BAB 6
KESANGGUPAN KATA
Kesanggupan kata adalah penjelmaan perasaan dalam suara. Apabila
perasaan itu dilahirkan dengan suara, maka terjadilah soal kesanggupan kata.
1.
Hubungan suara dengan gerak mulut
Kalau ucapan-ucapan yang dikeluarkan itu diperhatikan benar, orang
lambat laun akan yakin bahwa memang ada hubungan antara perasaan, suara, dan
gerak mulut pada tiap-tiap ucapan. Pada waktu orang mengeluarkan penghinaan
kepada orang lain, gerak mulut itu berbeda sekali dengan gerak mulut apabila
orang sedang menjadi temannya. Demikian pula suatu kata yang menggempar dari
mulut. Tak mengherankanlah sekarang bahwa ada persesuaian antara suara,
perasaan, dan gerak mulut.
2
Hubungan suara dengan irama
Irama adalah aturan. Pada seni lukis aturan itu menimbulkan keindahan
pemandangan; pada seni kata dan seni suara menimbulkan keindahan pada
pendengaran. Apabila suara orang yang sedang berbicara, suara gamelan atau
suara musik itu tak pernah berubah, terus-menerus keras atau lemah, tak pernah
berganti, selalu semacam saja, tak akan ada orang yang menyebutnya indah. Suara
keras atau tinggi yang berganti-ganti dengan suara lemah atau rendah
menyedapkan pendengaran. Naik-turun
suara yang menyerupai kerut air yang ditempuh angin kadang-kadang mengombak,
kadang-kadang rata, dan kadang-kadang pula turun, kadang-kadang lambat dan
kadang-kadang kencang, itulah yang menyebabkan telinga senang mendengarkannya.
Tetapi, naik turun suara pun harus juga dibatasi oleh aturan supaya jangan
kedengaran liar. Teranglah, pergantian naik-turun suara itulah yang menyebabkan
keindahan bagi telinga. Itulah yang disebut irama pada seni kita.
3.
Hubungan suara dengan warna
Suara
tidak hanya merupakan lagu saja. Lain daripada itu, suara dapat mewujudkan
warna. Tetapi. tentang hal ini banyak yang berlebih-lebihan karena hal ini
bergantung pada perasaan orang semata-mata.
Soal
ini menjadi jelas dengan keterangan synaesthesie, yakni timbul
pengertian tentang barang sesuatu atau barang banyak karena orang mengalami
barang sesuatu yang nyata, sedangkan pengertian tentang barang yang timbul itu
harinya dapat dirasakan dengan panca indera yang berlainan dengan yang
mengalami barang sesuatu yang nyata tadi.
Jelasnya demikian: Orang mendengar suara, akibatnya seakan-akan orang
melihat warna. Orang mendengar dengan telinga, dan melihat dengan mata.
Kesatuan pancaindera yang berlainan inilah yang menyebabkan synaesthesie.
Perbuatan pancaindera sebagai akibat perbuatan pancaindra yang mengalami
kenyataan itu, tidak sungguh. Pancaindera itu hanya dipengaruhi oleh perasaan
belaka. Oleh karena itu, yang dialami pun bukan barang yang nyata, melainkan
angan-angan. Oleh karena itu, perasaan orang itu, berbeda-beda meskipun sama
barang yang dialami, maka timbullah perbedaan angan-angan.
Pada hari perkawinan yang sangat
menggembirakan, tak boleh diperdengarkan lagu sedih. Lagu sedih dan hari
perkawinan ini merupakan pertentangan. Perasaan orang yang bergembira menentang
suara yang menimbulkan rasa sedih. Pertentangan perasaan dengan suara. Ini
menimbulkan kejanggalan. Demikianlah, perasaan harus juga disertai suara yang
sesuai dengan perasaan. Lain daripada suara yang sesuai, perasaan masih juga
kadang-kadang diikat oleh warna yang sesuai juga, Demikianlah pada waktu
perkawinan, pada saat orang mendapat bahagia. Rumahnya tak dihias dengan kain
hitam karena warna itu menentang perasaan. Orang mengantarkan jenazah jarang
amat yang berpakaian merah atau hijau seperti pada waktu perkawinan, melainkan,
kebanyakan berpakaian hitam. Timbullah pembahagian warna yang sesuai dengan
perasaan. Adakalanya orang sedih, adakalanya pula orang gembira. Oleh sebab
itu, ada warna gembira dan ada warna sedih.
Ada dua macam teori tentang warna:
a. secara Fisik dan
b. secara Psikologis/Perasuan
a. Teori warna dari segifisik
Teori
ini berdasarkan studi tentang sinar dan warna dalam ilmu alam. Karena banyaknya
warna yang timbul dalam pekerjaan teater
disebabkan oleh penggunaan bahan warna, maka teori warna merupakan sesuatu yang cocok untuk dianalisis dari
usaha komposisi tersebut.
Ada
tiga warna primer, yaitu merah, kuning, biru. Disebut primer karena dengan tiga
warna tersebut kita dapat menciptakan segala macam warna:
-
merah dan kuning jingga.
-
kuning dan biru hijau
-
biru dan merah ungu
Ada
tiga warna sekunder, yaitu jingga, hijau, dan ungu.
Jika
kita susun warna-warna primer berbatasan satu dengan lainnya, kita memperoleh
lingkaran warna. Dengan menyisipkan warna-warna sekunder di antara warna-warna
primer kita memperoleh warna-warna yang biasanya kita Renal dalam spektura dan
menghasilkan lingkaran warna yang berhubungan satu dengan lainnya. Warna yang
berhadap-hadapan adalah warna pelengkap atau komplemen. Campuran salah satu
warna dengan komplemennya menghasilkan warna abu-abu. (periksa gambar berikut).
b. Pembagian warna
menurut perasaan
Lain
daripada warna gembira dan warna sedih ada pula lagu gembira dan lagu
sedih. orang Barat menyebutnya mayeur
dan mineur (slendro dan pelog). Warna gembira dan suara gembira itu bertemu
dalam perasan orang. Perhatikanlah, warna pakaian tamu di rumah keramaian dan
di rumah orang yang menderita kesusahan lagu gamelan atau musik pada saat orang
gembira dan pada saat orang sedih.
Lebih lanjut warna boleh dibagi
menjadi warna terang dan warna terang. Yang terang menyatakan hidup, yang hitam
mati. Warna terang dan hidup adalah lawan warna warna dan mati. Pada waktu
keramaian tidak hanya gereja, tetapi juga tiap-tiap bangsa menghendaki warna
yang menggembirakan, seperti warna putih, hijau, kuning dan lain-lain.
Kebalikannya, pada waktu susah yang banyak dipakai adalah warna hitam. Pada msa
requiem umat Katolik menghias gererajanya dengan warna hitam. Waktu orang
mengantar jenazah ke kubur, orang memakai dasi hitam, pakaian hitam , dan pita hitam.
Menurut perasaan yang timbul karena
orang melihat warna, orang menyebut warna hangat d an warna dingin ialah warna
yang menimbulkan perasaan damai, tenang, lemah, misalnya warna ungu dan biru.
Tembok yang bercat kuning menggembirakan hati, mengajak tertawa, menunjukkan
kebaikan. Demikian pula kulit yang kuning. Warna merah lembayung atau merah tua
menunjukkan keberanian dan kemarahan.
-
Biru : menyejukkan hati,
menunjukkan kesabaran, ketaatan, membawa orang ke dunia impian.
-
Biru tua : menunjukkan ancaman
yang sangat berbahaya. Awan yang biru tua kehitam-hitaman mengancam dunia
dengan hujan yang sangat lebat. Orang yang gelap air mukanya, menunjukkan atau
menimbulkan ancaman kepada kedamaian di sekelilingnya. Orang yang mata gelap
mengancam suasana damai.
-
Ungu : menunjukkan keinginan, sedangkan ungu
bercampur kelabu menyatakan sesal-kerabut. Lihatlah pakaian imam yang sedang
mempersembahkan misa, disesuaikan dengan
waktu menurut aturan geraja. Warna ungu menyatakan perasaan yang belum puas, bagaikan
perasaan orang yang sedang menanti. Demikian warna ungu baik dipakai pada
tempat menunggu.
-
Hijau : menggerakkan perasaan
segar dan memberi suasana damai, karena itu baik dipakai pada tempat tidur.
-
Merah : menyatakan keberanian,
kepahlawanan, cinta kasih.
-
Putih : menyatakan kesucian, kemurnian
dan lain sebagainya.
kuning,
keemas-emasan: sangat disukai orang sehingga orang menyebut kakaknya kakak emas
adiknya adik emas, anaknya anak emas.
4. Hubungan perasaan dan suara
Supaya agak jelas
hubungan warna dengan suara, kami uraikan sebentar arti suara.
a. Keadaan
sunyi menimbulkan perasaan seakan-akan orang diasingkan. Orang ingin lepas dan
kesunyian. Demikianlah yang mengganggu kesunyian banyak disukai orang.
b. Gaya sara yang rendah
menimbulkan perasaan sedih, suasana gelap dan menekan. Suara yang tinggi
mengajak melayang-layang karena gembira.
c. Suara
keras lagi besar seakan-akan menelan, mempengaruhi orang, tetapi suara yang lemah embut membuat hati lemah.
d. Lebih
lanjut orang dapat berkata bahwa suara terompet memanggil-manggil, sedangkan
suara gong besar menyuruh penyanyi dan penari berhenti. Suara genderang
mengajak orang berjalan, dan suara seruling mengajak melayang-layang-layang.
Kalau
kita memperhatikan benar memang ada kesesuaian rasa antara suara dengan warna.
Terang ada pensesuaian antara suara indah dengan suasana gelap, suara yang
tinggi dengan suasana terang. Kemudian ada pula persesuaian antara warna hangat
dengan suara kas, antara warna dingin dengan suara lemah. Juga terdapat
pensesuaian antara warna merah dengan suara terompet, warna hijau tua dengan
suara gong besar, suara genderang dengan warna ungu. Mula-mula hal ini
kedengaran janggal dan memberi malu kepada yang mengucapkannya, tetapi bila
diselidiki benar-benar, memang ada pensesuian antara suara dan warna.
5.
Peranan kata dalam drama dan arti puisi
a. Peranan kata dalam drama
Bahasa
tertulis harus dihidupkan oleh pemain di atas pentas. Mereka tidak akan
berdialog seperti keadaan sehari-hari. Mereka sebenarnya tidak perlu berbuat
wajar sewajar-wajarnya karena sebetulnya drama adalah suatu perbuatan yang
seperti wajar.
Mengingat bahwa laku di dalam drama
merupakan bentuk menyatakan yang sudah dipadatkan, sedangkan dialog prosais
sepanjang satu halaman misalnya bisa diekspresikan dalam satu bait puisi.
Nyatalah betapa adanya kecocokan bentuk antara drama dan puisi.
b. Arti puisi
Kata
syair/puisi merupakan nama untuk menyebut segala macam bentuk bahasa ikatan;
ini adalah arti puisi menurut pengertian baru. Menurut pengertian lama puisi
adalah suatu bentuk dalam kesusastraan yang terdiri atas empat baris dan
bersajak sama.
Sajak itu tidak lain daripada
perulangan suara atau persesuaian, suara. Tentang perbedaan arti antara kata
perulangan dan persesuaian tak perlu diperhatikan. Harinya dapat dikatakan di
sini bahwa kata perulangan suara selalu mengingatkan kita kepada suara yang
serupa, sedangkan persesuaian tidak. Perulangan suara itu dapat sama tepat
dengan suara yang diulang, dan mungkin juga hanya menyerupai saja. Kalau
perulangan itu tepat, maka sajak itu sempurna.
lidi, - padi gunting
- banting
mata -
kota
kucing - runcing padang -
ladang terang -
peran
Kalau
perulangan itu tidak sama tepat, hanya hampir sama suaranya (persesuaian suara)
maka perulangan suara itu namanya sajak tidak sempurna (asonansi).
peti - budi anjing -
kucing
kunci - puji putri -
berani
patung - kunjung sahabat -
derajat
Adanya kata sajak sebagai pengganti bahasa ikatan sudah menunjukkan
betapa penting kedudukan sajak dalam kesusastraan Indonesia).
c. Contoh-contoh bahasa dialog yang puitis
Contoh I:
Drama “Hantu
Perempuan” karya Armyn Pane
Gayadi : Selamat
pagi,
Murni : Untung
engkau sudah datang.
Gayadi : Mengapa
untung?
Murni : Jadi
aku tidak menunggu lagi. Sudah lama aku menunggu engkau.
Gayadi : Sudah
lama?
Murni : Saya rasa sudah
bertahun tahun. Dengan tiada aku insyaf. engkau yang samar-samar terbayang
dalam hatiku.
Gayadi : Mana
mungkin aku terbayang-bayang dalam hatimu.
Kita baru seminggu ini
berkenalan.
Murni : Entah, Mas. Di, mungkin engkau yang selalu
kucari, baru sekarang dapat ,
Contoh 2.
“Ratna”
(terjemahan Armyn Pane). judul asli “Nora” karya Hendrik Ibsen.
Martoyo : (dalam
kamar muka) Muraiku yang berkicau itu?
Ratna : (sedang
membuka sebuah bungkusan) Ya!
Martoyo : Gembira
menari-nari seperti tupai di atas pohon?
Ratna : Ya!
Martoyo : Sudah
lama muraiku pulang?
Ratna : Baru saja. Coba datang ke sini, Mas Toyo.
Coba lihat belianku ini.
Contoh 3.
“Nyai Lenggang
Kencana” (Armyn Panr)
Mundingsari : (sesak
napas): Lenggang, kalau aku pimpir bala tentara melawan Siliwangi . . .
Lenggang : (Ferlahan-lahan):
Kakang sayang, . . . (bernapas). Bukankah balatentara itu . . . balatentara.
Raja, . . jangan, Kakang, engkau hendak durhaka, . . . karena perempuan! . ..
(bernapas). Lagi Kakang, ... Kanjeng Raja ayahandaku, . . . (bernapas). Kalau
engkau binasa, jiwaku akan mati. Pilihlah Kakang! Ingat janjimu di hadapan Dewi
Durga. . . (bernapas). Engkau akan tetap setia kepada Kanjeng Raja.
Penjelasan (mengenai
Nyai Lenggang Kencana) :
Dalam
contoh di atas ternyata bahwa kita harus memperhatikan, faktor napas,
bunyi/suara, dan lagu. Dalam menguraikan kalimat Mundingsari, kita menemukan
tiga perubahan lagu sebagai berikut:
1) “Lenggang,
. . .: di sini terdapat lagu perasaan kasih karena kita tahu Lenggang Kencana
kekasih Mundinsari.
2) “kalau aku pimpin tentara . .
.: di sini perasaan ragu-ragu, artinya dalam hati Mundingsari masih bimbang,
jadi atau tidr1’ memimpin balatentaranya, berani. . . atau tidak.
3) “melawan
Siliwangi . .: di sini lagu perasaan marah dan benci, karena nama Siliwangi
mengingatkan Mundingsari akan musuhnya.
Nilai
perasaan kita sangat penting dalam hal ini. Lagu yang berdasarkan mata melihat
tipograf huruf dan tanda-tanda belum sempurna, jika kita tak dapat memberi
suasana perasaan kita ke dalam dialog.
6.
Dialog,diksi, dan action
I.
DIALOG
Dalam
struktur lakon, dialog dapat kita tinjau dan dua segi, yaitu segi estetis dan
segi teknis.
a. Segi estetis
Dialog merupakan faktor literer (juga filosofis)
yang mempengaruhi struktur keindahan sebuah lakon.
Keterangan:
Dialog
harus benar-benar menarik. plastis sehingga memiliki sifat literer. Perhatikan
kontinuitas lakon kelancaran perkembangan, koaflik, krisis, klimaks hingga
titik penyelesaiannya. Tidak boleh tenggelam dalam keasyikan menulis dialog,
Membatasi diri mengingat konstruksi lakon ditentukan oleh kondisi teknis yang
membatasi ruang gerak dan waktu. Berlainan dengan roman dan novel di mana ada
kebebasan penuh untuk mencurahkan perasaan, pikiran dengan monolog atau dialog
panjang lebar tanpa pembatasan ruang gerak dan waktu. Dialog yang bertele-tele
membosankan dan mengakibatkan kesendatan lakon itu sendiri, kontinuitasnya terhalang.
b. Segi teknis
Biasanya
diberi catatan pengucapan, ditulis dalam kurung. Dalam lakon bersajak yang
ucapannya secara deklamatoris, diberi tanda baca saja. Misalnya: Bapak: Pergi!
Dalam lakon bersajak matahari
diberikan catatan laku pada adegan-adegan keluar-masuk (exit & ectrance)
para tokoh dan pada adegan-adegan khusus).
Contoh :
“Macbeth” karya W.
Shakespeare
Masuk Siward Muda.
Putra
Siward : Siapa namamu”
Macbeth
: Kau gentar kalau kau dengar itu.
Putra
Siward : Tidak, meski namamu lebih berapi dari segala nama di neraka.
Macbeth
: Namaku Macbeth
Putra
Siward : Setan sendiri tak sanggup mengucapkan nama yang paling kubenci
Macbeth
: Dan juga lebih menakutkan
Putra Siward : Kau bohong, hal penindas
keji. Pedangku akan segera membukukan dustamu
Mereka berkelahi
Macbeth
II. DIKSI
Berbicara
adalah bergerak, dan merupakan bagian
dari seluruh gerakan yang tak di pandang sebagai sesuatu yang memilik kedudukan
tersendiri, justru karena berbicara tidak bisa dilepaskan dari gerak batin
(pikiran dan perasaan) yang menuntut seluruh tubuh untuk memberikan sebuah manifestasi. Sebagai contoh
akan dikemukakan bagaimana hubungan
antara bicara dengan gerakan-gerakan lan
dalam tubuh kita: gesture, movement ,
business.
-
Gesture: gerak tangan, isyarat ,
yaitu posisi bagian tubuh untuk mengutarakan emosi atau ide.
-
Movement : pertukaran tempat
kedudukan pada pentas. Misal: datang dari pintu, melewati kurs menuju jendela.
-
Business : kesibukan yang
karakteristik, yang mempunya ciri-ciri khas. Misal: merokok, mengupas buah-buahan, menjahit, menulis, dan
lain-lainnya.
Jika
seseorang menyatakan sesuatu dengan gesture, ini bukan
movement. Tetapi, kalau ia berpindah tempat kedudukan (posisi), maka ia
melakukan movement dan gesture
sekaligus. Seorang menuju jendela, menyatakan rokok, mengipas-ngipas; ini
adalah kombinasi movement dan business.
Seorang duduk di kursi, membuka sampul
surat, ini adalah business. Gesture, movement, dan business selalu selalu berhubungan dengan diksi
(kecuali pantomim).
- gerak maknawi = gerak yang mengandung arti
- pure movement = gerak murni
III. ACTION
Action
me rupakan istilah yang sering membingungkan d an sering pula dikacaukan dengan
movement. Secara teknis, action adalah sudah literer yang digunakan dalam
naskah (M. II). Ditinjau dari segi straging action adalah kecepatan (speed)
pada saat insiden dibentangkan oleh pengarang.
Ada dua macam movement:
1) Direct Movement
yaitu
suatu gerak hakiki (esensial) yang diperlukan pada saat lakon berlangsung.
Misalnya aktor harus mendekati seorang aktnis selingga memungkinkan tercapainya
pelukan. Tempat kedudukan harus dilaksanakan sedemikian rupa karena, apabila
tidak, movement itu tidak terpenuhi. Jadi, akter dan aknis tak dapat lagi
memilih cara lain daripada yang telah ditentukan oleh pengarang atau sutradara.
2) Indirect movement,
yaitu
gerak kreaif, bukan esensil, tetapi meyakinkan dan menghidupakan gerak dasar
pada saat lakon berlangsung.
Keterangan :
Pada
indiret movement bisa dihat berbakat-tidaknya seorang aktor ataupun aktris.
Berbicara dan gesture adalah alat untuk gutanakan pendapat yang datang dari
sumber rasa yang sama. Sperti business, berbicara bergantung pada ketegangan-ketegangn
seperti nervositas, tidak berdaya, kelelahan, dan lain-lain. Kita harus
berusaha agar rohani dan jasmani kita disiapkan sebaik-baiknya untuk
mengekspresikan gerak rohani.
Melatih suara dalam persiapan sama hanya
dengan memainkan instrumen: makin sempurna alat dan makin baik teknik
memainkannya, makin memuaskan pula hasilnya. Dalam teater, suara diproyeksikan
memenuhi sasaran, yaitu pendengar/penonton.
Tari ialah ekspresi kegiatan manusia yang
berbentuk seni. Definisi tar ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengen
gerak.
a.
gerak wantah
b.
Gerak indah
Gerak tari termasuk
gerak indah yang mengalam distors.
Gerak tari ada dua
macam :
a.
gerak murni (pure movement), sama
sekali tak mengandung arti.
b.
Gerak maknawi (gesture), gerak
yang mengandung arti
Atas dasar ekspresi,
tari dibagi dua:
a.
Tari-tarian ekspresi – karena
adanya surplus energi dan untuk dinikmati sendiri oleh yang menari.
b.
Seni tari: ekspres dengan tujuan
untuk dinikmati orang lain/khalayak.
BAB 7
S U T R A D A R A
-
Sutradara: karyawan yang mengoordinasi
segala unsur-teater dengan paham, kecakapan, serta daya khayal yang inteligen
sehingga mencapa suatu pertunjukkan yang berhasil.
-
Prmoducer : penanggung jawab
keuangan dan promosi.
-
Manager : tokoh eksekutif dari
produser, penanggung jawab tata laksana.
-
Stage Manger : tokoh eksekutif
dari sutradara : dialah yang mengatur panggung dan s eluruh perlengkapannya.
Sejarah
timbulnya sutradara
Kira-kira
seratus sampai seratus lima puluh tahun
yang lalu belum ada sutradara. Yang sudah ada hanyalah manajer atau produser.
Dalam perkembangan keududukan sutradara, ada tiga kejadian penting.
1.
Pada saat Saxe Meiningen
mendirikan suatu rombongan teater pada tahun 1874-1890 mereka mementaskan 2591
drama di Berlin dan seluruh Jerman. Setelah itu mereka mengatur ke
negara-negara Eropa lainnya sehingga akhirnya dipengaruhi.
2.
Moscow Art Teater yang dipimpin
oleh Constantian Stanis lavsky (1863-1938). Stanislavsky (guru R. Boleslavsky)
adalah pendiri teori teori penyutradaraan termasuk penghapus sistem bintang.
Dia adalah seorang aktor, sutradara, dan pencpta metode akting Stanislavsky.
Dasar metode Stanislavsky ialah menggunakan kehidupan yang wajar sebagai contoh
sen pentas. Pada tahun 1923 Stanislavsky dan rombongan melawat ke Amerika
Serikat, dan mendapat pengaruh yang besar.
3.
Lewat Princetown Players dan Grup
Teater. Stanislavsky
4.
rnernpengarUhi Broadway seb ingga
teater profesional menerIma pendapatannya (metodenya). Dengan adanya kedudukan
sutradara, teater/drama memasuki babak baru dalam sejarah hidupnya.
Faktor
lain yang membantu perkembangan kedudukan sutradara ialah timbulnya. Dommunity
Theater Movement. Grup-grup amatir ini memberikan produksi-Produksi karena hobi
dan tujuan-tujuan sosial. Juga kolese-kolese dan sekolah-sekolah menengah mempunyai
acara-acara dia dngan kegiatan yang sinambung. Dengan demikian,
institut-institUt pendidikan tersebut menjadi pusat latihari clon-calon
sutradara, suatu hal yang tidak diusahaPan dalam teater profesional
Kedudukan sutradara
Sutradara bediri di tengaiteagah segitiga, bertindak
sehagai jusat kesatuan kekuatan, juga scbag’ai koordinator bagi prcsasiprestasi
krea tif ak br dan para tek isi. Akhirn:’a si tradara barns nenjadi seorang
seniman yang b erart i.
Teori penyutradaraan
1. Teori Gordon
Orang
Haras
ada kesatuan ide dalarn teater. Jika teater merupakan seni, maka, ia harus
rnengekspresikan kepribadian si seniman. Kalau penihat mengekspresikan din
lewat batu dan kayu, pelukis lewat kanvas dan cat, maka gutradara
mengejawantahkan idenya lewat aktor dan aktris Aktor dan aktris terbaik ialah
yang memiliki roharii dan jasmani yang lengkap (normal) dalam dedikasin a
terhadap ide sutradara.
Kebaikan teor ini ialah hasilnya
sempurna (perfect), tata tertib terjamin, teratur, teliti. Kelemahan atau
keburukannya ialah sutradara menjadi diktator. Aktor dan aktris adalah alat
sutradara, harus meniru gaya sutradara yang merupakan prototp, kreativitas mereka
di hilangkan atau di halang, padahal tujuan produks lakon ialah memberi
kesempatan bagi aktor dan aktris untuk memberikan sumbangan bagi
keseluruhaannya.
2. Teori laissez faire
Dalam
teori ini aktor dan aktris adalah pencipta dalam teater. Merekalah seniman-seniwat
yang memungkinkan poentonton (M4) menikmati lakon. Tugas sutradara ialah
membantu aktor dan aktris mengekspresikan dirinya dalam lakon, seorang superior
yang membiarkan aktor dan aktris bebas mengembangkan konsepsi individualnya
agar melaksanakan peranan sebaik-baiknya.
Kebaikan teori ini ialah sutradara
bukan seorang diktator melainkan pembantu. Aktor dan aktris di biarkan
berkembang menurut bakat dan kemampuannya masng-masing. Sutradara memberi kesempatan timbulnya proses-proses kreatif.
Kelemahan teori ini ialah
terdapat bahaya akan timbulnya kekacauan
dan kurang teratur, kurang teliti. Dan karena tiap-tiap aktor dan aktris
dibiarkan berkembang menurut kemampuannya masing-masing maka mungkin hanya aktor
dan aktris yang kuat sajalah yang dapat menonjol dan berhasil.
Kesimpulan
:
1. Ada dua tipe sutradara :
a. sutradara yang hanya interpreatator.
b. sutradara sebagai interpretator dam kreator
2. Ada dua cara penyutradaraan :
a. mengatur semuanya sebagai diktator,
b. mengatur tetapi memberi kebebasan kepada aktor dan aktris.
3. Sutradara
yang baik atau ideal adalah : yang
sekaligus menjadi interpretator dan kreator.
Cara penyutradaraan yang baik ialah, perkawinan antara kedua (eon
tersebizt di atas.
Pembinaan kerja
sutradara
Pokok-pokok
pembicaraan :
1.
menentuka ii nada dasar
2.
2. menentukan casting
3.
3. merencanakan can dan tdhnis
pentas
4.
menyusun inis en scene
5.
menguatka n atau melemahkan scene
6.
menciptakan aspek-aspek laku
7.
mempengaruhj j iwa pcmain
1. MENENTUKAN NADA DASAR
Tugas
pertama sutradara ialah mencari motif yang merasuk karya lakon, yang rnemberi
ciri kejiwaan dan selalu nampak dalam Penyutradaraan.
Sabuah
nada dasar dapat bersifat
1) ringan, tidak mendalam
2) menentukan/memberikan suasana khusus
3) membuat lakon gembira menjadi banyolan/lucu
4) mengurangi tragedi yang berlebih-lebihan
5) memberikan prinsip dasar pada lakon
Beberapa
interpretasj tentang nada dasar Hamlet (sebagai contoh):
Hamlet
sebagai orang gila: seorang yang sedih karena kematian ayah dan pengkhiananan
ibunya yang dikawini pamannya yang menggantikan ayahnya naik tahta. Hamlet
kehilangan ingatan, berbicara tanpa arah. Gerak aktingnya buas, tak bisa
rnengendalikan diri, rnembunuh Polonius, ayah pacarnya, karena puncak kegiaannya.
Hamlet sebagai orang yang
berpura-pura: berbuat seolah-olah gila karena hidupnya dalam bahaya apabila
sang Paman mengetahui Ia tahu rahasia pembunuhan ayahnya (ayah Hamlet dibunuh
oleh pamannya yang kemudian mengawani ibunya). Gerak aktingnya pahit, bersunyi
diri, tajam seperti orang yang patah hati. Apabila Hamlet sendirian timbullah
wataknya yang sesungguhnya sehingga terdapat permainan bersama antara permainan
bersama dan persamaan tunggal, sesuatu yang tidak logis dalam interpretasi
pertama.
Acting
sang Ibu : dalam interpretasi pertama ibu bersikap sedih, sedangkan menurut
interpretasi kedua ibunya bersikap takut
yang mencekam.
Hal-hal
lain yang juga terpengaruh oleh nada dasar ialah dekat tata rias, pakaian, tata
sinar. Makin penting cerita, makin banyak kesempatan bagi sutradara untuk mengetengahkan pandangan
hidup pribadinya karena nada dasar adalah ciri-ciri pribadi sutradara.
2. MENENTUKAN CASTING
Casting
adalah proses penentuan pemain faktor aktris berdasarkan analisis naskah untuk
dipertunjukkan.
Macam-macam
casting:
1). Casting
by abilty: berdasarkan kecakapan, yang terpandai dan terabaik dipilih untuk
peran yang penting / utama dan sukar.
2) Casting
to type: pemilihan berdasarkan kecocokan fisk si pemain.
3) Antitype
casting: pemilihan yang bertentangan dengan watak atau fisik si pemain,
menentang keumuman jenis perwatakan manusia secara konvensional, sering disebut
educational casting.
4) Casting
to emotional temperamen: memilih seseorang berdasarkan hasil observasi hidup pribadinya,
karena mempunyai banyak kesamaan atau kecocokan dengan peran yang akan
dipegangnya (kesamaan emosi, temperamen dan lain-lain).
5) Therapeutic-casting:
menentukan seorang pelaku bertentangan dengan watak aslinya dengan maksud
menyembuhkan atau mengurangi ketakseimbangan
jiwanya.
3. TATA DAN TEKNIK PENTAS
Yang
dimaksud dengan tata dan teknik pentas ialah segala yang menyangkut soal tata
pakaian, tata rias, dekor, tata sinar. Kesemuanya ini harus disesuaikan dengan
nada dasar. Misalnya, kalau tragedi warna gelap-gelap atau abu-abu, sedangkan
dalam komedi warna-warna yang menyolok dan menggembirakan.
Perhatikan hubungan suara dengan
irama, hubungan suara dengan warna, hubungan warna dengan perasaan, huburgan
perasaan dengan suara.
Tata dan teknik pentas ialah segala
masalah yang tidak termasuk cerita, naskah, dan acting.
4. MENYUSUN MISE EN SCENE
Yang
disebut misc en scene ialah segala perubahan yang terjadi pada daerah permainan
yang disebabkan oleh peclaIian pemain atau peralatan. Dengan misc en scene
sutradara memberikan struktur visual pada lakon dengan komposisi pentas, Pemberian
bentuk ini bisa tercapai dengan macam cara:
1) sikap pemain
2) pengcJolnpok1
3) enibagian tempat kedudukan pelaku
4) variasi saat masuk dan keluar
5) variasi penempatan perabot (mebel)
6) variasi posisi dua pemain yang berhadap-hadapan
7) komposisi dengan menggunakan garis dalam
penempatan pelaku
8) ekspresi kontias dalam warna pakaian efek
tata sinar
9) memperhatikan ruang sekeliling pemain
10) menguatkan/meluangkan kedudukan peranan
11) memperhatikan latar belakang
12) keseimbangan dalarn komposis
13) dekorasi
1) Sikap pemain
Dari
sikap pemain kta dapat menarik kesimpulan tentang kesan lemah hingga meningkat
menjadi kuat sebaga berikut :
a.
berbaring/tidur
b.
duduk dilantai atau di tanah
c.
duduk ditangan kursi
d.
berdiri
e.
berdiri pada ketinggian
Kalau
kita perhatikan urutan di atas, ternyata duduk di lantai lebih kuat daripada
berbaring, duduk d kursi lebih kuat daripada duduk dilantai dan seterusnya.
Yang paling kuat dari semua ialah berdiri pada ketinggian. Makin tinggi/penting
seorang tokoh, makin tinggi tempatnya di dalam pentas itu sebabnya tempat
seorang raja lebih tinggi dari yang lain.
2) Pengelompokkan
Aktor
yang meminta perhatian dari penonton harus ditempatkan pada tempat yang
tersendiri. Dalam pengelompokkan harus pada irama sehingga terdapat suatu
kontras seperti halnya pada pengukuran bunga. Kita dapat memakai perbandingan
sebagai berikut :
2
1/3 2/5
4/3, dan sebagainya (lihat gambar dibawah).
x
x
x
|
x
x
x
x
x
|
x
x
|
x
x
x
|
x
|
x
x
|
x
|
x
x
x
x
|
Dalam
menentukan atau membuat komposisi, haruslah kita ingat juga akan kadar nilai
sebuah garis:
a.
horizontal: tenteram, aman,
sentosa, seimbang
b.
vertikal: ekspresi meninggi
kekerasan, perasa, angkuh
c.
diagonal: ketegangan jiwa,
pelarian
d.
lurus : kekuatan, kekerasan,
kesederhanaan, tidak kompleks
e.
lengkung: spontanitas,
keramah-tamahan, kebebasan, keakraban, kegembiraan
f.
terputus-putus: kekacauan
kekalutan
3) Pembagian tempat kedudukan pelaku
Sesuai
dengan apa yang dikatakan di atas, setiap pemain/pelaku baru mempunyai tempat
masing-masing di atas pentas. Oleh karena itu, daerah pemainan dapat kita bagi
dalam beberapa bagian, misalnya sebagai berikut:
Kalau
sekiranya pentas lebar/luas, buatlah sendiri kode daerah permainan, misalnya
seperti daerah main dari tiap-tiap bidang nomor atau kode lainnya.
4) Variasi cara masuk dan keluar
Dalam
hal ini yang harus dipantangkan/dihndarkan ialah: menyuruh pemain keluar masuk lewat
pintu yang sama.
5) Variasi penempatan perabot (mebel)
Prinsipnya
sama sepert dalam hal mengatur perabot rumah, yaitu perabot rumah yang sama
tetapi dipindahkan tempat kedudukannya yang berlainan.
6) Variasi posisi dua pemain
Dua
pemain yang berhadap-hadapan hendaknya jang dalam yang sama. Buatlah variasi
yang menarik, mengasikkan dan wajar.
7. Komposisi dalam garis
Cara komposisi yang lain ialah menempatkan pelaku dengan menggunakan
garis. Pelaku-pelaku ditempatkan dalam satu garis:
a.
garis
b.
garis patah
c.
garis lengkung
8. Ekspresi kontras dalam warna pakaian
Pakaian
pelaku hendaknya sesua dengan watak dan peranannya. Secara kejiwaan warna-warna
memberi arti bagi perwatan. Tragedi, warna gelap, komedi: warna gembira (lihat
pembagian warna menurut perasaan). Pemilihan dan penyusunan warna akan membantu
hidupnya cerita.
9. Efek tata sinar
Tata
sinar bertujuan menerangi / menyinari pelaku dan tempat-tempat khusus yang
harus ditonjolkan, menciptakan suasana alam seperti yang dikisahkan dalam
cerita: pagi, siang, sore, malam dan sebagainya. Membantu melukis dalam
dekorasi dengan menambah nila warna serta memberikan terang dan bayangan,
membantu permainan pelaku dan melambangkan atau mewujudkan maksudnya serta
memperkuat jiwanya. Efek tata sinar yang paling mengesankan ialah kontras
terang-terang.
10. Memperhatikan ruang sekelilingnya pemain
Dalam
hal ini ingatlah akan hal yang disebut “jarak estetis”, yaitu jarak tempat kita
menyadari keindahan estetis objek yang dipandang. Disektar pemain harus ada
tempat-tempat kosong (distance) sehingga tercipta suatu jarak yang dingin dan
komposisi yang indah.
11. Menguatkan kedudukan peranan
Tokoh-tokoh
lain harus menyokong dan menguatkan kedudukan tokoh-tokoh penting. Cara
menguatkan ini dapat di tempuh dengan memusatkan perhatian, baik fisik maupun
mental, kepada tokoh yang perlu ditengahkan. Misalnya raja atau seorang
pembesar masuk ruangan, pemain-pemain lain berdiri atau memberi hormat; dengan
demikian peranannya sebagai raja akan lebih kuat dan menonjol.
12.
Latar belakang
Lingkungan
tempat lakon terjadi banyak mempengaruhi suasana cerita. Suasana ini biasanya
digambarkan dengan perlambang-lambangan atau simbol-simbol akan lebih
menjelaskan efek-efek dramatisnya.
Latar belakang hendaknya
mengungkapkan isi drama atau sekurang-kurangnya membantu isi cerita. Cerita
gembira latar belakangnya gemberi ceritera sedih latar belakangnya muram.
Misalnya sandiwara “Tanda Silang” latar belakangnya laut, maka warna pakaian
pun harus menggambarkan suasana laut, yaitu warna biru dan putih.
13. Keseimbangan komposisi
Keseimbangan
dalam komposisi adalah syarat untuk pertunjukkan yang baik. Keseimbangan
berarti adanya suatu perbandingan yang memuaskan antara gerak-gerak dengan
garis, pengelompokkan, jarak kesunyian dan keramaian pada pentas. Kostum para
pemaian terus dengan sesuai dengan isi/suasana cerita d an peranannya. Contoh
pakaian istri dalam “Suara-suara Mati” warnanya gelap, abu-abu karena suasana
muram, sedangkan wanita dalam “taman” pakaiannya berwarna gembira
(Perhatikanlah hubungan suara dengan warna, hubungan warna dengan perasaan, dan
hubungan perasaan dengan suara).
14. Dekorasi
Masalah
ini erat hubungannya dengan latar
belakang dan komposisi. Dekor harus disesuaikan dengan suasana lakon. Sebuah
dekorasi dkatakan berhasil kalau ia dapat memberi kesan. Misalnya untuk
menggambarkan suasana rumah sakit di atas pentas cukuplah sebuah ranjang orang
sakit, termometer, dan sebuah meja kecil (hanya bagian-bagian penting yang
ditonjolkan).
Biasanya pengarang tidak banyak memberi instruksi dalam naskahnya.
Maka sutradara mempunyai kesempatan dan kemungkinan untuk menciptakan mise
en scene. Misalnya:
a.
Sutrada harus memecahkan soal
dialog yang panjang antara dua pemaian yang terus-menurus duduk berhadapan; hal
ini tentu akan membosankan penonton.
b.
Dalam penyutradaraan massal, mise
en scene harus ditonjolkan, umpamanya dengan mengelompokkan banyak pelaku
guna memberikan sebuah silnouette (orang yang tampak bayang-bayangannya
saja) pada latar belakang. Ini banyak di gunakan pada panggung atau gelanggang
terbuka.
c.
Sutradara harus menguasai masalah
irama permainan; tragedi berirama lambat, sedangkan komedi berirama cepat.
d.
Sutradara harus memecahkan soal
adegang diam tanpa dialog karena sangat sukar seorang aktor ber-acting tanpa
dialog
5. MUNGUATKAN ATAU MELEMAHKAN SCENE
Sebuah nada dasar merasuk lakon
seluruhnya. Usaha menguatkan atau melemahkan adegang adalah teknik yang
menggarap berbaga adegang dalam lakon. Kita dapat menentukan tekanan atau aksen
pada lakon menurut pandangan kita pada lakon menurut pandangan kita tanpa
mengubah naskah.
Contoh
:
“Hamlet”
menunjukkan banyak aspek:
Interpretasi
1:
Hubungan
antara Hamlet dan pamannya bisa dianggap yang paling penting sehingga semua
adegan yang berhubungan dengan itu harus di beri tekanan khusus dalam
memainkannya. Dalam hal in adegan dikuatkan.
Interpretasi
2:
Sutradara
lain lebih menonjolkan hubungan Hamlet dengan ibunya sehingga tekanan
diletakkan pada kebencian dan cinta,
situasi menjadi serba canggung. Dalam hal ini adegan dlemahkan.
6. MENCIPTAKAN ASPEK-ASPEK LAKU
Sutradara
harus dapat memberikan saran kepada aktor agar mereka menciptakan apa yang
disebut laku simbolik atau acting kreatif. Laku smbolk adalah cara
berperan yang biasanya tak terdapat dalam instruksi naskah, tetapi diciptakan
untuk memperkaya permainan, yaitu lebih menjelaskan kepada penonton apa yang
terkandung dalam batin seorang peran.
Ada dua macam laku simbolik:
1)
Yang memperkaya permainan yang
diciptakan aktor dengan atau tanpa petunjuk sutradara (aliran laissez faire).
2)
Yang tidak dicipyakan oleh pemain
secara individual, tetap ditentukan oleh sutradara (aliran Gordon Craig).
7. MEMPENGARUHI JIWA PEMAIN
A. Dua macam kedudukan sutradara
Sutradara
mempunya kedudukan sebagai teknikus dan sebagai psikolog dramatis. Kedua sifat
ini jarang-jarang bisa terdapat dalam diri seseorang sekaligus. Biasanya dua
menjadi atau seorang teknikus ahli atau seorang psikolog ulung.
1) Ciri-ciri seorang sutradara teknikus
Dia akan mencipta pergelaran yang menyolok dan meneraik perhatian.
Dengan montase yang agung, teknik dekor yang luar biasa, tata sinar yang
menakjub kan, da berusaha menerapkan teknik film dan terater.
Tokoh-tokoh internasional :
-
Erwin Piscator: (Jerman 1893 - )
seorang sutradara dan pendesain pentas.
-
Max Reinhardt: (Austria 1373-1943)
seorang sutradara dan produser.
Akhirnya terdapat pelepasan dari prinsip diatas. Sutradara tidak mau
menonjolkan dirinya. Dia menjadi penengah antara pelukis dan penonton. Dia
merasa bertugas mencapai hasil seni teater, suatu proses ekspresi individual ke
kolektif.
2) Ciri-ciri seorang sutradara psikolog
Ekspresi luar atau lahiriah dalam pergelaran menjadi berkurang. Dalam
menggambarkan watak dia lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada
cara akting yang murni ketika prestasi permainan pribadi ditempatkan dalam arti
yang sebenarnya.
Tokoh-tokoh internasional:
-
Constantin Stanislavsky: kelompok
teater I.O.C dari London mengarah kepada perpaduan tipe pertama dan tipe kedua.
Mengenai sutradara psikolog ingatlah akan aliran realisme psikologis di
mana drama diberi watak problematik yang timbul dari kontradiksi-kontradiksi
kejiwaan. Dalam pementasan diberi tekanan pada peristiwa intern, cara akting,
intonasi, sugesti yang tidak diucapkan, dan segala yang menyatakan perasaan
kejiwaan.
B. Dua cara mempengaruhi pemain
Sutradara mempunyai dua cara untuk
mempengaruhi pemain :
1)
Dengan menjelaskan – sutradara
sebagai intepretator.
2)
Dengan memberi contoh – sutradara
sebagai aktor.
1) Sutradara sebagai interpretator
Ia menjelaskan
bagaimana menggambarkan untuk peranan
dan bagaimana berusaha agar mimik plastik, diks, sesuai dengan idenya.
Dalam sistem in pemain harus
cerdas, cepat menyesuaikan diri, lekas dapat merasakan, akting yang
bagaimanakah yang sesuai dengan situasi dan watak khususnya. Pemain bisa mengadakan
kompromi antara paham pribadi dengan pandangan sutradara tentang suatu peranan.
2) Sutradara sebagai aktor atau kreator
Sutradara langsung memberi
contoh akting, dalam hal ini ia harus banyak berpengalaman sebagai aktor.
Keuntungannya ialah cepat dipahami; bahayanya, pamain membuat imtasi (lihat dua
teori penyutradaraan).
C. Perbandingan antara nada dasar dan pengaruh
psikologis
-
Nada dasar: berlaku untuk keseluruhan lakon, berusaha menyamakan semua peranan
secara psikologis dan menyesuaikan tata pentas dengan akting. Masalah nada
dasar ini adalah suatu paham sintesis.
Contoh
: “Hamlet” nada dasarnya sebagai orang gila atau sebagai orang yang
berpura-pura.
-
Pengaruh psikologis : Berdasarkan
nada dasar diusahakan agar setap pemain memilik ciri khusus pribadinya sehingga
perbedaan dalam kepribadian tampak. Masalah in lebih bersifat analitis.
Contoh : “Hamlet” berdasarkan kedua kemungkinan nada dasar (gila atau
pura-pura) yang telah ditentukan, harus diperlihatkan : apakah ia seorang
serius atau pengejek, seorang yang gugup atau tenang, seorang yang ragu-ragu
atau pasti dengan dirnya, ekstrover atau introvert. Semua sifat perwatakan itu
harus mampu diekspresikan oleh sutradara.
BAB 8
IKHTISAR SEJARAH PEMENTASAN LAKON
1.
Zaman Yunani dan Romawi
2.
Zaman Pertengahan
3.
Comedi dell’ Arte
4.
Zaman Elisabeth
5.
Klasik
6.
Romantik
7.
Realisme sosial dan psikologis
8.
Ekspresionisme
9.
Zaman kini
1. Zaman Yunani dan Romawi
A. ZAMAN YUNANI
1) Sejarahnya:
Asal
mula drama ialah kultus Dionyson, dewa domba atau lembu. Drama di dahului oleh
domba atau lembu kepada Dionysos. Dalam upacara penghormatan itu dilagukan
nyanyian domba yang dinamakan tragedi. Dalam perkembangannya, Dionysos
digambarkan sebagai manusia dan dipuji sebagai dewa anggur dan kesuburan.
Tragedi mendapat arti yang lain, yaitu drama yang melukiskan perjuangan manusia
melawan nasib.
Komedi
dalam zaman Yunani Purba berupa karikatur terhadap duka certa dengan maksud
berolok-olok terhadap penderitaan, kebohon, dan sebaganya.
2) Bentuk tragedi klasik
Tragedi Yunan klasik terdiri atas :
a.
Prologus: bagian yang diucapkan
sebelum pertunjukkan di mulai.
b.
Parodus: lagu yang mengiringi pawai,
dinyatakan oleh paduan suara yang hadir dipentas sampai pertunjukkan selesai.
c.
Episodia: mengemukakan
adegan-adegan dialog-dalog si pemain yang muncul dipentas. Episodia biasanya
terdiri atas 3-5 bagian atau lebih, dan diselang-selng dengan stasima.
d.
Stasima: bagian-bagian atau
kelompok nyanyian paduan suara. Nyanyan paduan suara basanya terdiri atas
strophe dan antistrophe, dan berakhir dengan epode.
e.
Eksodus: bagian terakhr waktu kelompok penyanyi pergi.
3) Tokoh-tokoh
Tragedi :
Aeschylos (525 – 456 sebelum Masehi)
Sophicles (495 – 406 sebelum Masehi)
Euripides (480 – 406 sebelum Masehi)
Komedi :
Aristophanes (445 – 388 sebelum Masehi)
Menander (343 – 291 sebelum Masehi)
B. ZAMAN ROMAWI
Teater Romawi mengambil alih
gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat religius, kemudian bersifat
show-business. Dalam straging orang Romawi lebh memperhatikan kebesaran.
1. Zaman Pertengahan
Dalam zaman ini pengaruh Gereja
Katolik atas drama sangat besar. Dalam pementasan ada nyanyian-nyanyian yang
dilakukan oleh padri dan paduan suara berganti-ganti. Kemudian timbul
pergelaran yang dsebut passio, sepert d Oberammergau sekarang.
1)
Straging atau pentas kereta
2)
Kesederhanaan dekor yang simbolis,
impresionisme, dan sebagainya menggejala.
3)
Pementasan simultan, bersfat
sinkronis belaka, berbeda dengan pementasan simultan zaman modern.
2. Comedia Dell’Arte Italia
Comedia dell’ Arte muncul di
Italia, bersumber pada banyolan Romawi.
Ciri-ciri :
Improvisators, tanpa naskah. Gaya
n dapat dibandingkan dengan gaya jazz. Dalam jazz melodi ditentukan lebih dulu,
dan anggota-anggota orkes melaksanakan improvisasi masing-masing. Hal ini bisa
terlaksana bila gaya permainan sama dan kompak.
Cerita
:
Berdasarkan dongeng dan
fantasi, dan tidak berusaha mendekati kenyataan.
Gaya acting:
Pantomim, gila-gilaan,
adegan dan urutan tidak diperhatikan.
Tokoh-tokohnya:
1) Arlechino : the hero, pemain utama
2) Harlekyn : panakawan, badut, clown
3) Pantalone : ayah sang dara
4) Dectore : tabib yang tolol
5) Capitano : kapten perebut sang dara
6) Columbina : panakawan putri
7) Sang dara
Perkembangan :
Comedia dell’ Arte
meluas ke Belanda (Jan Klaassen), Prancis (Jean Potage), Inggris. Di Indonesia
gaya ini tercetus dalam gaya “Seniman Miring” atau “Seniman Sinting”.
Perbandingan
:
-
Yunani: bergaya paduan suara,
diperluas, distilasi
-
Zaman pertengahan : pergantian
adegan tidak terbatas.
-
Comedia dell’ Arte: materi
dsesuaikan dengan adegan terbatas. Trilogi Aristoteles diperhatikan.
3. Zaman Elisabeth
Di Inggris pada waktu pemerintahan Ratu
Elisabeth I (1558-1603), drama sangat berkembang. Baginda zaman Elisabeth
dirajai oleh Shakespeare (1564-1616).
Ciri-ciri
1.
Naskah puitis
2.
Agak bebas dalam penyusunan
naskah, tidak menuruti hukum-hukum yang pernah ada
3.
laku simuitan (berganda, rangkap).
4.
Campuran antara yang serius dan
humor.
Tokoh-tokoh:
W. Shakespeare Thomas
Heywood
Ben Johnson Marlowe Beaumont
Chritopher Marlowe Fletcher
Thomas kyd Jauh
Ford
5. Aliran klasik
Beberapa orang di Prancis menentang aliran Elisabeth. Mereka membentuk
aliran baru dengan nama aliran klasik (karena mengarah kepada duka cerita
yunani romawi).
Ciri-ciri:
1.
Materi berdasarkan motif
Yunani/Romawi, baik cerita klasik maupn sejarah.
2.
Ditulis dalam bentuk sejak
berirama
3. Akting bergaya deklamasi
..............
4. laku statis, monolog sangat panjang (untuk
memberi kesempatan berdeklamasi yang berlebih-lebihan), akibatnya laku dramatis
terhambat.
5. Tunduk kepada trilogi
Aristoteles
Tokoh-tokoh:
Pierre Corneille
Jean Racine
Joost van de Vondel (Belanda)
6. Aliran romantik
Berkembang pada akhir abad ke-18. sukar untuk memberi penjelasan secara
umum; yang jelas: drama romantik bertentangan dengan klasik, tidak mematuhi
hukum drama yang tetap.
Ciri-ciri
1. Kebebasan bentuk
2. Isi yang fantastik, sering
tidak logis
3. materinya bunuh-membunuh, teriakan dalam
gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali, tokoh-tokohnya sentimental
4. Mementingkan keindahan bahasa.
5. dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan
6. Acting-nya bernafsu, bombastis, mimik yang
berlebihan-berlebihan.
Tokoh-tokoh:
Victor hugo
Alfred de Musset
(1810-1857)
Hcinrich von Klest,
dramanya “hannibal”
7. Aliran realisme
Aliran realisme ada dua
macam: Realisme sosial dan realisme psikologis.
REALISME UMUMNYA
Realisme pada umumnya adalah aliran seni yang berusaha mencapai ilusi
atas penggambaran kenyataan. Tertentu saja penggambaran kenyataan secara pasti
dalam hasil seni tidak mungkin. Pengarang drama harus menggambarkan kejadian
yang sebenarnya terjadi bertahun-tahun dalam beberapa jam saja; dia harus
berfantasi dan memilih isi-isi pokok dan kejadian-kejadian penting. Melalui
karyanya, seorang realis bertujuan tidak untuk menghibur melulu, tetapi
mengembangkan problem, dari suatu masa. Problem atau masalah ini bisa berasal
dari luar (soal-soal) atau dari dalam manusia sendiri, yaitu dari
kesulitan-kesulitan yang timbul oleh kontradiksi-kontradiksi yang dialami oleh
manusia (soal psikologis)
REALISME SOSIAL
Problem sosial sosial dan psikologis saling mempengaruhi, jarang bisa
dipisahkan,. Tetapi, dalam drama realistis masalah sosial dapat dipisahkan dari
masalah psikologis.
Ciri-ciri
1.
peran-peran utama biasanya rakyat
jelata: petani, buruh, pelaut dan sebaginya.
2.
Actingnya wajar seperti yang
dilihat dalam hidup sehari-hari tidak patetis.
Tokoh-Tokoh:
Hendrik Ibsen (Norwegia)
Charles Bernand Shaw (Inggris)
Realisme sosial sering disebut realisme murni atau naturalisme
perbedaan antara keduanya ialah Realisme sosial bernada optimisnya sedangkan
naturalisme bernada pesimistis, kemudian, dalam sejarah perkembangan drama
aliran naturalisme kehilangan pengaruhnya.
REALISME PSIKOLOGIS
1.
Permainan ditekankan pada
peristiwa-peristiwa intern/unsur-unsur kejiwaan.
2.
Secara teknis segala perhatian
diarahkan pada akting yang wajar, intonasi yang tepat.
3.
Suasana digambarkan dengan
perlambang.
Untuk gaya ini sutradara seharusnya seorang psikolog.
August Strnberg (Swedia)
Eugene O’ Neill (Amerika 1888-1954)
8. Aliran Ekspresionisme
Ekspresionisme ialah “seni menyatakan” Ekspresionisme dalam drama baru
lahir dalam masa sesudah perang Dunia I. Ia banyak mendapat pengaruh dari
realisme, bersifat agak ekstrem, mementaskan kaos dan kekosongan, hanya sedikit
naskah yang tinggal. Sangat berkembang
di negara-negara yang mengalami kehebatan peringan dan revolusi seperti
Jerman dan Rusia.
Ciri-ciri:
1.
Pergantian adegan cepat
2.
Penggunaan pentas yang ekstrem
3.
fragmen-fragmen yang filmi (meniru
gaya dan cara film; mislanya layar diproyeksikan seperti film).
Dalam tiga aliran dalam ekspresionisme
1.
Adanya gerak kolektif dalam drama,
dipentaskan revolusi sosial
2.
Aliran yang dipengaruhi oleh
psikoanalisis.
3.
Aliran yang dipengaruhi oleh film.
Tokoh-tokoh
Erwin Piscator tairoff
Marx Reinhardt Thorton
Wilder
Miyerhold Bertol
Brecht
9. Drama zaman kini
Tidak mempunyai ciri-ciri khas dalam gaya penyutradaraan.
Terdapat empat aliran
besar yang dipengaruhi oleh gaya atau aliran yang dahulu.
1. Ekspresionisme : Thorton
Wilder, Arthur Miller
2. Realisme : jean Ancuil
3. Puitis romantik : Christopher
fry, Max frish, Garcia Lorca, T. S. Eliot
4. Absurd : Samuel Beckett, Eugene Ionesco, Arhur Adamov,
Friedrich Durrenmatt, Iwan Simatupang dengan drama sebabaknya yang berjudul
“taman”.
BAB 9
ARSITEKTUR TEATER
1. Teater primiti
Lakon bersumber pada kegiatan kultural tertua dari kemanusiaan.
Mula-mula dilaksanakan dengan tujuan kepercayaan, religi. Tempat pelaksanaan
bergantung pada keadaan alamiah saat itu, di alam tempat dewanya bersemayam dan
disembah.
2. Teater Yunani
Lakon Yunani kuno bersumber pada pemujaan Dewa Dionysos. Tempat
perlakonan melingkar, tak ada batas antara pemain dan penonton. Kurang-lebih
lima abad sebelum Masehi berkembanglah di Yunani kehidupan kultural yang
gemilang, abad keemasan apa yang disebut Klasik, dan sekaligus merupakan titik
tolak sejarah teater Barat.
Konstruksi teater Yunani
adalah sebagai berikut :
1) Orchestra : tempat bermain
2) Thymele : pusat oechestra, digunakan sebagai puncak
pemujaan.
3) Theatron : tempat penonton , Theatron Athena bisa
memuat 17000 orang, berbentuk amphitheater.
4) Skene
: tempat berpakaian dan mengaso bagi pemain. Mula-mula tempat dibuat
sangat sederhana, letaknya di depan theatron; kemudian dibuat lebih baik dan
indah karena sekaligus digunakan sebagai latar belakang permainan.
5) Parados : ruang masuk yang terletak di antara skene
dan orchestra, di sebelah kiri maupun kanan skene. Masuk dan keluarnya pemain
melewati ruang ini.
6) Paraskenia : side ring, sekat penutup kir/kanan dari
skene
7) Proskenion : forestage, orang membangun tingkat kedua
di atas skene. Atap tingkat ini dibuat menonjol ke depan menjadi platform, ini
disebut proskenion. Dari nama in kita memperoleh istilah proscenum.
8) Logion : di atas proskenion sering pula digunakan sebagai pentas. Pentas ini disebut
logion.
3. Teater Romawi
Bangsa Romawi mengoper bentuk teaternya dari bangsa Yunani
dengan mengadakan perubahan-perubahan sepanjang sejarah yang mengarah ke
perkembangan bangunan teater masa kini. Teater di Roma bukan merupakan
peristiwa religi, melainkan digunakan sebagai hiburan. Tukang-tukang sulap dan
badut-badut melawat ke seluruh daerah, yang akhirnya memerlukan suatu tempat
tertentu.
Pada
teater Romawi sebagian besar dari orchestra di gunakan untuk ruang penonton,
sedangkan lakon dimainkan di tempat yang merupakan kesatuan dengan latar
belakang. Latar belakang ini terdiri atas bangunan yang lebih besar dan mewah dibandingkan
dengan teater Yunani. Pentas terlindung oleh atap, sedangkan pada saat cuaca
buruk penonton bisa terlindung di atasnya.
4. Teater Abad Pertengahan
Konstruksinya sangat primitif (teater kereta) dan bisa lebih
luas dan mewah (teater simultan). Secara sederhana, teater bisa di
pasang-dibongkar, dibawa ke sana-kemari oleh kelompok orang yang mengembara
dari kota satu ke kota lainnya. Model pentasnya bisa diubah-ubah, disesuaikan
dengan lakon yang akan dimainkan. Penonton berdiri pada tiga perempat lingkaran
di sekitar pentas yang biasanya di tempatkan di atas kereta. Pemain bermain di
depan tirai, dan berganti pakaian di belakang tirai.
Pada
teater simultan (simultan = bersamaan) pentas dibagi tiga, misalnya untuk
mementaskan lakon sejarah Nabi Isa:
Bagian I terdiri atas :
1)
Gerbang pertama
2)
Neraka
3)
Taman Gethsemane
4)
Bukit Zatun
Bagian II terdiri atas :
5)
Gerbang ke dua
6)
Rumah herodes
7)
Rumah Pontius Pilatus
8)
Tempat Isa di pukul
9)
Tempat jago berkokok untuk ketiga
kalinya
10)
Rumah Kyafas
11)
Rumah Anna
12)
Rumah tempat diadakan santap malam
terakhir
Bagian III terdiri atas :
13)
Gerbang ketiga
14)
Jalan sengsara
Teater Yunani
15. Bukit Golgotha
16. Salib Isa
17. Makam Suci
18. Surga
5. Teater Elizabethan
Berkembangnya gaya yang
disebut Elizabethan ini ditunjang oleh Ratu ElizabethI yang bertakhta di
Inggris ketika itu. Bentuk-bentuk teater terkenal tempat William Shakeseare
(1564-1616) mencipta karya-karya besarnya bersumber dari tempat-tempat pada losmen-losmen
Inggris, tempat-tempat rombongan-rombongan teater melakonkan cerita-cerita dramanya.
Mula-mula pertunjukan berlangsung
di udara terbuka di dalam kompleks losmen yang dikelilingi galery-galery tempat
penonton. Pentas berada di ujung tempat terbuka itu, ditutup tirai-tirai. Di
belakang tirai-tirai para pemain bisa berganti pakaian.
Konstruksi ini mengingatkan
Rita kepada teater kereta, teater mimbar Abad Pertengahan. Ketika orang
membangun gedung-gedung untuk pergelaran teater, maka garis besar konstruksi
tersebut dipertahankan.
6. Teater Renaissance
Eropa Barat tumbuh secara
bertahap dengan berbagai bentuknya konstruksi teater di mana terdapat pemisahan
antara penonton dan pemain. Teater menjadi gedung-gedung yang tertutup, tata
sinar dikembangkan, dekorasi memperoleh kedudukan yang penting bentuk teater
modern dimulai dari istana-istana raja Renaissance.
Teater mas kini dengan
tiga bagiannya yang fungsional
a.
Stage block seni pertunjukan
b.
House blok untuk penonton
c.
Front house untuk pelayanan publik
dan komunikasi
a. Teater prespektif
Orang membuat dekorasi
tetap di tempat lakon dipertunjukkan ke pentas terdiri atas dua bagian:
a)
Bagian pertama di pentas bagian
depan disebut
b)
Bagian kedua di buat meninggi dan
bertemu dengan dekorasi belakang untuk bersama-sama menimbulkan pemandangan yang
perspektif.
Untuk masing-masing lakon tragedi,
komedi dan sebagainya, diciptakan beraneka dekorasi yang terlukis, seperti
istana, candi, jalan besar, pemandangan alam, dan sebagainya.
Lakon drama klasik juga dimainkan
dengan dekorasi semacam. Gaya yang distilasi (diperhalus) jelas diwujudkan
dengan dekorasi begini. Dekorasi macam ini sangat bermanfaat untuk
mempertahankan ide trilogi Aristoteles.
b. Teater dengan dekorasi yang
bisa di gerak pindahkan
Sejak
bagian kedua abad keenam belas orang merasa adanya kebutuhan bentuk pentas yang
lebih lincah dalam menyiapkannya. Ini disebabkan perkembangan lakon-lakon opera
yang banyak mempertunjukkan repertoar-repurtor selingan dan acara nyanyi. Ini memerlukan
teknik persiapan dan perpindahan dekor yang satu ke yang lainnya dengan cepat
sehingga mengurangi vakum pertunjukan. Mula-mula menggunakan dekorasi yang
berbentuk segi-tiga dan digerakkan pada poros yang memungkinkan membalikkan
gambar dengan memutar dekorasi pada poros tersebut. Kemudian prisma-prisma
begini diganti dengan drop dan wing (oulissen) yang kita kenal kini.
c. Theater loge
Sejak
zaman teater Elizabethan orang mengenal adanya pemisahan tempat penonton umum
atau rakyat dai penonton ningrat. Cara pemisahan ini dilanjutkan dengan lama sekali.
Zaman kini kita mengenal perbedaan kelas dan harga antara masuk antara yang
murah dan mahal, antara orang biasa dan orang penting. Ketika Rakyat banyak mengunjungi
teater, kaum bangsawan merasakan perlunya pemisahan ini.
d. Teater dengan dekorasi yang
tertutup
Ketika
orang lebih memerlukan pertunjukan yang lebih realistis diri lakon dramatik,
orang tidak puas dengan dekorasi dengan latar belakang untuk menciptakan ilusi
yang dituntutnya. Orang menutupi lukisan teater, dibuatnya ruangan-ruangan kama;
dan plafon sehingga dekorasi realistis muncul seperti yang kita lihat masa
kini.
7. Teater masa
kini
Sejarah menunjukkan bahwa
prinsip konstruksi teater masa kini belum banyak mengalami perubahan sejak abad
keenam belas dan ketujuh belas. Yang penting hanyalah adanya pemisahan antara
pentas dan tempat penonton (auditorium), dan pemisahan antara tempat penonton
yang bak dan yang tidak baik.
Keberadaan terhadap
warisan ide masa lampau menjadi berubah
dan banyak usaha dikerjakan untuk menempatkan pentas makin dekat pada penonton
lebih bisa menikmati pertunjukannya itu sendiri.
Secara prinsipil
terdapat macam cara mempertunjukkan seni teater, yaitu terater proscenium yang hakikat pementasannya
terletak pada adanya bingkai pentas, dan teater non-proscenium yang meniadakan
bingkai pentas ini.
1)
memberikan akomodasi untuk
pertunjukkan
2)
memberikan akomodasi pada penonton
3)
membuat kedua fungsi di atas itu
menjadi satu. Pertunjukkan ditempatkan pada stage block kiri. Audience pada
house block kanan.
GEDUNG SERBA GUNA
Dengan mengingat makin
kompleksnya kebutuhan pihak-pihak tertentu akan gedung untuk berkumpul. Maka
teater bisa digunakan untuk keperluan kebaktian agama. Pertemuan warga kota,
peringatan-peringatan kejadian penting baik tingkat daerah maupun nasional,
penerimaan tamu agung, bahkan pertunjukkan film pun bisa dilaksanakan ditempati
ini. Akan tetapi, di kota-kota besar orang sudah mengkhususkan jenis gedung
teater untuk keperluan pertunjukannya tu sendiri. Pembangunan gedung sering
dikaitkan untuk maksud-maksud komersial
seperti pusat pertokoan, pusat hiburan, dan sebagainya . ini menuntut kepada
perencana pada arsitek-arsiteknya untuk memberikan akomodasi juga kepada
fungsi-fungsi lain yang diakibatkan oleh kegiatan teater, dia antaranya
misalnya tempat parkir kendaraan, keamanan umum, rencana tata kota.
TEATER PROSCENIUM
1) Auditorium (tempat penonton)
Lantai dari batas pentas
ke belakang makin meninggi. Sebaiknya tinggi lantai 10 a 15 cm masing-masing
baris kursi tempat duduk, de3ngan demikian meninggal lantai menjadi kurang
duduk 10 cm setiap 1 meternya. Kurang dari ukuran ini sangat mengganggu bagi
pandangan penonton yang berada di belakang penonton depannya.
Susunan kursi hendaknya di tempat seperti menempatkan
batu-bata setiap penonton yang ada di belakang berada di antara dua penonton
yang ada di depannya. Akan lebih baik
apabila susunan deretan kursi di buat melengkung sehingga setiap kursi di
arahkan ke tengah-tengah pentas, yaitu ke titik khayal yang berada pada jarak 1
a 2 m dari tirai depan pentas.
Ukuran auditorium harus sesuai dan sebanding dengan ukuran
pentas, Auditorium ini hendaknya janganlah terlalu berbentuk persegi panjang.
Ukuran panjangnya hendaknya maksimal dua kali lebar ruangan. Baris paling
belakng tidak boleh lebih jauh dari footling (baris lampu ,lantai pentas) dari
ukuran 2 ½ lebar pentas, lebih panjang dari 18 m. Tempat-tempat terbaik adalah
tempat-tempat yang kurang enak.
Joseph Urban membicarakan suatu standardinasasi pembagian
auditorium seperti terlihat pada konsepsinya. Usahakanlah agar seorang penonton
yang hendak mencapai tempat duduknya pada deretan kursi tidak sampai melewati
maksimal 10 tempat duduk yang baik adalah 50 cm termasuk tangan kursinya. Letak
baris pertama depan hendaknya 2 m dari tirai depan, pentas.
2) Stage (pentas tempat memainkan
lakon, acting area)
Semua ukuran pentas
senantias dihubungkan/diperhitungkan dengan ukuran ruang penonton, disesuaikan
dengan untuk pementasan apa dibangun. Untuk keperluan n seni tari, senam, dan
sebaginya, diperlukan adanya pentas yang memiliki ukuran lebar dengan sedikit
ruang samping kiri-kanan di luar acting. Bagi pemenang teater yang menggunakan
banyak dekorasi banyak diperlukan tangan di samping kiri -kanan. Dan lebih
panjang ukuran pentasnya. Untuk pementasan opera, sendranyanyi/tari.
Dipergunakan yang mempergunakan pemain banyak harus disediakan lebih banyak harus disediakan lebih banyak tempat ganti
pakaian (greenroom) dan toilet untuk mencuci muka.
Tinggi pentas harus membuat penonton di baris terdepan bisa
melihat; antara pentas. Jadi, lantai pentas harus sekitar 120 cm di atas lantai
auditorium.
Lantai Pentas. Harus rata tidak boleh meninggi di belakang
meskipun hanya sedikit. Lantai yang tidak rata akan menyukarkan aktor bermain.
Apalagi penari. Lantai meninggi ini adalah peninggalan abad-abad dahulu yang
menghendaki adanya kesan dalam atas dekorasi yang terlukis. Kini konstruksi itu
sudah ketinggalan zaman, jadi buatlah lantai horizontal. Lantai hendaklah di
buat dari kayu atau di beri alas dari kayu.
Proscenium ini adalah bagian pentas yang berada di depan
tiarai depan dan menonjol ke depan. Tempat begini sangat berguna untuk aneka
keperluan. Pentas tanpa tempat begini membuat para aktor bermain terlalu dalam
dipentas. Juga footlingt memerlukan jarak untuk menyinari aktor.
Istilah proscenium
sebenarnya lebih tepat digunakan untuk bingkai pentas, sedangkan untuk bagian
pentas ini dipakai istilah apron.
Tempat orkes (orchestra pit) Ruangan yang berada di depan pentas
(antara pentas dan auditorium) sangat serbaguna. Tempat ini lantainya jauh
lebiih rendah daripada lantai pentas maupun lantai auditorium. Pada teater yang
modern lantai ini bisa disetel meninggi-merendah menurut keperluan. Orang
menempatkan orkes pengiring lakon di situ. Ukuran minimum 2 lebih rendah dari
lantai pentas, bisa memuat paling sedikit 15 orang pemain musik.
|
TEATER NON-PROSCENIUM (TEATER TERBUKA)
Jika pada teater proscenium terdapat pemisahan antara penonton dan yang
ditonton, maka pada teater tanpa proscenium itu batas pemisahan ditiadakan. macam-macamnya
bentuk pentas begini adalah sebagai berikut:
Pentas arena
Daerah pemain di tengah, penonton berada berkeliling. Orang menamakan
juga pentas sentral, pentas bundar (theater in the round, ring teater), pentas
cirkus, dan sebaginya. Yang digendaki adalah bahwa pentasnya berada di tengah
penonton. Pemberian nama atas kontruksi teater begini terletak pada cara
penempatan penonton seperti halnya dengan pentas-pentas arena yang berbentuk
tapal kuda, segi tiga, huruf L, end stagin, amphi teater (tempat duduk penonton
lebih tinggi dari daerah pemain), dan sebaginya.
Lakon teater di seluruh
dunia muncul mula-mula p-ada teater terbuka. Pentas yang terbuka ini adalah
tempat lahir lakon sedangkan teater proscenium merupakan tempat lahirnya
dekorasi yang terlukis.
Seni modern, budaya,
terutama arsitektur menunjukkan ke arah konstruksi yang lebih terbuka dan
penggunaan ruang yang fungsional, balet, tari musik, senam irama, dan
sebaginya, akan lebih sesuai mempertunjukkan karya-karya pada teater terbuka.
Dalam pada itu, seniman-seniman teater sering mengombinasikan pementasan
proscenium dan non-proscenium ,untuk karya-karya mereka.
Tempat ini tidak bergantung
pada tempat-tempat khusus untuk teater, tetapi di tempat mana pun dan apapun
bisa. Juga tidak memerlukan jumlah penonton yang banyak justru akan
menghilangkan tata keindahan pentas area.
Tirai depan (act curtain)
Fungsi tirai depan adalah untuk memisahkan tempat penonton. Ke tempat,
bermain. Dari sudut perlakonan adalah alat guna menunjukkan awal dan akhir
suatu baba, lakon. Pada pentas proscenium tugas ,ini dioper oleh tata sinar
yang mewujudkan gelap dan terang pada pentas (fade in dan fade laut)
Mekanik pentas
Saat pertunjukan modern meminta dan sarana yang banyak tontonan adalah
tabu bagi teater; ini bisa membuat penonton menjadi gelisah menanti repertoar berikutnya.
Problem yang timbul adalah: bagaimana caranya mengubah/mengganti dekorasi
pentas dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sehingga tidak perlu menyisipkan
selingan di antara babak satu dengan yang lainnya.
a.
Recorving
Pentas bisa berputar. Jika pentas itu dibagi menjadi tiga daerah
permainan, yatiu pentas A, B, C maka jika lakon pada bacak pertama dimainkan
pada pentas A, maka pentas B dan C tidak terlihat oleh penonton. Sementara
babak pertama berlangsung, orang menyiapkan babak berikutnya pada pentas B
(misalnya untuk babak ke dua) dan pentas C (misalnya untuk babak ,ke tiga).
Pada saat mekanik itu berputar tirai depan bisa diturunkan atau tetap tidak
ditutup.
b. Jacknife
Pada saat lakon dimainkan pada pentas A, pentas B disisipkan
untuk lakon pada babak berikutnya. Gerak mekanik berputar pada sudut ujung
(pivot point) masing-masing pentas yang terdekat dengan tirai depan.
c. Elevator
Dua pentas atau lebih disusun vertikal dan digunakan secara
silih berganti dalam menaikkan dan menurunkannya. Prinsip mekanik seperti yang
terdapat pada ruangan lift gedung bertingkat.
BAB 10
DEKORASI
Definisi: Dekorasi (scenery) adal;ah pemandangan latar belakang (backround)
tempat memainkan lakon.
Istilah ini meliputi
perabot rumah, meja-kursi dan sebagainya, lukisan dan segala anasir yang
memungkinkan memberi perwatakan yang tepat pada suatu lakon. Sutu meja dan dua
kursi yang dipilih dengan saksama bisa lebih berhasil sebagai dekorasi pentas
daripada aneka lukisan dan perabot rumah tangga yang digantungkan pada dinding.
Jika lakon dimainkan pada pentas yang kosong, maka dinding gedung itu adalah
dekorasi. Jika dimainkan di luar gedung (laut of door), maka pohon, semak
belukar. Dengan demikian, tujuan dekorasi adalah melingkungi daerah permainan
dengan pemandangan yang serasi dengan lakon.
Klasifikasi
dekorasi
a. ditinjau secara mekanik
1. Draperies
Dibuat dari bahan-bahan yang
tak terlukis, mempertahankan warna-warna aslinya.
2. Dekorasi terlukis (painted
scenary)
Dekorasi yang kita saksikan
pada pentas-pentas tradisional
b. Ditinjau dari segi konstruksi
dekorasi terlukis:
1. Flats
Dekorasi yang berbingkai seperti orang membuat bingkaikan untuk
melukiskan. Terlukis bentuk-bentuk menurut yang didingini, misalnya pintu,
jendela, dan sebaginya.
2. Drops
Dekorasi yang tidak
berbingkai menurut bentuk yang dikehendaki, tetapi digantung di pentas
belakang. Drop yang ditempatkan paling belakang pada pentas, dengan lukisan
pemandangan alam yang akan terlihat lewat jendela, pintu, dan sebagainya.
3. Plastic pieces
Benda dengan flast dan drops yang berbentuk 2 dimensional, maka plastic
pieces ini adalah yang menirukan objek-objek seperti adanya dan bentuk 3
dimensional atau terwujud dengan konstruksi plastis.
c. Ditinjau sesuai dengan struktur settingnya
1. Drop dan ring
2. Box
Penjelasan:
a.
Jika tepi atau sisi terbuka
sehingga jalan keluar masuk aktor melewati wings, ini adalah drops dan ring
set.
b.
Jika tepi atau sisi tertutup
dinding sehingga aktor keluar masuk lewat pintu dekorasi dan sebagainya, ini
adalah box set
c.
Tormentor adalah ring terdepan
tak bisa diputar atau dibalikkan,
tormetor dan teaser bisa disebut “bingkai kedua” yang diperlukan untuk
memperkecil ukuran proscenium pentas.
d.
Drapery berfungsi sebagai suatu
hiasan
e.
Drop adalah dekorasi yang
dihitungkan paling belakang bahan ini identik dengan cyclorama
f.
Foot adalah tempat-tempat foolights.
g.
Curtainline merupakan garis tirai.
Garis khayal ini berada di belakang teater.
h.
Return pada box set berkedudukan
sebagai ring, hanya tidak bisa diputarbalikkan.
d.
Ditinjau menurun lokasi
perwujudannya.
1.
Interior set
Jika maksud dekorasi menggambarkan keadaan di dalam tertutup (indoor)
2.
Eksterior set
Jika maksud dekorasi menggambarkan keadaan di luar (out door)
e. Ditinjau
dari watak desainnya
1. Naturalistis
Orang mencoba menirukan keadaan yang alamiah ke dalam dekorasai
sehingga senantiasa di adakan percobaan-percobaan atau perombakan-perombakan
atas perencanaan tata dekor yang tradisional.
3.
Konvensional
Gaya dekorasi menurut konvensi, kebiasaan yang telah dipraktekkan dalam
teater yang terasional.
e.
Ditinjau dari watak desainnya
1. Naturakistis
Orang mencoba menirukan keadaan yang alamiah ke dalam dekorasi sehingga
senantiasa diadakan percobaan-percobaan atau perombakan-perombakan atas
perencanaan tata dekor yang tradisional.
2. Konvensional
Gaya dekorasi menurut konvensi ,
kebiasaan yang telah dipraktekkan dalam teater yang tradisional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar