalnya:
a.       Sutrada harus memecahkan soal dialog yang panjang antara dua pemaian yang terus-menurus duduk berhadapan; hal ini tentu akan membosankan penonton.
b.      Dalam penyutradaraan massal, mise en scene harus ditonjolkan, umpamanya dengan mengelompokkan banyak pelaku guna memberikan sebuah silnouette (orang yang tampak bayang-bayangannya saja) pada latar belakang. Ini banyak di gunakan pada panggung atau gelanggang terbuka.
c.       Sutradara harus menguasai masalah irama permainan; tragedi berirama lambat, sedangkan komedi berirama cepat.
d.      Sutradara harus memecahkan soal adegang diam tanpa dialog karena sangat sukar seorang aktor ber-acting tanpa dialog

5.   MUNGUATKAN ATAU MELEMAHKAN SCENE
            Sebuah nada dasar merasuk lakon seluruhnya. Usaha menguatkan atau melemahkan adegang adalah teknik yang menggarap berbaga adegang dalam lakon. Kita dapat menentukan tekanan atau aksen pada lakon menurut pandangan kita pada lakon menurut pandangan kita tanpa mengubah naskah.
Contoh :
“Hamlet” menunjukkan banyak aspek:

Interpretasi 1:
Hubungan antara Hamlet dan pamannya bisa dianggap yang paling penting sehingga semua adegan yang berhubungan dengan itu harus di beri tekanan khusus dalam memainkannya. Dalam hal in adegan dikuatkan.

Interpretasi 2:
Sutradara lain lebih menonjolkan hubungan Hamlet dengan ibunya sehingga tekanan diletakkan pada kebencian  dan cinta, situasi menjadi serba canggung. Dalam hal ini adegan dlemahkan.

6.   MENCIPTAKAN ASPEK-ASPEK LAKU
Sutradara harus dapat memberikan saran kepada aktor agar mereka menciptakan apa yang disebut laku simbolik atau acting kreatif. Laku smbolk adalah cara berperan yang biasanya tak terdapat dalam instruksi naskah, tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, yaitu lebih menjelaskan kepada penonton apa yang terkandung dalam batin seorang peran.
      Ada dua macam laku simbolik:
1)      Yang memperkaya permainan yang diciptakan aktor dengan atau tanpa petunjuk sutradara (aliran laissez faire).
2)      Yang tidak dicipyakan oleh pemain secara individual, tetap ditentukan oleh sutradara (aliran Gordon Craig).

7.   MEMPENGARUHI JIWA PEMAIN
A.  Dua macam kedudukan sutradara
Sutradara mempunya kedudukan sebagai teknikus dan sebagai psikolog dramatis. Kedua sifat ini jarang-jarang bisa terdapat dalam diri seseorang sekaligus. Biasanya dua menjadi atau seorang teknikus ahli atau seorang psikolog ulung.

1)   Ciri-ciri seorang sutradara teknikus  
Dia akan mencipta pergelaran yang menyolok dan meneraik perhatian. Dengan montase yang agung, teknik dekor yang luar biasa, tata sinar yang menakjub kan, da berusaha menerapkan teknik film dan terater.
      Tokoh-tokoh internasional :
-          Erwin Piscator: (Jerman 1893 - ) seorang sutradara dan pendesain pentas.
-          Max Reinhardt: (Austria 1373-1943) seorang sutradara dan produser.
Akhirnya terdapat pelepasan dari prinsip diatas. Sutradara tidak mau menonjolkan dirinya. Dia menjadi penengah antara pelukis dan penonton. Dia merasa bertugas mencapai hasil seni teater, suatu proses ekspresi individual ke kolektif.

2)   Ciri-ciri seorang sutradara psikolog
Ekspresi luar atau lahiriah dalam pergelaran menjadi berkurang. Dalam menggambarkan watak dia lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada cara akting yang murni ketika prestasi permainan pribadi ditempatkan dalam arti yang sebenarnya.
Tokoh-tokoh internasional:
-          Constantin Stanislavsky: kelompok teater I.O.C dari London mengarah kepada perpaduan tipe pertama dan tipe kedua.
Mengenai sutradara psikolog ingatlah akan aliran realisme psikologis di mana drama diberi watak problematik yang timbul dari kontradiksi-kontradiksi kejiwaan. Dalam pementasan diberi tekanan pada peristiwa intern, cara akting, intonasi, sugesti yang tidak diucapkan, dan segala yang menyatakan perasaan kejiwaan. 

B.  Dua cara mempengaruhi pemain
      Sutradara mempunyai dua cara untuk mempengaruhi pemain :
1)      Dengan menjelaskan – sutradara sebagai intepretator.
2)      Dengan memberi contoh – sutradara sebagai aktor.

1)   Sutradara sebagai interpretator
      Ia menjelaskan bagaimana  menggambarkan untuk peranan dan bagaimana berusaha agar mimik plastik, diks, sesuai dengan idenya.
      Dalam sistem in pemain harus cerdas, cepat menyesuaikan diri, lekas dapat merasakan, akting yang bagaimanakah yang sesuai dengan situasi dan watak khususnya. Pemain bisa mengadakan kompromi antara paham pribadi dengan pandangan sutradara tentang suatu peranan.
2)   Sutradara sebagai aktor atau kreator
      Sutradara langsung memberi contoh akting, dalam hal ini ia harus banyak berpengalaman sebagai aktor. Keuntungannya ialah cepat dipahami; bahayanya, pamain membuat imtasi (lihat dua teori penyutradaraan).



C.  Perbandingan antara nada dasar dan pengaruh psikologis
      - Nada dasar: berlaku untuk keseluruhan lakon, berusaha menyamakan semua peranan secara psikologis dan menyesuaikan tata pentas dengan akting. Masalah nada dasar ini adalah suatu paham sintesis.
          Contoh : “Hamlet” nada dasarnya sebagai orang gila atau sebagai orang yang berpura-pura.
-     Pengaruh psikologis : Berdasarkan nada dasar diusahakan agar setap pemain memilik ciri khusus pribadinya sehingga perbedaan dalam kepribadian tampak. Masalah in lebih bersifat analitis.
Contoh :   “Hamlet” berdasarkan kedua kemungkinan nada dasar (gila atau pura-pura) yang telah ditentukan, harus diperlihatkan : apakah ia seorang serius atau pengejek, seorang yang gugup atau tenang, seorang yang ragu-ragu atau pasti dengan dirnya, ekstrover atau introvert. Semua sifat perwatakan itu harus mampu diekspresikan oleh sutradara.


BAB 8
IKHTISAR SEJARAH PEMENTASAN LAKON
1.      Zaman Yunani dan Romawi
2.      Zaman Pertengahan
3.      Comedi dell’ Arte
4.      Zaman Elisabeth
5.      Klasik
6.      Romantik
7.      Realisme sosial dan psikologis
8.      Ekspresionisme
9.      Zaman kini

1.   Zaman Yunani dan Romawi
A.  ZAMAN YUNANI
1)   Sejarahnya:
      Asal mula drama ialah kultus Dionyson, dewa domba atau lembu. Drama di dahului oleh domba atau lembu kepada Dionysos. Dalam upacara penghormatan itu dilagukan nyanyian domba yang dinamakan tragedi. Dalam perkembangannya, Dionysos digambarkan sebagai manusia dan dipuji sebagai dewa anggur dan kesuburan. Tragedi mendapat arti yang lain, yaitu drama yang melukiskan perjuangan manusia melawan nasib.
      Komedi dalam zaman Yunani Purba berupa karikatur terhadap duka certa dengan maksud berolok-olok terhadap penderitaan, kebohon, dan sebaganya.
2)   Bentuk tragedi klasik
      Tragedi Yunan klasik terdiri atas :
a.       Prologus: bagian yang diucapkan sebelum pertunjukkan di mulai.
b.      Parodus: lagu yang mengiringi pawai, dinyatakan oleh paduan suara yang hadir dipentas sampai pertunjukkan selesai.
c.       Episodia: mengemukakan adegan-adegan dialog-dalog si pemain yang muncul dipentas. Episodia biasanya terdiri atas 3-5 bagian atau lebih, dan diselang-selng dengan stasima.
d.      Stasima: bagian-bagian atau kelompok nyanyian paduan suara. Nyanyan paduan suara basanya terdiri atas strophe dan antistrophe, dan berakhir dengan epode.
e.       Eksodus:  bagian terakhr waktu kelompok penyanyi pergi.

3)   Tokoh-tokoh
      Tragedi :
      Aeschylos             (525 – 456 sebelum Masehi)
      Sophicles              (495 – 406 sebelum Masehi)
      Euripides              (480 – 406 sebelum Masehi)
      Komedi :
      Aristophanes        (445 – 388 sebelum Masehi)
      Menander             (343 – 291 sebelum Masehi)

B.  ZAMAN ROMAWI
      Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat religius, kemudian bersifat show-business. Dalam straging orang Romawi lebh memperhatikan kebesaran.
1.   Zaman Pertengahan
Dalam zaman ini pengaruh Gereja Katolik atas drama sangat besar. Dalam pementasan ada nyanyian-nyanyian yang dilakukan oleh padri dan paduan suara berganti-ganti. Kemudian timbul pergelaran yang dsebut passio, sepert d Oberammergau sekarang.
1)      Straging atau pentas kereta
2)      Kesederhanaan dekor yang simbolis, impresionisme, dan sebagainya menggejala.
3)      Pementasan simultan, bersfat sinkronis belaka, berbeda dengan pementasan simultan zaman modern.

2.   Comedia Dell’Arte Italia
      Comedia dell’ Arte muncul di Italia, bersumber pada banyolan Romawi.
     
      Ciri-ciri :
Improvisators, tanpa naskah. Gaya n dapat dibandingkan dengan gaya jazz. Dalam jazz melodi ditentukan lebih dulu, dan anggota-anggota orkes melaksanakan improvisasi masing-masing. Hal ini bisa terlaksana bila gaya permainan sama dan kompak.
      Cerita :
      Berdasarkan dongeng dan fantasi, dan tidak berusaha mendekati kenyataan.
      Gaya acting:
      Pantomim, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.
      Tokoh-tokohnya:
      1) Arlechino    :   the hero, pemain utama
      2)  Harlekyn     :   panakawan, badut, clown
      3)  Pantalone    :   ayah sang dara
      4)  Dectore       :   tabib yang tolol
      5)  Capitano     :   kapten perebut sang dara
      6)  Columbina  :   panakawan putri
      7)  Sang dara   
      Perkembangan :
Comedia dell’ Arte meluas ke Belanda (Jan Klaassen), Prancis (Jean Potage), Inggris. Di Indonesia gaya ini tercetus dalam gaya “Seniman Miring” atau “Seniman Sinting”.
      Perbandingan :
-         Yunani: bergaya paduan suara, diperluas, distilasi
-         Zaman pertengahan : pergantian adegan tidak terbatas.
-         Comedia dell’ Arte: materi dsesuaikan dengan adegan terbatas. Trilogi Aristoteles diperhatikan.
3.   Zaman Elisabeth
      Di Inggris pada waktu pemerintahan Ratu Elisabeth I (1558-1603), drama sangat berkembang. Baginda zaman Elisabeth dirajai oleh Shakespeare (1564-1616).

Ciri-ciri
1.      Naskah puitis
2.      Agak bebas dalam penyusunan naskah, tidak menuruti hukum-hukum yang pernah ada
3.      laku simuitan (berganda, rangkap).
4.      Campuran antara yang serius dan humor.

Tokoh-tokoh:
      W. Shakespeare                                             Thomas Heywood  
      Ben Johnson Marlowe                                   Beaumont
      Chritopher Marlowe                                      Fletcher
      Thomas kyd                                                   Jauh Ford

5.   Aliran klasik
Beberapa orang di Prancis menentang aliran Elisabeth. Mereka membentuk aliran baru dengan nama aliran klasik (karena mengarah kepada duka cerita yunani  romawi).

Ciri-ciri:
1.      Materi berdasarkan motif Yunani/Romawi, baik cerita klasik maupn sejarah.
2.      Ditulis dalam bentuk sejak berirama
3.   Akting bergaya deklamasi ..............
4.   laku statis, monolog sangat panjang (untuk memberi kesempatan berdeklamasi yang berlebih-lebihan), akibatnya laku dramatis terhambat.
5.   Tunduk kepada trilogi Aristoteles

Tokoh-tokoh:
Pierre Corneille
Jean Racine
Joost van de Vondel (Belanda)

6.   Aliran romantik
Berkembang pada akhir abad ke-18. sukar untuk memberi penjelasan secara umum; yang jelas: drama romantik bertentangan dengan klasik, tidak mematuhi hukum drama yang tetap.

Ciri-ciri
1.   Kebebasan bentuk
2.   Isi yang fantastik, sering tidak logis
3.   materinya bunuh-membunuh, teriakan dalam gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali, tokoh-tokohnya sentimental
4.   Mementingkan keindahan bahasa.
5.   dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan
6.   Acting-nya bernafsu, bombastis, mimik yang berlebihan-berlebihan.

Tokoh-tokoh:
Victor hugo
Alfred de Musset (1810-1857)
Hcinrich von Klest, dramanya “hannibal”

7.   Aliran realisme
Aliran realisme ada dua macam: Realisme sosial dan realisme psikologis.

REALISME UMUMNYA
Realisme pada umumnya adalah aliran seni yang berusaha mencapai ilusi atas penggambaran kenyataan. Tertentu saja penggambaran kenyataan secara pasti dalam hasil seni tidak mungkin. Pengarang drama harus menggambarkan kejadian yang sebenarnya terjadi bertahun-tahun dalam beberapa jam saja; dia harus berfantasi dan memilih isi-isi pokok dan kejadian-kejadian penting. Melalui karyanya, seorang realis bertujuan tidak untuk menghibur melulu, tetapi mengembangkan problem, dari suatu masa. Problem atau masalah ini bisa berasal dari luar (soal-soal) atau dari dalam manusia sendiri, yaitu dari kesulitan-kesulitan yang timbul oleh kontradiksi-kontradiksi yang dialami oleh manusia (soal psikologis)

REALISME SOSIAL
Problem sosial sosial dan psikologis saling mempengaruhi, jarang bisa dipisahkan,. Tetapi, dalam drama realistis masalah sosial dapat dipisahkan dari masalah psikologis.

Ciri-ciri
1.      peran-peran utama biasanya rakyat jelata: petani, buruh, pelaut dan sebaginya.
2.      Actingnya wajar seperti yang dilihat dalam hidup sehari-hari tidak patetis.

Tokoh-Tokoh:
Hendrik Ibsen (Norwegia)
Charles Bernand Shaw (Inggris)

Realisme sosial sering disebut realisme murni atau naturalisme perbedaan antara keduanya ialah Realisme sosial bernada optimisnya sedangkan naturalisme bernada pesimistis, kemudian, dalam sejarah perkembangan drama aliran naturalisme kehilangan pengaruhnya.

REALISME PSIKOLOGIS
1.      Permainan ditekankan pada peristiwa-peristiwa intern/unsur-unsur kejiwaan.
2.      Secara teknis segala perhatian diarahkan pada akting yang wajar, intonasi yang tepat.
3.      Suasana digambarkan dengan perlambang.

Untuk gaya ini sutradara seharusnya seorang psikolog.

August Strnberg (Swedia)
Eugene O’ Neill (Amerika 1888-1954)

8.   Aliran Ekspresionisme
Ekspresionisme ialah “seni menyatakan” Ekspresionisme dalam drama baru lahir dalam masa sesudah perang Dunia I. Ia banyak mendapat pengaruh dari realisme, bersifat agak ekstrem, mementaskan kaos dan kekosongan, hanya sedikit naskah yang tinggal. Sangat berkembang  di negara-negara yang mengalami kehebatan peringan dan revolusi seperti Jerman dan Rusia.

Ciri-ciri:
1.      Pergantian adegan cepat
2.      Penggunaan pentas yang ekstrem
3.      fragmen-fragmen yang filmi (meniru gaya dan cara film; mislanya layar diproyeksikan seperti film).

Dalam tiga aliran dalam ekspresionisme
1.      Adanya gerak kolektif dalam drama, dipentaskan revolusi sosial
2.      Aliran yang dipengaruhi oleh psikoanalisis.
3.      Aliran yang dipengaruhi oleh film.

Tokoh-tokoh
Erwin Piscator                 tairoff
Marx Reinhardt               Thorton Wilder
Miyerhold                       Bertol Brecht

9.   Drama zaman kini
Tidak mempunyai ciri-ciri khas dalam gaya penyutradaraan.
            Terdapat empat aliran besar yang dipengaruhi oleh gaya atau aliran yang dahulu.
1.   Ekspresionisme          :   Thorton Wilder, Arthur Miller
2.   Realisme                    :   jean Ancuil
3.   Puitis romantik          :   Christopher fry, Max frish, Garcia Lorca, T. S. Eliot
4.   Absurd                      :   Samuel Beckett, Eugene Ionesco, Arhur Adamov, Friedrich Durrenmatt, Iwan Simatupang dengan drama sebabaknya yang berjudul “taman”.




BAB 9
ARSITEKTUR TEATER

1.   Teater primiti
Lakon bersumber pada kegiatan kultural tertua dari kemanusiaan. Mula-mula dilaksanakan dengan tujuan kepercayaan, religi. Tempat pelaksanaan bergantung pada keadaan alamiah saat itu, di alam tempat dewanya bersemayam dan disembah.

2.   Teater Yunani
Lakon Yunani kuno bersumber pada pemujaan Dewa Dionysos. Tempat perlakonan melingkar, tak ada batas antara pemain dan penonton. Kurang-lebih lima abad sebelum Masehi berkembanglah di Yunani kehidupan kultural yang gemilang, abad keemasan apa yang disebut Klasik, dan sekaligus merupakan titik tolak sejarah teater Barat.
      Konstruksi teater Yunani adalah sebagai berikut :
      1) Orchestra      :      tempat bermain
      2)  Thymele        :      pusat oechestra, digunakan sebagai puncak pemujaan.
3)  Theatron        :      tempat penonton , Theatron Athena bisa memuat 17000 orang, berbentuk amphitheater.
      4)                   Skene             :   tempat berpakaian dan mengaso bagi pemain. Mula-mula tempat dibuat sangat sederhana, letaknya di depan theatron; kemudian dibuat lebih baik dan indah karena sekaligus digunakan sebagai latar belakang permainan.
5)   Parados         :      ruang masuk yang terletak di antara skene dan orchestra, di sebelah kiri maupun kanan skene. Masuk dan keluarnya pemain melewati ruang ini.
6)   Paraskenia     :      side ring, sekat penutup kir/kanan dari skene
7)   Proskenion    :      forestage, orang membangun tingkat kedua di atas skene. Atap tingkat ini dibuat menonjol ke depan menjadi platform, ini disebut proskenion. Dari nama in kita memperoleh istilah proscenum.
8)   Logion          :      di atas proskenion sering pula  digunakan sebagai pentas. Pentas ini disebut logion.
3.   Teater Romawi
           Bangsa Romawi mengoper bentuk teaternya dari bangsa Yunani dengan mengadakan perubahan-perubahan sepanjang sejarah yang mengarah ke perkembangan bangunan teater masa kini. Teater di Roma bukan merupakan peristiwa religi, melainkan digunakan sebagai hiburan. Tukang-tukang sulap dan badut-badut melawat ke seluruh daerah, yang akhirnya memerlukan suatu tempat tertentu.
           Pada teater Romawi sebagian besar dari orchestra di gunakan untuk ruang penonton, sedangkan lakon dimainkan di tempat yang merupakan kesatuan dengan latar belakang. Latar belakang ini terdiri atas bangunan yang lebih besar dan mewah dibandingkan dengan teater Yunani. Pentas terlindung oleh atap, sedangkan pada saat cuaca buruk penonton bisa terlindung di atasnya.

4.   Teater Abad Pertengahan
           Konstruksinya sangat primitif (teater kereta) dan bisa lebih luas dan mewah (teater simultan). Secara sederhana, teater bisa di pasang-dibongkar, dibawa ke sana-kemari oleh kelompok orang yang mengembara dari kota satu ke kota lainnya. Model pentasnya bisa diubah-ubah, disesuaikan dengan lakon yang akan dimainkan. Penonton berdiri pada tiga perempat lingkaran di sekitar pentas yang biasanya di tempatkan di atas kereta. Pemain bermain di depan tirai, dan berganti pakaian di belakang tirai.
          Pada teater simultan (simultan = bersamaan) pentas dibagi tiga, misalnya untuk mementaskan lakon sejarah Nabi Isa:
      Bagian I terdiri atas :
1)     Gerbang pertama
2)     Neraka
3)     Taman Gethsemane
4)     Bukit Zatun
Bagian II terdiri atas :
5)     Gerbang ke dua
6)     Rumah herodes
7)     Rumah Pontius Pilatus


















8)     Tempat Isa di pukul
9)     Tempat jago berkokok untuk ketiga kalinya
10) Rumah Kyafas
11) Rumah Anna
12) Rumah tempat diadakan santap malam terakhir

Bagian III terdiri atas :
13) Gerbang ketiga
14) Jalan sengsara





 





















Teater Yunani
15. Bukit Golgotha
16. Salib Isa
17. Makam Suci
18. Surga                                            
 









 














5.   Teater Elizabethan

          Berkembangnya gaya yang disebut Elizabethan ini ditunjang oleh Ratu ElizabethI yang bertakhta di Inggris ketika itu. Bentuk-bentuk teater terkenal tempat William Shakeseare (1564-1616) mencipta karya-karya besarnya bersumber dari tempat-tempat pada losmen-losmen Inggris, tempat-tempat rombongan-rombongan teater melakonkan cerita-cerita dramanya.
          Mula-mula pertunjukan berlangsung di udara terbuka di dalam kompleks losmen yang dikelilingi galery-galery tempat penonton. Pentas berada di ujung tempat terbuka itu, ditutup tirai-tirai. Di belakang tirai-tirai para pemain bisa berganti pakaian.
          Konstruksi ini mengingatkan Rita kepada teater kereta, teater mimbar Abad Pertengahan. Ketika orang membangun gedung-gedung untuk pergelaran teater, maka garis besar konstruksi tersebut dipertahankan.

6.   Teater Renaissance
          Eropa Barat tumbuh secara bertahap dengan berbagai bentuknya konstruksi teater di mana terdapat pemisahan antara penonton dan pemain. Teater menjadi gedung-gedung yang tertutup, tata sinar dikembangkan, dekorasi memperoleh kedudukan yang penting bentuk teater modern dimulai dari istana-istana raja Renaissance.









 



           
     





















 
 























            Teater mas kini dengan tiga bagiannya yang fungsional
a.       Stage block seni pertunjukan
b.      House blok untuk penonton
c.       Front house untuk pelayanan publik dan komunikasi

a.    Teater prespektif
          Orang membuat dekorasi tetap di tempat lakon dipertunjukkan ke pentas terdiri atas dua bagian:
a)    Bagian pertama di pentas bagian depan disebut
b)   Bagian kedua di buat meninggi dan bertemu dengan dekorasi belakang untuk bersama-sama menimbulkan pemandangan yang perspektif.
          Untuk masing-masing lakon tragedi, komedi dan sebagainya, diciptakan beraneka dekorasi yang terlukis, seperti istana, candi, jalan besar, pemandangan alam, dan sebagainya.
          Lakon drama klasik juga dimainkan dengan dekorasi semacam. Gaya yang distilasi (diperhalus) jelas diwujudkan dengan dekorasi begini. Dekorasi macam ini sangat bermanfaat untuk mempertahankan ide trilogi Aristoteles.
b.    Teater dengan dekorasi yang bisa di gerak pindahkan
          Sejak bagian kedua abad keenam belas orang merasa adanya kebutuhan bentuk pentas yang lebih lincah dalam menyiapkannya. Ini disebabkan perkembangan lakon-lakon opera yang banyak mempertunjukkan repertoar-repurtor selingan dan acara nyanyi. Ini memerlukan teknik persiapan dan perpindahan dekor yang satu ke yang lainnya dengan cepat sehingga mengurangi vakum pertunjukan. Mula-mula menggunakan dekorasi yang berbentuk segi-tiga dan digerakkan pada poros yang memungkinkan membalikkan gambar dengan memutar dekorasi pada poros tersebut. Kemudian prisma-prisma begini diganti dengan drop dan wing (oulissen) yang kita kenal kini.

c.    Theater loge
          Sejak zaman teater Elizabethan orang mengenal adanya pemisahan tempat penonton umum atau rakyat dai penonton ningrat. Cara pemisahan ini dilanjutkan dengan lama sekali. Zaman kini kita mengenal perbedaan kelas dan harga antara masuk antara yang murah dan mahal, antara orang biasa dan orang penting. Ketika Rakyat banyak mengunjungi teater, kaum bangsawan merasakan perlunya pemisahan ini.
d.   Teater dengan dekorasi yang tertutup
          Ketika orang lebih memerlukan pertunjukan yang lebih realistis diri lakon dramatik, orang tidak puas dengan dekorasi dengan latar belakang untuk menciptakan ilusi yang dituntutnya. Orang menutupi lukisan teater, dibuatnya ruangan-ruangan kama; dan plafon sehingga dekorasi realistis muncul seperti yang kita lihat masa kini.

7.   Teater masa kini
          Sejarah menunjukkan bahwa prinsip konstruksi teater masa kini belum banyak mengalami perubahan sejak abad keenam belas dan ketujuh belas. Yang penting hanyalah adanya pemisahan antara pentas dan tempat penonton (auditorium), dan pemisahan antara tempat penonton yang bak dan yang tidak baik.

            Keberadaan terhadap warisan ide masa lampau  menjadi berubah dan banyak usaha dikerjakan untuk menempatkan pentas makin dekat pada penonton lebih bisa menikmati pertunjukannya itu sendiri.
            Secara prinsipil terdapat macam cara mempertunjukkan seni teater, yaitu terater proscenium yang hakikat pementasannya terletak pada adanya bingkai pentas, dan teater non-proscenium yang meniadakan bingkai pentas ini.
1)      memberikan akomodasi untuk pertunjukkan
2)      memberikan akomodasi pada penonton
3)      membuat kedua fungsi di atas itu menjadi satu. Pertunjukkan ditempatkan pada stage block kiri. Audience pada house block kanan.

GEDUNG SERBA GUNA
            Dengan mengingat makin kompleksnya kebutuhan pihak-pihak tertentu akan gedung untuk berkumpul. Maka teater bisa digunakan untuk keperluan kebaktian agama. Pertemuan warga kota, peringatan-peringatan kejadian penting baik tingkat daerah maupun nasional, penerimaan tamu agung, bahkan pertunjukkan film pun bisa dilaksanakan ditempati ini. Akan tetapi, di kota-kota besar orang sudah mengkhususkan jenis gedung teater untuk keperluan pertunjukannya tu sendiri. Pembangunan gedung sering dikaitkan untuk maksud-maksud  komersial seperti pusat pertokoan, pusat hiburan, dan sebagainya . ini menuntut kepada perencana pada arsitek-arsiteknya untuk memberikan akomodasi juga kepada fungsi-fungsi lain yang diakibatkan oleh kegiatan teater, dia antaranya misalnya tempat parkir kendaraan, keamanan umum, rencana tata kota.

TEATER PROSCENIUM

1)   Auditorium (tempat penonton)     
            Lantai dari batas pentas ke belakang makin meninggi. Sebaiknya tinggi lantai 10 a 15 cm masing-masing baris kursi tempat duduk, de3ngan demikian meninggal lantai menjadi kurang duduk 10 cm setiap 1 meternya. Kurang dari ukuran ini sangat mengganggu bagi pandangan penonton yang berada di belakang penonton depannya.
             Susunan kursi hendaknya di tempat seperti menempatkan batu-bata setiap penonton yang ada di belakang berada di antara dua penonton yang ada di depannya. Akan lebih  baik apabila susunan deretan kursi di buat melengkung sehingga setiap kursi di arahkan ke tengah-tengah pentas, yaitu ke titik khayal yang berada pada jarak 1 a 2 m dari tirai depan pentas.
             Ukuran auditorium harus sesuai dan sebanding dengan ukuran pentas, Auditorium ini hendaknya janganlah terlalu berbentuk persegi panjang. Ukuran panjangnya hendaknya maksimal dua kali lebar ruangan. Baris paling belakng tidak boleh lebih jauh dari footling (baris lampu ,lantai pentas) dari ukuran 2 ½ lebar pentas, lebih panjang dari 18 m. Tempat-tempat terbaik adalah tempat-tempat yang kurang enak.
             Joseph Urban membicarakan suatu standardinasasi pembagian auditorium seperti terlihat pada konsepsinya. Usahakanlah agar seorang penonton yang hendak mencapai tempat duduknya pada deretan kursi tidak sampai melewati maksimal 10 tempat duduk yang baik adalah 50 cm termasuk tangan kursinya. Letak baris pertama depan hendaknya 2 m dari tirai depan, pentas.

2)   Stage (pentas tempat memainkan lakon, acting area)
            Semua ukuran pentas senantias dihubungkan/diperhitungkan dengan ukuran ruang penonton, disesuaikan dengan untuk pementasan apa dibangun. Untuk keperluan n seni tari, senam, dan sebaginya, diperlukan adanya pentas yang memiliki ukuran lebar dengan sedikit ruang samping kiri-kanan di luar acting. Bagi pemenang teater yang menggunakan banyak dekorasi banyak diperlukan tangan di samping kiri -kanan. Dan lebih panjang ukuran pentasnya. Untuk pementasan opera, sendranyanyi/tari. Dipergunakan yang mempergunakan pemain banyak harus disediakan lebih banyak  harus disediakan lebih banyak tempat ganti pakaian (greenroom) dan toilet untuk mencuci muka.
             Tinggi pentas harus membuat penonton di baris terdepan bisa melihat; antara pentas. Jadi, lantai pentas harus sekitar 120 cm di atas lantai auditorium.
             Lantai Pentas. Harus rata tidak boleh meninggi di belakang meskipun hanya sedikit. Lantai yang tidak rata akan menyukarkan aktor bermain. Apalagi penari. Lantai meninggi ini adalah peninggalan abad-abad dahulu yang menghendaki adanya kesan dalam atas dekorasi yang terlukis. Kini konstruksi itu sudah ketinggalan zaman, jadi buatlah lantai horizontal. Lantai hendaklah di buat dari kayu atau di beri alas dari kayu.
             Proscenium ini adalah bagian pentas yang berada di depan tiarai depan dan menonjol ke depan. Tempat begini sangat berguna untuk aneka keperluan. Pentas tanpa tempat begini membuat para aktor bermain terlalu dalam dipentas. Juga footlingt memerlukan jarak untuk menyinari aktor.

      Istilah proscenium sebenarnya lebih tepat digunakan untuk bingkai pentas, sedangkan untuk bagian pentas ini dipakai istilah apron.
Tempat orkes (orchestra pit) Ruangan yang berada di depan pentas (antara pentas dan auditorium) sangat serbaguna. Tempat ini lantainya jauh lebiih rendah daripada lantai pentas maupun lantai auditorium. Pada teater yang modern lantai ini bisa disetel meninggi-merendah menurut keperluan. Orang menempatkan orkes pengiring lakon di situ. Ukuran minimum 2 lebih rendah dari lantai pentas, bisa memuat paling sedikit 15 orang pemain musik.

 

 

 



TEATER NON-PROSCENIUM (TEATER TERBUKA)


Jika pada teater proscenium terdapat pemisahan antara penonton dan yang ditonton, maka pada teater tanpa proscenium itu batas pemisahan ditiadakan. macam-macamnya bentuk pentas begini adalah sebagai berikut:

Pentas arena
Daerah pemain di tengah, penonton berada berkeliling. Orang menamakan juga pentas sentral, pentas bundar (theater in the round, ring teater), pentas cirkus, dan sebaginya. Yang digendaki adalah bahwa pentasnya berada di tengah penonton. Pemberian nama atas kontruksi teater begini terletak pada cara penempatan penonton seperti halnya dengan pentas-pentas arena yang berbentuk tapal kuda, segi tiga, huruf L, end stagin, amphi teater (tempat duduk penonton lebih tinggi dari daerah pemain), dan sebaginya.
      Lakon teater di seluruh dunia muncul mula-mula p-ada teater terbuka. Pentas yang terbuka ini adalah tempat lahir lakon sedangkan teater proscenium merupakan tempat lahirnya dekorasi yang terlukis.
      Seni modern, budaya, terutama arsitektur menunjukkan ke arah konstruksi yang lebih terbuka dan penggunaan ruang yang fungsional, balet, tari musik, senam irama, dan sebaginya, akan lebih sesuai mempertunjukkan karya-karya pada teater terbuka. Dalam pada itu, seniman-seniman teater sering mengombinasikan pementasan proscenium dan non-proscenium ,untuk karya-karya mereka.
      Tempat ini tidak bergantung pada tempat-tempat khusus untuk teater, tetapi di tempat mana pun dan apapun bisa. Juga tidak memerlukan jumlah penonton yang banyak justru akan menghilangkan tata keindahan pentas area.

Tirai depan (act curtain)
Fungsi tirai depan adalah untuk memisahkan tempat penonton. Ke tempat, bermain. Dari sudut perlakonan adalah alat guna menunjukkan awal dan akhir suatu baba, lakon. Pada pentas proscenium tugas ,ini dioper oleh tata sinar yang mewujudkan gelap dan terang pada pentas (fade in dan fade laut)

Mekanik pentas
Saat pertunjukan modern meminta dan sarana yang banyak tontonan adalah tabu bagi teater; ini bisa membuat penonton menjadi gelisah menanti repertoar berikutnya. Problem yang timbul adalah: bagaimana caranya mengubah/mengganti dekorasi pentas dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sehingga tidak perlu menyisipkan selingan di antara babak satu dengan yang lainnya.

a.      Recorving
Pentas bisa berputar. Jika pentas itu dibagi menjadi tiga daerah permainan, yatiu pentas A, B, C maka jika lakon pada bacak pertama dimainkan pada pentas A, maka pentas B dan C tidak terlihat oleh penonton. Sementara babak pertama berlangsung, orang menyiapkan babak berikutnya pada pentas B (misalnya untuk babak ke dua) dan pentas C (misalnya untuk babak ,ke tiga). Pada saat mekanik itu berputar tirai depan bisa diturunkan atau tetap tidak ditutup.
b.   Jacknife
      Pada saat lakon dimainkan pada pentas A, pentas B disisipkan untuk lakon pada babak berikutnya. Gerak mekanik berputar pada sudut ujung (pivot point) masing-masing pentas yang terdekat dengan tirai depan.
c.   Elevator
      Dua pentas atau lebih disusun vertikal dan digunakan secara silih berganti dalam menaikkan dan menurunkannya. Prinsip mekanik seperti yang terdapat pada ruangan lift gedung bertingkat.


BAB 10
DEKORASI
Definisi: Dekorasi (scenery) adal;ah pemandangan latar belakang (backround) tempat memainkan lakon.
            Istilah ini meliputi perabot rumah, meja-kursi dan sebagainya, lukisan dan segala anasir yang memungkinkan memberi perwatakan yang tepat pada suatu lakon. Sutu meja dan dua kursi yang dipilih dengan saksama bisa lebih berhasil sebagai dekorasi pentas daripada aneka lukisan dan perabot rumah tangga yang digantungkan pada dinding. Jika lakon dimainkan pada pentas yang kosong, maka dinding gedung itu adalah dekorasi. Jika dimainkan di luar gedung (laut of door), maka pohon, semak belukar. Dengan demikian, tujuan dekorasi adalah melingkungi daerah permainan dengan pemandangan yang serasi dengan lakon.

Klasifikasi dekorasi
a.   ditinjau secara mekanik
1.   Draperies
      Dibuat dari bahan-bahan yang tak terlukis, mempertahankan warna-warna aslinya.
2.   Dekorasi terlukis (painted scenary)
      Dekorasi yang kita saksikan pada pentas-pentas tradisional

b.   Ditinjau dari segi konstruksi dekorasi terlukis:
1.   Flats
Dekorasi yang berbingkai seperti orang membuat bingkaikan untuk melukiskan. Terlukis bentuk-bentuk menurut yang didingini, misalnya pintu, jendela, dan sebaginya.
2.   Drops
      Dekorasi yang tidak berbingkai menurut bentuk yang dikehendaki, tetapi digantung di pentas belakang. Drop yang ditempatkan paling belakang pada pentas, dengan lukisan pemandangan alam yang akan terlihat lewat jendela, pintu, dan sebagainya.






 

 


3.   Plastic pieces
Benda dengan flast dan drops yang berbentuk 2 dimensional, maka plastic pieces ini adalah yang menirukan objek-objek seperti adanya dan bentuk 3 dimensional atau terwujud dengan konstruksi plastis.

      c.    Ditinjau sesuai dengan struktur settingnya
1.    Drop dan ring
2.    Box
      Penjelasan:
a.       Jika tepi atau sisi terbuka sehingga jalan keluar masuk aktor melewati wings, ini adalah drops dan ring set.
b.      Jika tepi atau sisi tertutup dinding sehingga aktor keluar masuk lewat pintu dekorasi dan sebagainya, ini adalah box set
c.       Tormentor adalah ring terdepan tak  bisa diputar atau dibalikkan, tormetor dan teaser bisa disebut “bingkai kedua” yang diperlukan untuk memperkecil ukuran proscenium pentas.
d.      Drapery berfungsi sebagai suatu hiasan
e.       Drop adalah dekorasi yang dihitungkan paling belakang bahan ini identik dengan cyclorama
f.       Foot adalah tempat-tempat foolights.
g.      Curtainline merupakan garis tirai. Garis khayal ini berada di belakang teater.
h.      Return pada box set berkedudukan sebagai ring, hanya tidak bisa diputarbalikkan.

d.      Ditinjau menurun lokasi perwujudannya.
1.       Interior set
Jika maksud dekorasi menggambarkan keadaan di dalam tertutup (indoor)
2.       Eksterior set
Jika maksud dekorasi menggambarkan keadaan di luar (out door)
     
      e.    Ditinjau dari watak desainnya
      1.    Naturalistis
Orang mencoba menirukan keadaan yang alamiah ke dalam dekorasai sehingga senantiasa di adakan percobaan-percobaan atau perombakan-perombakan atas perencanaan tata dekor yang tradisional.
3.      Konvensional
Gaya dekorasi menurut konvensi, kebiasaan yang telah dipraktekkan dalam teater yang terasional.
e.       Ditinjau dari watak desainnya
1.  Naturakistis
Orang mencoba menirukan keadaan yang alamiah ke dalam dekorasi sehingga senantiasa diadakan percobaan-percobaan atau perombakan-perombakan atas perencanaan tata dekor yang tradisional.
            2.  Konvensional
Gaya dekorasi menurut  konvensi , kebiasaan yang telah dipraktekkan dalam teater yang tradisional.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar